Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah nasabah Asuransi Jiwa Bersama atau AJB Bumiputera 1912 mengakui kerap mendapat janji palsu untuk mendapat pengembalian uang sesudah kontrak selesai. Ketika mendatangi Kantor Cabang Bumiputera di daerah masing-masing, mereka diminta harus kembali berurusan dengan Kantor Pusat Bumiputera. Di sini, mereka menemukan jalan buntu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Idaman, misalnya. Ia bercerita sudah sejak tahun lalu mempertanyakan klaim asuransi yang seharusnya cair setelah kontrak selesai. "Sampai saat ini klaimnya belum cair," kata perempuan berusia 43 tahun itu pada Tempo di gedung Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI, Selasa, 25 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Awalnya, ia mendatangi kantor Bumiputera Cabang Pondok Gede untuk memproses pencairan klaim asuransi. Tapi kemudian ia diminta berurusan di Kantor Bumiputera pusat Jalan Jenderal Sudirman. Belum berhasil, ia kembali di Kantor Cabang Bumiputera Jalan Wolter Monginsidi.
Masih dengan tangan hampa, ia bergegas ke Kantor Wilayah Bumiputera di Jalan HOS. Cokroaminoto karena ditolak di kantor cabang Jalan Wolter Monginsidi, dan akhirnya kembali gagal.
Ketika menanyakan kenapa klaim yang jatuh tempo itu belum juga bisa dicairkan, Idaman selalu mendapat permintaan untuk bersabar. Sejumlah petugas yang ditemui memintanya bersabar dengan alasan biaya asuransi pasti dibayar. "Sabar Bu..., sabar, Bu. Itu aja jawabnya," ujar perempuan asal Bekasi ini. "Itu alasan mereka di pusat."
Idaman menjelaskan, selama 15 tahun menjadi nasabah Bumiputera, ia tak pernah telat membayarkan premi asuransi. Dari catatannya, total uang yang harus dibayarkan Bumiputera sekitar Rp 200 juta. Ia juga masih punya klaim asuransi Bumiputera lainnya dan belum ditagih sebesar Rp 500 juta.
"Itu untuk masa depan anak-anak saya kuliah dan hari tua saya," tutur Idaman. "Kita kayak dipingpong gitu."
Terlebih saat pandemi Covid-19 melanda, kondisi keuangan ibu dengan tiga anak ini semakin terpuruk. Pemasukan dari usaha dagangnya terputus.
Oleh karena itu ia sangat berharap kedatangannya ke Komisi XI DPR dalam rapat dengar pendapat bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa mendapat penjelasan pelunasan klaim asuransi Bumiputera itu. "Karena kami butuh duit. Kami mengharapkan uang dari sini, Bumiputera," ucapnya.
Hal senada disampaikan Risa Pribadi. Nasabah Bumiputera ini menuturkan pemutusan kontrak dengan Bumiputera berlangsung sejak 2018. Ia terpaksa memutus kontrak itu dengan alasan tak mampu membayar biaya premi Rp 14 juta per tahun.
Pemutusan kontrak berlangsung setelah suaminya berhenti sebagai Tenaga Kerja Indonesia atau TKI di Qatar. "Kita enggak mampu bayar 14 juta setahun. Karena enggak mampu bayar, saya minta berhenti karena nanti ditagih-tagih atau gimana gitu," tutur Risa.
Risa memaparkan, dalam aturan yang diketahuinya, uang nasabah harus dibayar setelah satu bulan masa kontrak selesai. Namun sesudah pemutusan kontrak bersama lembaga asuransi itu, hingga saat ini klaim Rp 70 juta belum terbayar. Perburuan dari kantor cabang sampai kantor pusat Bumiputera untuk menarik uang tersebut pun tak membuahkan hasil.
Cerita dipingpong juga dialami Risa. Mulai dari Cabang Garut, Jawa Barat, pada 2019 ia diminta ke Bumiputera di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Di sini, ia dijanjikan klaim akan dibayar pada Desember 2019.
"Desember 2019, saya datang ke situ, ternyata zonk, enggak ada," ujar risa. Ia disuruh berurusan di Kantor Wilayah Bumiputera Bandung. "Di Bandung saya mendapat antrian nomor 4.000."
Risa menceritakan, sejak awal menjadi nasabah Bumiputera pada 2009 hingga sembilan tahun kemudian, tak sekalipun menunda pembayaran atau terlambat bayar premi. Oleh karena itu ia menuntut perlakuan adil dari perusahaan asuransi tersebut. "Tapi dari 2019 sampai sekarang belum cair."
Janji mendapat uang asuransi di Bumiputera pun dialami Muhammad Tamim, 59 tahun. Kontraknya berakhir pada Oktober 2018 lalu. Dari Oktober, ia dijanji akan dibayar pada tiga bulan setelah kontrak berkahir.
Pada Maret tamim menemui pihak Bumiputera di kantor pusat. Ternyata dari situ pemberian itu ditunda, dan dijanjikan akan dilunasi pada November 2019. Cerita mirip seperti Idaman dan Risa pun dilakoninya.
"Di (Bumiputera) Jalan HOS. Cokroaminoto saya dijanjikan tiga bulan, dari November sampai Maret 2020, sampai sekarang enggak dapat," ujar Tamim. Ia menghitung total yang harus dikembalikan jasa asuransi Bumiputera di atas Rp 22 juta.
Tamim menyebutkan kontrak asuransi yang berlangsung sejak 2001 dan berakhir pada 2018 lalu dengan biaya Rp 320 ribu per tiga bulan. Namun, hingga dua tahun pelunasan itu dilakukan, klaim belum juga bisa cair.
"Kalau kita telepon kantor cabang Bumiputera, mereka bilang ini keputusan dari kantor pusat. Tapi ketika kita telepon ke pusat, hanya diberi janji manis," tutur Tamim. "Akhirnya sampai sekarang begini, enggak ada kepastian."
Sejumlah nasabah Bumiputera yang ditemui Tempo berharap DPR bisa mendesak OJK sebagai lembaga pengawas untuk menyelesaikan masalah nasabah Bumiputera. Saya berharap, DPR bisa mendesak Bumiputera membayar semua uang nasabah. Di grup nasabah di Jakarta saja ada ratusan orang," kata Muhammad.
IHSAN RELIUBUN | RR ARIYANI