Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ketahui Soal PHI untuk Perselisihan Hubungan Industrial, Apa Lagi Selain Tangani Perkara PHK?

Pada 2005 Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mulai berlaku di Indonesia menangani perselisihan hubungan industrial, seperti PHK.

14 Mei 2024 | 10.14 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Perkembangan era industrial memantik perselisihan hubungan industrial yang semakin kompleks. Hal tersebut akhirnya membutuhkan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau PPHI yang cepat, tepat, dan adil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari buku berjudul Hukum Acara Khusus Pada Pengadilan Hubungan Industrial (2014) disebutkan bahwa Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mulai berlaku di Indonesia pada 2005. PHI sendiri merupakan peradilan khusus yang berada di Pengadilan Negeri. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peradilan khusus ini hanya menangani perkara khusus, yaitu perselisihan hubungan industrial, yang terdiri dari perkara-perkara perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja dan perselisihan antar serikat pekerja. Peraturan ini mulai diundangkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 

Pada Pasal 59 disebutkan bahwa PHI dibentuk pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang berada di setiap Ibu Kota Provinsi yang daerah hukumnya meliputi Provinsi yang bersangkutan.

Dilansir dari laman Mahkamah Agung Pengadilan Negeri Aceh, sebelum UU Nomor 2 Tahun 2004 sudah ada aturan yang mengurus perihal PPHI. Aturan tersebut tertuang dalam UU Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan UU Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta. 

Jurnal karya Benri Sitinjak dan Ediwarman (2014) menyebutkan bahwa pembentukan pengadilan khusus seperti PHI dibenarkan menurut Pasal 14 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 

Adapun, hukum acara yang digunakan dalam PPHl adalah hukum acara perdata umum yang berlaku dalam persidangan perkara perdata yakni Herziene Inlandsch Reglement (HIR) dan Rechtreglement voor de Buitengewesten (RBg), kecuali terhadap sesuatu hal yang diatur khusus di UU Nomor 2 Tahun 2004. 

PPHI di luar pengadilan merupakan penyelesaian wajib yang harus ditempuh para pihak sebelum para pihak menempuh penyelesaian melalui PHI.Penyelesaian perselisihan di luar pengadilan mengutamakan musyawarah untuk mufakat. 

Perselisihan di bidang hubungan industrial yang selama ini dikenal menyangkut hak yang telah ditetapkan, atau mengenal keadaan ketenagakerjaan yang belum ditetapkan baik dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama maupun peraturan perundang-undangan.

Sebelumnya, UU Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dianggap tidak efektif untuk mencegah serta menanggulangi kasus-kasus PHK. Hal ini disebabkan karena hubungan antara buruh dan pengusaha merupakan hubungan yang didasari oleh kesepakatan para pihak untuk meningkatkan diri dalam suatu hubungan kerja. 

Ketika salah satu pihak tidak menghendaki lagi untuk terikat dalam hubungan kerja tersebut, maka sulit bagi para pihak untuk tetap mempertahankan hubungan yang harmonis. Oleh karena itu perlu dicari jalan keluar yang terbaik bagi kedua belah pihak untuk menentukan bentuk penyelesaian. PHI berperan penting untuk menyelesaikan kasus-kasus PHK. 

Selanjutnya, UU Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yang selama ini digunakan sebagai dasar hukum PPHI dirasa  tidak dapat lagi mengakomodasi perkembangan yang terjadi. Akibatnya, hak buruh perseorangan belum terakomodasi untuk menjadi pihak dalam perselisihan hubungan industrial.

Sementara PHI, berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka tata cara yang berlaku adalah sama dengan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara yang dilakukan oleh Panitera dan Juru Sita dipimpin oleh Ketua Pengadilan. 

Hal ini setidaknya dapat menepis keraguan buruh jikalau putusan inkracht tersebut akan bersifat hampa (illusoir) karena perangkat hukum tersebut sudah sangat jelas. Terutama adanya kewenangan Majelis Hakim Pengadilan Industrial atas dasar permohonan para pihak untuk menjatuhkan putusan sela maupun sita jaminan (conservatoir beslag) bahkan penerapan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) yang akan lebih memuluskan jalan proses eksekusi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus