Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH hampir setahun Tim Likuidasi Bank Summa (TLBS) bekerja, sejak dibentuk Desember silam. Banyak kendala dihadapinya, tapi banyak juga hasil kerjanya. Dalam pengembalian uang nasabah Bank Summa, misalnya, hingga pembayaran terakhir, Oktober lalu (untuk deposan Rp 30 juta), baru 73% dari total uang nasabah yang dikembalikan. Berarti, yang terbayar baru Rp 641 miliar dari total kewajiban sebesar Rp 887 miliar. Di pihak lain, utang Bank Summa kepada BI dan bank-bank swasta masih belum memadai pelunasannya. Kewajiban pada BI yang Rp 379 miliar baru dibayar Rp 67,5 juta. Utang antarbank yang Rp 161 miliar baru dibayar Rp 67,5 juta. Di samping itu, masih ada konsorsium 13 bank swasta yang memiliki tagihan Rp 65,5 miliar (dari total tagihan Rp 131 miliar). Bila TLBS tersendat-sendat memenuhi kewajibannya, dalam menagih piutang dan menjual aset, tim ini boleh dibilang ''terbata-bata''. Untunglah, tim yang diketuai olehGeorge L.S. Kapitan ini tak gampang menyerah. Bahkan TLBS sempat ''mengancam'' nasabah nakal untuk dimejahijaukan. Tapi, sesudah itu bagaimana? Bina Bektiati dan Sri Wahyuni dari TEMPO mempertanyakan hal ini dan berbagai masalah lain kepada George Kapitan, yang dalam wawancara didampingi wakil ketuanya (Aswismarmo) dan seorang angota tim (Oey Se Khay). Apa saja kendala yang dihadapi TLBS dalam menyelesaikan tugasnya? Kami mulai dari nol. Maka, wajar kalau yang kami utamakan ketika itu adalah melakukan pengecekan. Di samping itu, kami juga harus mempersiapkan penjualan aset-aset Summa (termasuk menjadi wakil William Soeryadjaya untuk menjual saham Astra International) serta menagih piutang. Secara operasional, kami baru berkerja per 15 Januari, tapi harus mengembalikan uang nasabah pada bulan Februari. Berat. Untungnya, kami memperoleh dana dari hasil penjualan saham Astra, sehingga pembayaran pertama (Rp 440 miliar) bisa dilaksanakan. Siapa yang mengharuskan pembayaran dilakukan bulan Februari? Pertama, karena sikap nasabah yang tak mau menunggu. Selain itu Bank Indonesia juga memerintahkan kami untuk melakukan pembayaran pada bulan itu. Padahal, kami minta waktu untuk melakukan verifikasi hingga bulan Juni. Tapi orang BI bilang ''no way''. Mungkin sekali lantaran waktu itu akan ada penggantian kabinet dan sudah mendekati Lebaran. Jadi, ketika pembayaran pertama, TLBS belum tahu persis berapa kewajiban dan tagihan Summa? Betul. Tapi, pembayaran kepada 178 ribu nasabah tetap kami utamakan. Syukur, hingga pembayaran keempat, bisa kami laksanakan dengan lancar. Dananya dari mana? Yang pertama, dari hasil penjualan saham Astra. Sedangkan untuk pembayaran berikutnya, diperoleh dari hasil tagihan plus penjualan sebagian aset. Dari hasil penjualan Summa Life, Summa Insurance, Summavest yang dijual langsung oleh keluarga William, serta Indovina, tim memperoleh dana Rp 52,1 miliar. Dari jumlah ini masih tersisa Rp 5,75 miliar yang rencananya akan dipakai untuk pembayaran kelima. Berapa besar? Targetnya Rp 32,5 miliar, dan akan kami bayarkan akhir November ini. Jika pembayaran ke lima sukses, berarti sisa nasabah yang memiliki tagihan pada Bank Summa tinggal 748 rekening, dengan total kewajiban Rp 150 miliar. Mereka adalah nasabah yang simpanannya di atas Rp 200 juta. Pembayaran selanjutnya? Belum bisa dipastikan. Tapi, kalau penjualan aset diecer seperti sekarang, kami kira hingga tahun 2000 juga belum akan rampung. Makanya, kami mencoba menjual aset dengan sistim paket. Maksudnya, aset yang bagus disatukan dengan yang kurang baik, sehingga harga jualnya bisa terkerek. Ini pun tidak mudah. Sebab, banyak aset yang kepemilikannya melibatkan pihak lain. Bahkan ada yang sudah diagunkan ke bank lain, sehingga bank itulah yang menjadi pemegang aset tersebut sebagai agunan. Apakah seluruh kewajiban Summa bisa ditutup dengan penjualan aset dan tagihan? Tidak, tidak mencukupi. Bandingkan saja, total kewajiban Summa (kepada bank dan nasabah) mencapai Rp 1,558 miliar, sedangkan nilai asetnya hanya Rp 660 miliar. Nilai itu pun tidak pasti. Soalnya, belakangan ini aset yang berupa properti nilainya jatuh. Apalagi dengan status likuidasi, orang yang menawar jadi lebih bersikap seenaknya. Lantas, berapa jumlah tagihannya? Belum bisa kami sampaikan, sebab neracanya baru akan kami selesaikan akhir tahun ini. Pokoknya, jika aset plus tagihan dibandingkan dengan kewajibannya, itu jomplang sekali. Yah, bank ini boleh dibilang tidak ada isinya, kecuali kewajiban. Nasib baik tertolong oleh penjualan saham Astra (milik William Soeryadjaya -- Red.). Bagaimana penagihan pada debitur? Lumayan, membaik. Terutama sejak isu kredit macet menjadi topik pembicaraan nasional. Isu ini ternyata memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap debitur Summa yang besar-besar. Hampir serempak, mereka bilang, ''Saya mau bayar, tapi...''. Nah, pas di ''tapi''-nya ini yang repot. Ada yang ''tetapi''- nya panjaang ... sekali, padahal ujung-ujungnya cuma bayar 10%. Kalau debitur yang kecil-kecil, sih, mereka cepat, langsung bayar. Dari Rp 27 miliar tagihan yang telah dapat ditarik, hanya ada satu yang besar, lainnya berupa tagihan kelas jutaan rupiah. Bagaimana hubungan antara TLBS dan TNBS (Tim Nasabah Bank Summa)? Pada awalnya TNBS ini pernah sangat bercuriga dengan apa yang kami lakukan. Tapi kini tidak lagi. TNBS itu kan muncul secara spontan. Positifnya, kami bisa tahu dengan siapa harus berkomunikasi. Kendati, sebagai wakil resmi kreditur, tim ini belum pernah diakui. Katanya, ada beberapa proposal yang diajukan pengusaha untuk ikut mengatasi masalah Summa. Betul, tapi saya belum pernah melihatnya. Lalu, apa peran BI dan Keluarga Soeryadjaya (khususnya Om Willem) dalam proses likuidasi ini? Bank Indonesia itu jelas sebagai pengawas. Setiap kami akan melakukan pembayaran, BI selalu mengecek sejauh mana kesiapan kami. Selain itu, kalau ada masalah-masalah nonteknis, BI juga yang menangani. Misalnya, jika ada protes dari pemilik tentang harga jual aset. Sedangkan hubungan dengan Om Willem (William Soeryadjaya), kendati tidak rutin, selalu lancar. Kepada beliau, kami selalu memberikan laporan, seperti halnya ke BI. Biasanya kami bertemu Om Willem di restoran. Kapan tugas TLBS selesai? Seperti saya bilang tadi, belum bisa ditentukan. Entah kapan. Apakah hingga seluruh kewajiban terbayar semua, atau dinyatakan selesai oleh pihak-pihak yang terkait. TB ---------------------------------------------------- Hasil kerja tim likuidasi bank Summa Total kewajiban........................Rp 887 miliar Kepada konsorsium bank swasta..........Rp 131 miliar Pinjaman antar bank....................Rp 161 miliar Utang ke BI............................Rp 379 miliar ----------------------------------------------------+ . Rp 1.558 miliar Pembayaran utang dilakukan dalam lima tahap (terakhir 29 November 1993) dan dananya diperoleh dari hasil tagihan plus hasil penjualan Summa Life, Summa Insurance, Indovina dan Bank Society Generale sebesar:.......................Rp 671 miliar Simpanan/deposito yang dianggap sebagai pembayar utang sebesar:.........................Rp 96 miliar ------------------------------------------------------------+ Total kewajiban yang harus dibayar: ----------- Rp 767 miliar ------------------------------------------------------------ - Uang yang tersisa:----------------------------- Rp 791 miliar Rincian sisa kewajiban kepada: Nasabah......................Rp 120 miliar Bank Indonesia...............Rp 378.9325 miliar Konsorsium 13 bank...........Rp 65.4325 miliar Antar Bank...................Rp 65.9325 miliar ----------------------------------------------- Sumber: TLBS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo