Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Lahan Food Estate Dinilai Belum Subur sehingga Gagal Panen, Kementan: What Do You Expect?

Kementerian Pertanian (Kementan) tak menampik lahan food estate Humbang Hasundutan, Sumatera Utara belum optimal untuk ditanami komoditas hortikultura.

30 Januari 2023 | 15.21 WIB

Dukung Food Estate, Kementan Tambah Lahan Baru di Kecamatan Dadahup | Foto: dok.Kementan
Perbesar
Dukung Food Estate, Kementan Tambah Lahan Baru di Kecamatan Dadahup | Foto: dok.Kementan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) tak menampik lahan food estate Humbang Hasundutan, Sumatera Utara belum optimal untuk ditanami komoditas hortikultura. Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto mengungkapkan timnya terpaksa melakukan seluruh pembukaan lahan dan pengkondisian tanah dalam waktu yang singkat sehingga kesuburan tanah tidak seperti yang diharapkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Musababnya, megaproyek lumbung pangan itu dimulai pada pertengahan tahun, alhasil Kementan mempercepat pembukaan 215 lahan baru dan pengkondisian tanah menjadi kurang dari enam bulan, yakni dari Agustus hingga Desember 2020. Hal itu demi menyelesaikan realisasi anggaran 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kan memang waktunya anggaran begitu, enggak bisa loncat tahun. Jadi ya itu tanah kayak gini. What do you expect?" ujarnya saat ditemui Tempo di Dolok Sanggul, Sumatera Utara pada Kamis, 26 Januari 2023. 

Padahal, menurut Prihasto, tanah di Kabupaten Humbang Hasundutan itu seharusnya disiapkan lebih lama hingga beberapa tahun. Alhasil, petani food estate di Desa Siria-ria, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan mengalami gagal panen saat penanaman bawang putih pada tahap pertama dua tahun yang lalu. 

Irma Suryani Lumban Gaol, salah satu petani lumbung pangan, mengungkapkan kegagalan panen pada tahap pertama itu membuat para petani kesulitan modal untuk menanam kembali di musim tanam berikutnya. Akhirnya, menurutnya, sebagian besar petani meninggalkan lahannya hingga terbengkalai menjadi semak belukar. 

Adapun dari 215 hektare lahan yang dibuka  untuk megaproyek food estate di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, Kementan mengklaim 146 hektare di antaranya sudah berhasil ditanam masyarakat. Tetapi berdasarkan pengamatan Tempo, separuh lahan food estate di Desa Siria-ria, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan terlihat menjadi lahan terlantar berupa semak belukar. 

Selanjutnya: Saat dimintai konfirmasi....

Saat dimintai konfirmasi soal terbengkalainya lahan food estate tersebut, Prihasto enggan berkomentar lebih lanjut. "Tanya petaninyalah. Masak tanya sama kami. Itu yang saya enggak suka. Jangan ditanyakan terus sama kami, tanya sama petani," ujar Prihasto.

Kendala modal untuk menanam kembali lahan tersebut, menurut Prihasto, hanya dalih petani. Ia berkukuh tak ada gagal panen. Dia mengklaim pada tahap pertama rata-rata petani memanen bawang putih sekitar 2,7 ton kalau bawang putih. Kalau 2,7 ton dijual dengan harga Rp 10.000 per kilogram, tuturnya, maka seharusnya petani bisa mengolah lahannya kembali pada musim tanam berikutnya dengan hasil penjualan itu.

Meski demikian, ia mengaku sudah mengetahui dengan kondisi tanah seperti itu kemungkinan besar terjadi gagal panen, khususnya pada penanaman komoditas hortikultura seperti bawang putih dan bawang merah. Kendati sudah mengetahui besarnya potensi kegagalan panen dalam proyek itu, ia kembali mengungkapkan bahwa pihaknya terdesak untuk merealisasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. "Enggak ada pertimbangan lain, kami harus menyelesaikannya," tuturnya.

Prihasto menuturkan Kementan memang memberikan rekomendasi pembukaan lahan sebesar 215 hektare dan penanaman bawang putih, bawang merah, dan kentang berdasarkan Survey Investigasi Design (SID). Namun, kata dia, rekomendasi itu hanya akan berhasil apabila dijalankan sesuai dengan syarat yang Kementan ajukan.

"Jadi tetap saja walau SID mengatakan bisa (digarap), bukan seolah-olah sulap. Enggak bisa dipaksakan. Orang harus diajak belajar jalan dulu. Anakmu walaupun makanannya bagus-bagus apa bisa langsung bisa lari? Itu lah analoginya," ucap Prihasto. 

RIANI SANUSI PUTRI 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus