Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Ramainya pemberitaan soal rencana kenaikan harga BBM bersubsidi di awal September menyebabkan masyarakat mengalami apa yang dikenal sebagai panic buying.
Di beberapa daerah, masyarakat berbondong-bondong mengantre di SPBU untuk membeli BBM sebelum harganya naik. Antrean panjang terjadi di hampir semua SPBU di Kota Padang, Sumatera Barat, pada Rabu, 31 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fenomena panic buying ini bukanlah kali pertama terjadi di tengah masyarakat Indonesia. Lalu, Apakah fenomena panic buying ini sudah lazim dan menjadi perilaku khas di Indonesia?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Santer beredar kabar harga BBM jenis Pertalite dan Solar akan naik per hari ini Kamis, 1 September 2022. Irto berpendapat, antrean konsumen BBM itu lebih disebabkan kekhawatiran terhadap rencana kenaikan harga BBM bersubsidi ini. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting kepada Tempo mengatakan, masyarakat panik lantaran Pertamina belum ada arahan dari pemerintah untuk membatasi penyaluran BBM bersubsidi.
Perlu diketahui, sebenarnya selama ini kita salah menyebut fenomena kekhawatiran masyarakat berbondong-bondong untuk membeli barang sebelum harganya naik sebagai panic buying.
Peneliti dari Departemen Ilmu Manajemen, Universitas Kota Hong Kong, Biying Shou, panic buying merupakan perilaku konsumen membeli produk dalam jumlah besar untuk menghindari kelangkaan di masa depan, dan bukan karena harganya yang naik.
Salah satu fenomena panic buying yang pernah terjadi di Indonesia adalah saat masyarakat berbondong-bondong memborong masker kala Pandemi Covid-19. Bukan karena harga masker yang bakal naik, tetapi lantaran prediksi masker menjadi langka karena banyak dicari. Kemudian masyarakat berupaya membeli banyak agar memiliki stok dan tidak kehabisan. Lalu mengapa perilaku masyarakat ramai-ramai membeli BBM akhir-akhir ini bukan merupakan perilaku panic buying?
Faktor pendorong masyarakat membeli BBM belakangan adalah disebabkan adanya pemberitaan terkait kenaikan harga. Padahal menurut Irto, stok BBM bersubsidi dipastikan masih mencukupi di terminal-terminal SPBU yang ada.
Artinya tidak terjadi kelangkaan barang. Kondisi ini, sebagaimana merujuk pendapat ekonom Pascal Courty, disebut sebagai fenomena buying frenzies, yaitu fenomena masyarakat cenderung membeli barang dengan tujuan mengantisipasi kenaikan harga.
Namun terkadang fenomena panic buying dan buying frenzies terjadi bersamaan. Masyarakat berbondong-bondong memborong barang karena kelangkaan barang dan juga karena harganya yang terus naik.
Pada Maret 2022 lalu misalnya, terjadi kelangkaan minyak goreng di Tanah Air. Masyarakat kemudian mengalami panic buying dan membeli minyak goreng dalam jumlah banyak. Selain faktor untuk persediaan di masa mendatang, mereka memborong minyak goreng dalam upaya mengantisipasi harganya yang terus melonjak. Kabar kenaikan harga BBM memicu kegelisahaan itu berulang.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga : Kepala BPS Ingatkan Dampak Lanjutan Kenaikan Harga BBM ke Inflasi
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.