Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh menyatakan pihaknya belum menerima laporan penyalahgunaan nomor induk kependudukan atau NIK dan nomor kartu keluarga atau KK. Penyalahgunaan NIK dan KK ini ramai dibahas warganet saat registrasi kartu prabayar.
"Sampai dengan saat ini belum ada satu pun yang melaporkan penyalahgunaan data secara resmi di Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil),” kata Zudan dalam diskusi Radio MNC Trijaya Network, di Warung Daun, Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu, 10 Maret 2018. Zudan menuturkan pihaknya mengetahui sejumlah kasus penyalahgunaan NIK dan nomor KK hanya dari media sosial.
Senada dengan Kemendagri, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga belum menerima laporan resmi terkait dengan kasus pencurian identitas tersebut. “Kominfo juga belum ada, yang ada ribut-ribut di media sosial,” kata staf ahli Menkominfo Bidang Hukum, Henri Subiakto.
Baca juga: Satu NIK untuk Registrasi Ribuan Nomor, Pelaku Terancam Penjara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, beredar di media sosial bahwa NIK dan nomor KK salah satu pelanggan operator seluler mengalami kebocoran ketika hendak mendaftarkan ulang kartu SIM-nya. Salah satu pengguna Twitter mencuit bahwa NIK dan nomor KK-nya digunakan oleh 50 nomor telepon lain tanpa izin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Zudan tak menampik adanya penyalahgunaan NIK dan nomor KK oleh sejumlah oknum tersebut. Dia mengingatkan bahwa pelaku penyalahgunaan dapat dijerat Pasal 95A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Pelaku dapat terancam pidana penjara paling maksimal dua tahun dan atau denda paling banyak Rp 25 juta.
“Saya juga mengingatkan kembali bahwa setiap orang termasuk gerai atau outlet dilarang keras melakukan registrasi dengan menggunakan NIK dan nomor KK milik orang lain secara tanpa hak, tidak wajar, dan tidak pantas apabila itu terjadi,” kata Zudan.
Meski begitu, Zudan menyatakan pemerintah berwenang memanfaatkan data kependudukan sesuai Pasal 58 ayat 4 Undang-Undang 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Pemerintah, kata Zudan, berhak menggunakan data kependudukan untuk pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, penegakan hukum dan pencegahan kriminal.
Wewenang itu juga termaktub dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2015 tentang Persyaratan, Ruang Lingkup, dan Tata Cara Pemberian Hak Akses serta Pemanfaatan NIK, Data Kependudukan, dan KTP elektronik.
Zudan memastikan bahwa data kependudukan tersebut dilindungi secara ketat oleh pemerintah. Pelaksanaan akses data tersebut dilakukan dengan cara yang sangat ketat, yakni melalui saluran khusus jaringan virtual private network (VPN) host-to-host, untuk melakukan pengawasan akses data.