Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kemendag Endus Impor Baja Ilegal, Krakatau Steel: Negara Rugi Rp 3,35 Triliun per Tahun

Direktur Krakatau Steel dan Ketua Cluster Flat Product IISIA Melati Sarnita angkat bicara soal kergian negara akibat praktik impor baja ilegal.

29 Juli 2022 | 08.30 WIB

Dua pekerja mengamati proses produksi baja di PT Gunung Steel Group di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, 26 Februari 2015. Penyerapan tenaga kerja di industri baja sebanyak 200.000 orang. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Dua pekerja mengamati proses produksi baja di PT Gunung Steel Group di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, 26 Februari 2015. Penyerapan tenaga kerja di industri baja sebanyak 200.000 orang. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Komersial PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Melati Sarnita angkat bicara soal dugaan praktik impor baja ilegal yang disampaikan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Melati menyebutkan saat ini masih banyak pelaku usaha yang melakukan praktik impor baja ilegal. Hal tersebut yang berpengaruh besar pada kinerja industri baja nasional. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Banyak impor baja yang diindikasi dilakukan secara unfair seperti dumping dan circumvention (pengalihan pos tarif)," ujar Melati ketika dihubungi Tempo, Rabu, 27 Juli 2022.

Ketua Klaster Flat Product dari Asosiasi Besi dan Baja Indonesia (IISIA) menjelaskan, impor baja ilegal juga menimbulkan kerugian negara. Sebab, pengalihan pos tarif memungkinkan pengusaha tak perlu membayar bea masuk produk yang diimpor.

Bea masuk umum atau Most Favoured Nation (MFN) dan bea masuk trade remedies adalah dua di antara contohnya tarif yang harus dibayar. Dengan tak membayar bea masuk itu, kata Melati, potensi pendapatan negara bisa hilang.

Ia lalu mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan rata-rata nilai impor baja paduan dari seluruh negara untuk produk baja canai panas atau HRC, plate, CRC/S, WR, bar, section, dan coated sheet selama tahun 2016 hingga 2021 sebesar US$ 1,67 miliar per tahun.

Kalangan pengusaha memperkirakan sebanyak 90 persen dari produk impor itu masuk dengan tak membayar bea masuk lewat praktik circumvention. Dengan begitu, hitungan potensi kerugian negara bisa dihitung dengan mengalikan nilai impor US$ 1,5 miliar dengan Bea Masuk MFN sebesar 15 persen yakni US$ 225,7 juta.

BIla dirupiahkan, kata Melati, kerugian negara bisa mencapai Rp 3,35 triliun per tahun (asumsi kurs Rp 14.850 per dolar AS).

Menurut Melati, praktik ilegal itu terjadi lantaran impor baja yang masuk ke pasar dalam negeri turut mengisi pangsa pasar yang seharusnya dapat dipenuhi oleh produk dalam negeri. Dengan kondisi ini, pangsa pasar produsen baja domestik menjadi terus tergerus oleh produk impor dengan harga murah atau predatory pricing. Akibatnya, terjadi kerugian dan penurunan utilisasi produsen baja nasional.

Oleh karena itu, kata Melati, industri baja nasional telah mengajukan berbagai upaya dalam rangka pengendalian impor produk baja ilegal. Salah satunya untuk produk HRC, pengusaha domestik telah berhasil mengajukan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD).

Berikutnya, menurut dia, yang perlu menjadi perhatian dan segera dilakukan untuk mengendalikan impor baja adalah pembentukan neraca komoditas baja. Neraca komoditas itu diharapkan bisa menjadi instrumen pengawasan yang transparan. Salah satu bentuk akhirnya adalah diharapkan diketahui produk-produk apa saja yang telah diproduksi oleh produsen baja nasional, dan produk tersebut tak lagi diberikan izin impor oleh pemerintah.

Sebelumnya Menteri Zulkifli Hasan menyatakan pihaknya tengah bersiap memberantas praktik impor baja ilegal. "Tunggu tanggal mainnya, ada beberapa pelaku baja ilegal kita akan sikat!" ujarnya usai melepas ekspor baja ke Selandia Baru dari PT Gunung Raja Paksi (GRP) di Bekasi, Rabu, 26 Juli 2022.

Tapi kala itu ia enggan menjelaskan lebih lanjut perihal pelaku baja ilegal yang akan diperiksa dan berapa besar kerugian negara akibatnya. "Saya tahu, memang baja harus didukung," ucapnya. 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus