Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Lembaga Perkembangan Perbankan Indonesia Mirza Adityaswara menilai perbankan perlu berhati-hati dalam merestrukturisasi kredit. Kehati-hatian itu diperlukan karena, menurutnya, cashflow atau arus kas perbankan saat ini terganggu karena dampak virus Corona atau Covid-19.
"Fakta bahwa cashflow bank pasti terganggu, tapi acconting earning terlihat masih relatif baik karena relaksasi. Nah itu, yang namanya kredit rating, financial market analyst, mereka akan melakukan adjustment (penilaian) sendiri. Jadi saya sampaikan bahwa tetap harus prudent melakukan restrukturisasi-restrukturisasi," kata Mirza dalam diskusi virtual, Selasa, 19 Mei 2020.
Dia menuturkan Otoritas Jasa Keuangan mencatat data restrukturisasi meningkat terus, di mana saat ini mencapai Rp 391 triliun. Sedangkan total kredit perbankan Indonesia Rp 5.400-5.500 triliun. Dia melihat ada beberapa data perbankan yang dalam satu bulan peningkatan restrukturisasi bisa baik beberapa kali lipat.
Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia itu, memandang memang kondisi PSBB atau kondisi ekonomi yang berhenti seperti ini membuat semua sektor terkena dan itu menggulung cukup cepat. Sehingga memang perlu ada program-program stimulus dari otoritas fiskal, moneter, maupun pelonggaran-pelonggaran aturan.
Kendati regulator boleh melonggarkan aturan supaya bank bisa menunjukan acconting earning atau reporting earning yang lebih baik, tetapi financial market, kredit analyst yang memberikan kredit kepada bank dan rating agency, mempunyai hitungan sendiri.
Pemberi kredit bank itu, kata dia akan melakukan hitungan sendiri apakah sebenarnya bagaimana kinerja keuangan bank tanpa dan dengan adanya relaksasi.
"Jadi bisa saja nanti ada restrukturisasi-restrukturisasi yang kemudian tidak sesuai dengan relaksasi aturan, maka kemudian itu tentu ya artinya harus di-reverse," ujarnya.
Mirza juga menuturkan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek atau PLJP Bank Indonesia tidak mudah diakses perbankan, karena yang bisa akses hanya bank yang sehat.
Bank yang sudah 'batuk' atau likuidtas menipis itu, bantuan dari bank sentral tidak bisa diakses.
"Karena aturan PLJP ketat sekali. Jika PLJP tidak bisa diakses perbankan, maka restrukturisasi harus dilakukan berhati, karena restu mempengaruhi cash flow juga dan bank harus berhati-hati menjaga level likuiditasnya," kata Mirza.
HENDARTYO HANGGI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini