Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kasus Kelangkaan Minyak Goreng, Sawit Watch Ajukan Banding Atas Kekeliruan Putusan PTUN

Sawit Watch mengajukan banding terhadap putusan PTUN dalam kasus kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.

7 Januari 2023 | 15.00 WIB

Pekerja memuat tandan buah kelapa sawit untuk diangkut dari tempat pengumpul ke pabrik CPO di Pekanbaru, provinsi Riau, 27 April 2022. Jokowi terpaksa mengambil kebijakan ini karena kelangkaan dan melonjaknya harga minyak goreng yang tak kunjung selesai hingga empat bulan lamanya. REUTERS/Willy Kurniawan
Perbesar
Pekerja memuat tandan buah kelapa sawit untuk diangkut dari tempat pengumpul ke pabrik CPO di Pekanbaru, provinsi Riau, 27 April 2022. Jokowi terpaksa mengambil kebijakan ini karena kelangkaan dan melonjaknya harga minyak goreng yang tak kunjung selesai hingga empat bulan lamanya. REUTERS/Willy Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sawit Watch mengajukan banding terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam kasus kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. PTUN melalui putusan perkara nomor 150/G/TF/2022/PTUN.JKT tertanggal 15 Desember 2022 menyatakan Gugatan Penggugat tidak diterima, dengan pertimbangan beberapa alasan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo—sebagai penggugat—mengatakan pengajuan banding tersebut didukung aliasi masyarakat sipil Elsam, Greenpeace Indonesia, Public Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia, Perkumpulan HuMa, dan Walhi Nasional. Menurut dia, kekeliruan hakim menyimpulkan tentang objek gugatan ini akan berdampak besar karena membuka kemungkinan hal serupa terjadi lagi di masa depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tata kelola hulu ke hilir industri sawit harus segera dibenahi untuk mencegah potensi pelanggaran hak asasi manusia lebih besar lagi,” ujar dia lewat keterangan tertulis pada Sabtu, 7 Januari 2023.

Adapun alasan PTUN menyatakan gugatan tidak diterima yakni karena pertama, objek gugatan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dikecualikan sebagai objek sengketa dalam Kompetensi Absolut Tata Usaha Negara (TUN). Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Kedua, objek gugatan tidak termasuk kualifikasi keputusan tata usaha negara yang mencakup tindakan faktual (tindakan Administrasi Pemerintahan). Serta ketiga, objek gugatan tidak termasuk sebagai objek sengketa tata usaha negara, dan Pengadilan TUN tidak berwenang mengadli perkara (Kompetensi Absolut).

Tim kuasa hukum dari Pilnet Judianto Simanjuntak menilai majelis hakim PTUN keliru. Menurut dia, PTUN salah menyimpulkan dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa objek gugatan penggugat merupakan produk hukum dari Para Tergugat (Menteri  Perdagangan dan Presiden) yaitu  merupakan pengaturan yang bersifat umum. 

Objek gugatan yang merupakan ruang lingkup kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara, kata Judianto, tidak terbatas hanya pada sebuah penetapan tertulis saja (Surat Keputusan). “Tetapi juga sebuah tindakan faktual, baik melakukan atau tidak melakukan sesuatu oleh pejabat Tata Usaha Negara seperti halnya objek gugatan penggugat,” ucap dia.

Selanjutnya: Penggugat mengklasifikasikan objek gugatan ...

Penggugat, Judianto berujar, mengklasifikasikan objek gugatan sebagai sebuah tindakan faktual atau tindakan administrasi pemerintahan. Hal itu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun) Jo Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan Jo Peraturan Mahkamah Agung No  2 tahun 2019. 

Oleh karena itu, dia menambahkan, penggugat keberatan atas argumentasi maupun pertimbangan hukum dari majelis hakim PTUN. Larena hal itu merupakan kekeliruan majelis hakim yang dengan sengaja menafsirkan objek gugatan penggugat secara kabur. 

“Oleh karena itu penggugat menilai majelis hakim PTUN telah salah dan keliru menyatakan objek gugatan tidak termasuk sebagai objek sengketa tata usaha negara, dan menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadli perkara (Kompetensi Absolut),” tutur Judianto.

Sekar Banjaran Aji dari Greenpeace Indonesia menjelaskan dengan usaha banding dalam perkara ini, merupakan kesempatan kedua majelis hakim PTUN membuka diri untuk melanjutkan memeriksa dan mempertimbangkan substansi perkara (pokok perkara). Seharusnya, kata dia, majelis hakim dapat secara jernih mempertimbangkan substansi perkara (pokok perkara).

“Yaitu persoalan distribusi minyak goreng yang tidak terlepas dari aspek-aspek administratif berupa kecacatan administratif dan tindakan oleh Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dalam hal ini perlu diuji dalam persidangan di pengadilan,” ucap Sekar.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini. 

M. Khory Alfarizi

Alumnus Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Bergabung di Tempo pada 2018 setelah mengikuti Kursus Jurnalis Intensif di Tempo Institute. Meliput berbagai isu, mulai dari teknologi, sains, olahraga, politik hingga ekonomi. Kini fokus pada isu hukum dan kriminalitas.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus