Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan pemerintah berencana menghentikan impor bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura. Ia menyoroti bahwa lebih dari separuh atau sekitar 54 persen total impor BBM Indonesia berasal dari negara tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Singapura bukan produsen minyak, tapi kita malah membeli dari sana," kata Bahlil dalam diskusi bertema Arah Kebijakan Geostrategi dan Geopolitik Indonesia yang diselenggarakan DPP Partai Golkar di Jakarta, Kamis, 8 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahlil juga mengungkapkan bahwa sekitar 34 persen BBM yang diproduksi Singapura dipasarkan ke Indonesia, meskipun negara itu tidak memiliki cadangan minyak signifikan. Ia menilai situasi tersebut sebagai kelemahan strategi energi nasional. "Harga BBM dari Singapura setara dengan harga dari Timur Tengah. Ini bukan hal yang patut dibanggakan. Karena itu, saya putuskan bahwa dalam enam bulan ke depan, Indonesia harus menghentikan impor BBM dari Singapura,” ujarnya.
Dosen Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai rencana pemerintah menyetop impor BBM dari Singapura sebagai langkah keliru. Sebab, kata Fahmy, rencana impor BBM tidak rasional secara ekonomi dan justru berpotensi merugikan Indonesia.
Fahmy berpendapat rencana itu juga mengabaikan realitas rantai pasok dan efisiensi energi. Ia menjelaskan, BBM dari Singapura telah melalui proses blending di kilang mereka sehingga sesuai dengan kebutuhan domestik, terutama jenis seperti Pertalite yang tidak dijual di pasar global. “Kalau kita impor dari Amerika atau negara lain, belum tentu bisa sesuai spesifikasinya, apalagi ongkos kirimnya lebih mahal,” ujar Fahmy saat dihubungi, Senin, 12 Mei 2025.
Fahmy mengatakan, sebenarnya BBM yang diimpor dari Singapura merupakan hasil pengolahan dari minyak mentah dari kawasan Timur Tengah. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa negara tersebut menjadi eksportir BBM terbesar di Indonesia. “Singapura memang tidak punya cadangan minyak, tapi mereka punya kilang canggih dan infrastruktur yang lengkap. Itu sebabnya BBM dari sana bisa memenuhi spesifikasi kilang kita,” kata Fahmy.
Lebih lanjut, dosen UGM tersebut menduga wacana pengalihan impor BBM ini tak lepas dari tekanan dagang Amerika Serikat, terutama sejak era Presiden Donald Trump. “Amerika ingin menekan defisit perdagangan dengan Indonesia. Karena tidak mungkin kita impor mobil atau produk manufaktur, maka minyak menjadi sasaran,” ujarnya.
Dari sisi ekonomi, Fahmy mengatakan bahwa rencana ini keliru. “Kalau dihitung dari aspek cost and benefit, lebih besar ruginya. Belum lagi risiko rantai pasok yang terganggu,” katanya.
Sementara itu, Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI) Mulyanto mengatakan Bahlil harus mempertimbangkan dengan cermat rencana menyetop impor BBM dari Singapura. Ia berujar, perlu kajian secara teknis maupun ekonomis. “Tidak boleh sekedar berbasis etno-nasionalis yang berlebihan,” kata Mulyanto melalui keterangan yang diterima Tempo pada Jumat, 9 Mei 2025.
Menurutnya, hal tersebut dapat menimbulkan anggapan publik ini hanya sekadar akal-akalan untuk meningkatkan bargain politik komoditas dalam rangka 'ganti pemain' para mafia impor minyak. "Publik menilai ini hanya sekedar akal-akalan saja," ujarnya.
Anggota Komisi Energi DPR RI periode 2019-2024 itu mengatakan letak Singapura yang dekat dengan Indonesia menjadi kelebihan. Secara respirokal, Singapura juga mengimpor gas dan listrik dari Indonesia. Kemudian dari segi kapasitas, Singapura memiliki kilang minyak mentah berkapasitas 1,5 juta barel per hari alias lebih tinggi ketimbang kilang Indonesia yang hanya 1 juta barel per hari. Selain itu, ujar Mulyanto, harga minyak di sana relatif kompetitif. “Pertamina dapat membuka harga impor ke publik agar semakin transparan,” ujar dia.
Namun terlepas dari hal tersebut, Mulyanto mengatakan pemerintah harus meningkatkan lifting minyak yang terus merosot. Selain itu, memperbaiki kilang-kilang minyak nasional. Menurut dia, langkah ini menjadi upaya konkret untuk mengurangi ketergantungan impor BBM.