Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kementerian Komunikasi ikut merundingkan rencana penggabungan XL Axiata dan Smartfren.
Operator seluler berhadapan dengan pasar yang jenuh dan pergeseran penggunaan layanan komunikasi.
Kehadiran Starlink akan memaksa operator telekomunikasi dalam negeri meningkatkan kualitas layanannya.
PENGGUNAAN teknologi komunikasi nirkabel di Indonesia terus berkembang mengikuti evolusi jaringan seluler. Kemunculan jaringan seluler di Indonesia dimulai dengan teknologi 1G, disusul 2G, hingga akhirnya jaringan 5G diluncurkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika pada Mei 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di tengah perkembangan tersebut, saat ini tersisa empat penyelenggara layanan telekomunikasi besar di Tanah Air. Empat perusahaan itu adalah PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, PT XL Axiata Tbk, PT Indosat Tbk, serta PT Smartfren Telecom Tbk. Perusahaan operator telekomunikasi tersebut sudah beroperasi di Indonesia sejak beberapa dekade lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah operator seluler terus menyusut. Pada 2015, masih terdapat tujuh perusahaan seluler, yakni PT Hutchison 3 Indonesia atau Tri, XL Axiata, Indosat, PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia atau Ceria, PT Telekomunikasi Selular atau Telkomsel, Smartfren, dan PT Bakrie Telecom Tbk.
Jumlah itu kemudian berkurang akibat bangkrut atau melakukan merger dan akuisisi. XL Axiata, contohnya. Pada 2014, perusahaan tersebut mengakuisisi PT Axis Telekom Indonesia. Hal serupa terjadi pada 2022, Tri menggabungkan diri dengan Indosat.
Manfaat Merger Operator Telekomunikasi
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi Usman Kansong mengatakan pemerintah masih akan mendorong merger dan akuisisi. Dengan adanya merger, diharapkan persaingan harga antar-operator dapat berkurang. “Operasi bisa lebih berfokus pada peningkatan kualitas layanan,” katanya kepada Tempo, kemarin.
Usman menambahkan, pemerintah akan memfasilitasi merger antar-perusahaan layanan telekomunikasi. Pemerintah menargetkan pada tahun ini peta persaingan akan mengerucut menjadi tiga perusahaan sehingga industri telekomunikasi makin efisien.
Sebelumnya muncul rencana penggabungan XL Axiata dan Smartfren. Usman membenarkan kabar tersebut. Menurut dia, sudah terjadi beberapa kali pertemuan antara pemilik perusahaan dan Kementerian Komunikasi pada 2023. Hanya, urusan merger bersifat bisnis sehingga realisasinya bergantung pada masing-masing perusahaan. “Setelah ada kesepakatan, baru Kementerian turun mengurus perubahan izin, frekuensi, dan hal lain,” ujarnya.
Analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mengatakan merger yang terjadi dapat meningkatkan aset dan sumber daya perusahaan. “Bisa menyehatkan bisnis perusahaan ke depan dan arus kas juga,” katanya, kemarin.
Meski demikian, menurut Aji, belum ada pergerakan saham yang signifikan di tengah kabar merger. Harga saham Smartfren pada perdagangan Jumat pekan lalu masih betah di angka Rp 50 per lembar. Sementara itu, Telkom Rp 3.430 per lembar dan Indosat Rp 11.250 per lembar.
Pasar Seluler Sudah Jenuh
Kementerian Komunikasi mencatat gabungan pengguna dari seluruh penyedia layanan telekomunikasi saat ini sebanyak 346,8 juta nomor. “Jumlahnya sudah melampaui jumlah penduduk,” ujar Usman. Besarnya jumlah pengguna disebabkan oleh banyaknya orang yang menggunakan lebih dari satu telepon seluler atau kartu seluler.
Usman menuturkan tingginya jumlah nomor mengisyaratkan perkembangan pengguna berada pada titik jenuh. Hal ini menjadi tantangan lain bagi operator karena pertumbuhan basis pengguna baru tidak lagi signifikan.
Tantangan lain perusahaan telekomunikasi saat ini adalah pergeseran penggunaan layanan komunikasi. Dari mulanya telepon dan SMS menggunakan kartu seluler ke layanan over the top (OTT), seperti WhatsApp dan Telegram yang berbasis Internet. “Akhirnya, keuntungan lari ke OTT,” ujar Usman.
Dampak Positif Masuknya Starlink
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bertemu dengan Elon Musk untuk menjajaki kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Starlink, di Amerika Serikat, 4 Agustus 2023. Dok. Kemenkes
Di tengah perkembangan Internet yang makin pesat, pemerintah mengizinkan masuknya penyedia akses Internet berbasis satelit milik Elon Musk, yakni Starlink. Usman menyebutkan Starlink akan banyak bermain di lokasi-lokasi yang sulit dijangkau oleh menara atau satelit milik Indonesia. “Karena satelit Starlink low Earth orbit (satelit orbit bumi rendah) akan lebih banyak beroperasi di daerah terluar,” ujar Usman.
Saat ini perusahaan tersebut telah membuat badan hukum Indonesia dan akan beroperasi mulai pertengahan 2024. Usman mengatakan kehadiran Starlink akan menguntungkan bagi Indonesia dari sisi penerimaan pajak dan peningkatan akses Internet.
Dia membenarkan bahwa ada kekhawatiran masuknya Starlink akan meningkatkan kompetisi persaingan dengan operator lokal. Namun, Usman menambahkan, hal tersebut justru akan mendorong peningkatan kualitas layanan perusahaan telekomunikasi dalam negeri dan menguntungkan konsumen.
Selain itu, layanan Starlink akan ditempatkan di daerah-daerah terpencil yang tidak terjangkau oleh operator lokal. “Keuntungan lain akan memperbesar jangkauan Internet kepada penduduk,” kata Usman.
Saat ini penetrasi Internet belum menjangkau seluruh wilayah di Indonesia. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2024 memaparkan tingkat penetrasi Internet baru 79,5 persen.
Ketua Umum APJII Muhammad Arif mengatakan kehadiran satelit orbit bumi rendah akan membantu penyediaan Internet yang tidak bisa dilakukan operator lokal. “Masih ada sekitar 20 persen masyarakat yang belum terjangkau Internet,” katanya. Namun dia mengingatkan pemerintah supaya mengatur skema kerja sama yang tidak merugikan penyedia jasa layanan Internet dalam negeri.
CEO Yugen Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya berpendapat potensi pertumbuhan ekonomi masih akan mendorong peningkatan jumlah pengguna Internet. Karena itu, meski persaingan antar-penyedia ketat dan penuh tantangan, kebutuhan akan konektivitas yang lebih baik akan mendorong perkembangan layanan telekomunikasi. “Telekomunikasi saat ini sudah menjadi kebutuhan mendasar yang juga berkaitan dengan kebutuhan lain, termasuk belanja dan transportasi,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo