Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Laba Perusahaan Melonjak 161 Persen, Ini Penjelasan Plt Dirut PLN

PLN mencatatkan pertumbuhan laba hingga Rp 7,14 triliun atau 161 persen sepanjang 2018 menjadi Rp 11,58 triliun.

30 Mei 2019 | 18.05 WIB

Sejumlah pekerja PLN  memperbaiki jaringan listrik. TEMPO/Fahmi Ali
Perbesar
Sejumlah pekerja PLN memperbaiki jaringan listrik. TEMPO/Fahmi Ali

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN mencatatkan pertumbuhan laba hingga Rp 7,14 triliun atau 161 persen sepanjang 2018, dari semula Rp 4,42 triliun pada tahun lalu menjadi Rp Rp 11,575 triliun. Di sisi lain, pendapatan PLN naik Rp 17,602 triliun atau sekitar 6,8 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keterangan ini terdapat di dalam laporan keuangan PLN yang diteken oleh dua pimpinan perusahaan listrik negara ini pada Sabtu 18 Mei 2019. Keduanya yaitu Pelaksana Tugas Direktur Utama Muhammad Ali dan Direktur Keuangan Sarwono Sudarto. Ali menjadi Pelaksana Tugas Dirut karena Dirut PLN sebelumnya Sofyan Basyir tengah terjerat kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam laporan ini, PLN sebenarnya mencatatkan rugi usaha sebesar Rp 35 triliun. Namun, sejumlah komponen membuat kerugian ini berbalik menjadi keuntungan, yaitu seperti subsidi listrik dari pemerintah sebesar Rp 48,1 triliun dan pendapatan kompensasi sebesar Rp 23,173 triliun. Pendapatan kompensasi ini tak ada di tahun 2017.

Dengan demikian, PLN berbalik mendapatkan laba usaha dengan adanya kedua komponen ini menjadi Rp 35,98 triliun. Jumlah ini juga bertambah dengan penghasilan lain-lain bersih sebesar Rp 15,66 triliun dan penghasilan keuangan Rp 804 miliar.

Sehingga, total laba usaha PLN menjadi Rp 52,45 triliun. Jumlah itu masih harus dikurangi dengan beban pajak, beban keuangan, dan kerugian kurs. Barulah, akhirnya muncul laba PLN sebesar Rp 11,58 triliun.

Lebih lanjut, pendapatan atau piutang kompensasi sejatinya merupakan piutang atas kompensasi dari pemerintah atas penggantian Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik. Penggantian ini ditujukan untuk beberapa golongan pelanggan yang tarif penjualan tenaga listriknya lebih rendah dibandingkan BPP, dan belum diperhitungkan dalam subsidi yang diakui sebagai pendapatan atas dasar akrual.

Plt Dirut PLN saat ini, Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan, pendapatan kompensasi ini berbeda sebenarnya belum diterima oleh PLN, namun tetap bisa masuk ke dalam pos pendapatan. “Kan gini, kalau saya udah janji, kan negara jadi ngutang. Negara punya kewajiban,” kata Djoko saat ditemui di acara Mudik Gratis 2019 oleh Kementerian BUMN di Kompleks Gelora Bunga Karno (GBK), Senayan, Kamis, 30 Mei 2019.

Djoko tak mempersoalkan pendapatan yang belum dibayarkan tersebut. “Misalnya saya utang 10, ya dihitung. Kan listriknya sudah dinikmati, tapi uangnya belum bayar. Semuanya equal, kami catat itu kewajiban,” kata dia.

Selain dari subsidi dan kompensasi, peningkatan juga terjadi pada penghasilan lain-lain bersih di PLN. Pada tahun 2017, jumlahnya hanya Rp 3,4 triliun, lalu meningkat Rp 12,25 triliun atau hampir 359 persen menjadi Rp 15,663 triliun.

Kenaikan di pos ini terjadi karena adanya pendapatan dari piutang pemerintah sebesar Rp 7,45 triliun yang tidak di 2017. Lalu penyesuaian harga pembelian bahan bakar dan pelumas sebesar Rp 4 triliun yang pada tahun lalu hanya Rp 688 miliar.

Simak berita lainnya terkait PLN di Tempo.co.

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus