Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian merilis Agriculture War Room (AWR) atau ruangan berisi sejumlah alat pemantau yang berfungsi memperbarui data pertanian di Indonesia secara berkala. Data yang dihasilkan oleh sistem di ruangan ini meliputi luas lahan baku sawah, pasokan pupuk, hingga luas panen.
"Ini langkah kami untuk mengupdate data pertanian. Semua potensi bisa kita lihat dari sini," ujar Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa, 4 Februari 2020.
Dalam pembangunan ruangan AWR, Kementerian Pertanian telah bekerja sama dengan kementerian dan lembaga lainnya. Di antaranya Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Badan Pusat Statistik, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dan Badan Informasi Geospasial (BIG).
Adapun ruangan ini dilengkapi oleh citra satelit yang dapat merekam pelbagai objek, seperti luas lahan. Syahrul mengatakan, melalui teknologi yang disematkan dalam ruangan AWR ini, kementeriannya juga dapat mendata efektivitas dalam menghasilkan produk-produk pertanian.
Syahrul mengumpamakan ruangan AWR ini sebagai ruang kontrol yang mirip dengan The Pentagon, markas Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Gedung itu sekaligus merupakan simbol militer Negeri Abang Sam.
"Jadi ruangan kami ini sama dengan ruang Pentagon di AS. Kami bisa perang dari sini," tuturnya.
Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mengatakan saat ini pemerintah memang perlu memperbaiki sejumlah data lahan, termasuk lahan pertanian. Ia mencontohkan data terkait data luas lahan baku sawah 2018.
Menurut dia, sesuai dengan temuan di lapangan, data lawas itu perlu diperbarui. Sofyan menyatakan, kementeriannya baru-baru ini telah melakukan verifikasi data luas lahan baku sawah berdasarkan pendekatan-pendekatan spasial.
Dari hasil verifikasi lahan baku pertanian oleh tim lima kementerian dan lembaga, Sofyan mengatakan telah diperoleh luasan lahan baku sawah terkini, yakni 7,46 juta hektare. "Dibandingkan data 2018, terjadi penambahan seluas 385 hektare," tuturnya.
Data itu kemudian dituangkan dalam berita acara dan diteken oleh semua pihak yang ikut serta dama pembaruan data. Menurut Sofyan, data tersebut rilis pada 9 Desember 2019.
Sementara itu, dibandingkan pada 2013, terjadi pengurangan sebesar 287 hektare akibat konversi. "Lalu ada penambahan-penambahan lain sehingga netnya dibandingkan dengan 2019 berkurang menjadi 287 ribu hektare," ucapnya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini