Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
AGRI mempertanyakan penugasan impor gula mentah kepada PTPN III.
Produksi gula belum memenuhi kebutuhan nasional.
Pengusaha mengaku tak dilibatkan dalam penyusunan aturan swasembada gula.
GLORIA Guida Manalu kaget sekaligus bingung. Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) ini puyeng saat mengetahui isi rancangan peraturan presiden tentang percepatan program swasembada gula nasional, khususnya klausul yang mengatur impor gula mentah dan gula konsumsi.
Pasal tentang penugasan pemerintah kepada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III untuk impor gula menjadi pertanyaan besar di benak Gloria, yang memimpin asosiasi berisi 11 produsen gula rafinasi. Apalagi para anggota AGRI selama ini harus mengimpor gula mentah untuk memproduksi gula rafinasi. “Sampai saat ini tidak ada mekanisme jelas dan rinci soal impor yang dilakukan PTPN III,” katanya kepada Tempo, Jumat, 21 Oktober lalu.
Menurut Gloria, pemerintah tidak pernah meminta pendapat AGRI dan asosiasi lain tentang rencana penyusunan regulasi itu. Padahal, dia melanjutkan, penyusunan peraturan presiden itu seharusnya melewati tahap konsultasi publik, termasuk pengusaha.
Dia pun menyitir sejumlah peraturan, seperti Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional serta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 17 Tahun 2022 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi. Aturan itu memuat peran produsen gula rafinasi dalam pemenuhan kebutuhan gula industri ataupun konsumsi. "Dalam aturan terbaru itu tidak ada,” ujarnya.
Pada Januari lalu, Kementerian Perindustrian menyatakan akan menambah kuota impor gula rafinasi jika dibutuhkan. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan rekomendasi izin impor gula rafinasi sebanyak 3,4 juta ton, naik dibanding kuota impor 2021 yang sebanyak 3,1 juta ton. Gula rafinasi digunakan sebagai bahan baku makanan dan minuman hingga industri farmasi. Impor komoditas ini biasanya melibatkan pengusaha, termasuk AGRI.
Namun, dalam rancangan peraturan presiden tentang percepatan swasembada gula yang sedang dimatangkan, pemerintah memberikan penugasan impor gula konsumsi dan industri kepada PTPN III. Meski begitu, secara teknis PTPN III bisa saja bekerja sama dengan badan usaha lain baik milik pemerintah maupun swasta.
Selain PTPN III, entitas yang akan berperan dalam impor dan hal lain yang masuk program percepatan swasembada gula adalah Sugar Co. Ini adalah perusahaan induk atau holding yang membawahkan sejumlah pabrik gula milik negara.
Kepada Tempo, seorang pengusaha gula menyebutkan aturan tentang swasembada gula bukan hal baru. Peta jalan swasembada gula ada sejak 2008, tapi, menurut dia, target-targetnya tak pernah tercapai. "Intensifikasi dan ekstensifikasi produksi tebu dan gula tidak pernah dikawal oleh pemerintah," tuturnya. Belakangan, pemerintah malah menugasi PTPN III mengimpor gula.
Foto udara antrean truk pengangkut tebu di pabrik gula PT Rejoso Manis Indo Blitar, Jawa Timur, 15 Juni 2021. ANTARA/Irfan Anshori
Ketua Umum Dewan Pertimbangan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Soemitro Samadikoen mengatakan pencapaian target program swasembada gula kerap meleset. Dia pun mempertanyakan impor dalam rancangan peraturan presiden tentang swasembada gula karena berpotensi menjadi celah monopoli oleh PTPN III.
Asisten Deputi Bidang Industri Perkebunan dan Kehutanan Kementerian Badan Usaha Milik Negara Rachman Ferry Isfianto mengatakan aturan itu sampai saat ini masih dibahas oleh sejumlah lembaga. Dia menyebutkan beberapa alasan pemerintah menugasi PTPN dan Sugar Co. Salah satunya menjaga ketahanan pangan dan ketahanan energi melalui produksi bioetanol berbahan baku tebu.
Rachman juga mengatakan impor tidak lagi diperlukan saat swasembada gula tercapai. Hal tersebut, menurut dia, bisa terwujud melalui beberapa langkah, seperti perluasan lahan kebun tebu, peningkatan produktivitas dan rendemen tebu, serta pemilihan bibit unggul. "Kita berfokus meningkatkan produksi gula nasional dengan perbaikan off-farm dan on-farm hingga tercapainya swasembada," ucapnya pada Sabtu, 22 Oktober lalu.
•••
CAPAIAN swasembada gula agaknya masih sebatas angan-angan, mengingat impor komoditas ini masih dominan memenuhi kebutuhan industri ataupun rumah tangga. Data Badan Pangan Nasional menyebutkan kebutuhan gula nasional mencapai 7,3 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4 juta ton harus diimpor. Adapun dari kebutuhan gula konsumsi sebanyak 3,2 juta ton setahun, hanya 2,2 juta ton yang bisa dipenuhi pabrik gula nasional. "Tata kelola gula nasional menjadi sangat penting di tengah keterbatasan bahan baku tebu,” kata Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi beberapa waktu lalu.
Arief mengatakan Presiden Joko Widodo telah memerintahkan penguatan tata kelola gula nasional. Badan Pangan Nasional, dia menjelaskan, diminta menambah pasokan dan mengurangi impor dalam lima tahun demi tercapainya swasembada gula. Karena itu, Badan Pangan meminta pengusaha swasta dan pabrik milik pemerintah dapat bekerja sama khususnya untuk memperluas kebun tebu.
Namun munculnya rancangan peraturan presiden tentang swasembada gula yang salah isinya adalah penugasan impor kepada PTPN III membuat pengusaha bertanya-tanya. Para anggota AGRI, yaitu PT Angels Products, PT Jawamanis Rafinasi, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Dharmapala Usaha Sukses, PT Sugar Labinta, PT Duta Sugar International, PT Makassar Tene, PT Berkah Manis Makmur, PT Andalan Furnindo, dan PT Medan Sugar Industry, kini meminta penjelasan dari Kementerian Perindustrian mengenai rancangan aturan ini.
Direktur Eksekutif AGRI Gloria Guida Manalu mengatakan sudah pernah berkomunikasi dengan perwakilan Kementerian Perindustrian. "Namun belum ada kejelasan," ujarnya. Menurut Gloria, AGRI tengah menyiapkan rekomendasi bagi pemerintah dan berharap ada ruang dialog sebelum peraturan ini ditetapkan.
Gloria menyoroti definisi swasembada dalam aturan itu. Menurut dia, meski gula mentah berasal dari luar negeri, pengolahannya menjadi gula rafinasi dilakukan di dalam negeri sehingga hal ini bisa dikatakan sebagai swasembada. Apalagi, Gloria menambahkan, tidak semua jenis gula mentah bisa dihasilkan di dalam negeri.
Tahun ini, Kementerian Perindustrian menetapkan kuota impor gula mentah untuk bahan baku gula rafinasi sebanyak 3,4 juta ton. Jumlah tersebut naik 200 ribu ton dari yang ditetapkan sebelumnya.
Ihwal aturan ini, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika tidak memberi penjelasan. "Kami masih di luar negeri,” ucapnya pada Jumat, 21 Oktober lalu. Sedangkan Direktur Utama Perusahaan Umum Kehutanan Negara atau Perum Perhutani, Wahyu Kuncoro, punya jawaban sendiri mengenai makna swasembada gula. "Tebunya ditanam di sini, diolah, untuk konsumsi dan industri. itulah swasembada," katanya. Karena itu pula Perhutani kini diberi tugas menyediakan kebun tebu dari lahan hutan yang sudah tidak produktif.
WARISSATUL ANBIYA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo