Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Perdagangan kripto tertekan berbagai faktor ekonomi global.
Harga Bitcoin kembali loyo setelah menguat selama enam bulan.
Pemerintah yakin perdagangan kripto bakal membaik.
JAKARTA - Bursa kripto Indonesia akhirnya berdiri di tengah kondisi perdagangan kripto yang volumenya kian menurun. Kendati menunjukkan tren meningkat dibanding pada awal tahun, kapitalisasi pasar kripto global yang pada kemarin malam sebesar US$ 1,2 triliun masih jauh di bawah kondisi puncak pada November 2021 yang mencapai US$ 2,97 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Momentum peluncuran bursa kripto kurang tepat karena volume perdagangan aset kripto secara global sebenarnya sedang turun. Harga Bitcoin memang sudah kembali ke tingkat Mei 2022, tapi masih jauh dari puncak," ujar Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menyitir CoinMarketCap, harga Bitcoin pada perdagangan kemarin malam berada di kisaran US$ 29.070 per koin. Harga tersebut meningkat cukup tinggi dibanding pada awal tahun ini yang sebesar US$ 16.547 per koin. Harga Bitcoin tertinggi terjadi pada 9 November 2021, yakni sebesar US$ 67.617 per koin. Bitcoin menjadi koin kripto dengan kapitalisasi terbesar, yaitu sekitar 48,5 persen pada 23 Juli 2023, diikuti Ethereum 18,82 persen, Tether USD 7,03 persen, BNB 3,11 persen, dan XRP 3,23 persen.
Bhima mengatakan saat ini perdagangan aset digital seperti kripto tengah tertekan karena berbagai faktor, dari resesi global, perang Rusia-Ukraina, hingga kenaikan suku bunga di berbagai negara. "Jadi, banyak pilihan investasi yang imbal hasilnya berbasis bunga yang lebih menarik ketimbang kripto," kata dia. Kendati tengah lesu, ia melihat saat ini masih ada penerbitan koin kripto alternatif, walaupun tidak semasif beberapa tahun lalu. "Era-era koin artis sudah berakhir. Sekarang artis yang menerbitkan koin sudah tidak ramai lagi."
Ilustrasi koin kripto, 8 Juni 2023. REUTERS/Dado Ruvic
Trader external Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, mengatakan, dalam enam bulan pertama tahun ini, Bitcoin sempat mengalami kenaikan harga yang didorong oleh sentimen positif beberapa pengajuan aplikasi ETF Bitcoin. Namun, setelah menanjak selama enam bulan, harga aset kripto tersebut cenderung mengalami periode stagnasi pada kisaran US$ 29.000-31.500. "Ke depan, ada kemungkinan akan diperdagangkan sideways atau downward," kata Fykieh pada Jumat pekan lalu.
Menurut Fyqieh, ada beberapa penyebab utama penurunan pasar kripto, khususnya Bitcoin. Pertama, laporan pemerintah Amerika Serikat yang kembali menjual Bitcoin hasil sitaan Silk Road. Analis data on-chain CryptoQuant, kata dia, telah memberikan bukti bahwa pemerintah AS menjual 8.200 Bitcoin tambahan.
Sentimen kedua, Fyqieh melanjutkan, adalah Nasdaq—bursa saham AS—mengumumkan akan membatalkan rencana peluncuran layanan kustodi mata uang kripto. Lini bisnis baru ini sebelumnya dijadwalkan diluncurkan pada kuartal kedua tahun ini. Berita tersebut dianggap menjadi pukulan signifikan di tengah pemulihan industri kripto AS. Ada pula sentimen negatif dari sengketa antara Komisi Sekuritas dan Bursa AS (U.S. Securities and Exchange Commission atau SEC) serta perusahaan kripto Ripple.
"Reaksi pasar menunjukkan investor kripto kembali memasuki posisi wait and see melihat situasi sentimen akhir-akhir ini," kata dia. Ia mengatakan perlu ada pertimbangan dan pendorong untuk kembali menggerakkan pasar ke arah positif. "Jadi, meskipun harga Bitcoin tampak tertutup dalam jangka pendek, penurunan saat ini dapat memberikan tekanan ke bawah yang minimal."
Ilustrasi koin kripto, 22 Juni 2023. Reuters/Costfoto/NurPhoto
Praktisi investasi, Desmond Wira, sepakat momentum pembentukan bursa kripto sudah terlambat karena minat masyarakat sudah turun terhadap instrumen kripto. Buktinya, pada Mei lalu, nilai transaksi kripto di Indonesia turun 23,8 persen dibanding pada sebulan sebelumnya, dari kisaran Rp 10 triliun menjadi Rp 8 triliun. Hadirnya bursa kripto, kata dia, tidak bakal berpengaruh terhadap minat investor terhadap kripto. "Pasti masih tetap lesu selama sentimen positif, terutama dari luar negeri, tidak ada." Hanya, ia mengatakan, hadirnya bursa kripto setidaknya menambah aspek keamanan bagi pelaku pasar.
Meski demikian, Desmond menyadari bahwa adanya bursa ini bisa saja menambah biaya pada transaksi kripto. Ia mengatakan komponen biaya ini harus diatur agar tidak terlalu besar sehingga bursa di Indonesia tetap bisa kompetitif dibanding platform perdagangan kripto di luar negeri. "Kalau hal ini tidak diperhatikan, ya, sama saja. Nanti tidak ada gunanya, malah membebani nasabah," ujar dia.
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Didid Noordiatmoko, sadar bahwa saat ini perdagangan aset kripto tengah lesu. Namun ia melihat masih tercatat penambahan jumlah pelanggan aset kripto sebanyak 141,8 ribu orang pada Juni 2023. Hal ini, menurut dia, menunjukkan minat masyarakat berinvestasi di perdagangan aset kripto terus tumbuh. Hingga Juni lalu, jumlah pelanggan aset kripto terdaftar sebanyak 17,54 juta orang.
Di sisi lain, Didid melihat semakin banyak perusahaan yang mulai mengintegrasikan teknologi blockchain dalam usahanya, seperti Meta, Google, dan Twitter. "Hal ini membuktikan bahwa ke depan, perkembangan perdagangan fisik aset kripto masih cukup menjanjikan,” kata Didid.
CAESAR AKBAR | KHORY ALFARIZI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo