Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mengaku tidak bisa mengungkapkan tingkat kesehatan bank dalam pengawasan tidak bisa diungkapkan kepada publik. Aturan ini juga berlaku untuk regulator di seluruh dunia karena berpotensi menimbulkan masalah baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Setiap statement yang kami sampaikan belum tentu ekspektasinya sesuai tujuan positif kita, yang disebut juga unintended consequenses," kata Kepala Departemen Pengawasan Bank OJK Defri Andri dalam diskusi online di Jakarta, Kamis, 2 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yang pasti, kata Defri, metode untuk mengukur kesehatan bank yang dilakukan diibaratkan sebagai 'rumah tumbuh' dalam mengawasi kinerja perbankan. Metode ini disesuaikan dengan kepentingan nasional karena Indonesia sudah menerapkan manajemen risiko tahun 1999.
"Awal tahun 1999 kemudian 2003, diubah lagi tahun 2011 metodologinya dengan cukup signifikan," ucap Defri.
Metode ini, menurut Defri, telah disesuaikan dengan sejumlah parameter penilaian ketika menghadapi kondisi tertentu. Sebagian metode lainnya juga menggunakan parameter yang sesuai dengan standar internasional.
Senada dengan Defri, ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan menyebut nama-nama bank dalam pengawasan berpotensi memberikan dampak negatif tidak hanya bank terkait tetapi juga industri keuangan.
Oleh karena itu, Piter mendorong lembaga negara yang menyampaikan hasil audit terhadap OJK untuk memikirkan dampak yang ditimbulkan jika menyebut nama-nama bank dalam pengawasan. "Karena dampaknya sangat negatif terhadap perbankan, bank bersangkutan dan ujungnya kepada perbankan keseluruhan, kita kenal efek domino sistem keuangan," katanya.
Sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK merilis Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2019. Dalam laporan tersebut, BPK memberikan catatan terhadap pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap tujuh bank karena secara individual dinilai tidak sesuai ketentuan.
Tujuh bank yang disebutkan dalam audit tersebut, yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk., PT Bank Yudha Bhakti Tbk., di PT Bank Mayapada Tbk., PT Bank Mayapada Tbk., PT Bank Papua, PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk., PT Bukopin Tbk., dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.
Beragam masalah yang disoroti pada tiap individu perbankan. Mulai dari penggunaan fasilitas kredit modal kerja debitur, permasalahan hapus buku kredit, penetapan kelulusan penilaian kemampuan dan kepatutan seorang direksi.
Selain itu, ada masalah agunan transaksi terkait dengan aliran dana dari rekening debitur menjadi deposito, perubahan tingkat kolektabilitas kredit, koreksi atas kredit bermasalah, penilaian cadangan kerugian penurunan nilai, kewajiban penyediaan modal minimum dan lain sebagainya.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna meminta OJK tidak mempersoalkan langkah BPK dalam mengungkap hasil pemeriksaan pengawasan perbankan kepada publik. OJK juga diminta untuk menindaklanjuti semua temuan dari pemeriksaan tersebut.
BPK, kata Agung, mengatakan akan terus memantau tindak lanjut tersebut. Pasalnya, pemantauan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari siklus pemeriksaan lembaganya.
"Kalau ada kata-kata menyesalkan, kami juga menyesalkan dana publik yang begitu besar yang bertanggung jawab memeriksanya itu tidak mengawasinya dengan baik. Makanya kerja yang bagus, awasi dengan baik sehingga tidak perlu ada hal yang seperti itu," ujar dalam konferensi video, Senin, 11 Mei 2020.
Agung mengatakan hingga kini pun sebagian besar bank yang diaudit dan diawasi BPK tidak ada yang berkeberatan dengan hasil pemeriksaan tersebut. Malahan, beberapa perusahaan perbankan yang disoroti mengaku telah menindaklanjuti temuan dari lembaga audit negara tersebut.
"Apakah kami boleh mengungkap nama auditee? Ya biar saja. Namanya juga pemeriksaan, yang diperiksa kan jelas. Yang diperiksa ada, masa kita periksa jin? Kita memeriksa OJK, kemudian bank di dalamnya adalah sample. Jadi ikut diperiksa di dalam," ujar Agung.
Atas catatan tersebut, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso angkat bicara. Menurutnya, otoritas telah melakukan komunikasi intensif dengan Ketua BPK pasca publikasi IHPS semester II/2019. "Yang diungkapkan BPK sebenarnya memiliki maksud baik, dan ini memang menjadi komitmen OJK memperbaiki kualitas kinerja pengawasan lembaga jasa keuangan," ujarnya, Sabtu, 9 Mei 2020.
ANTARA | CAESAR AKBAR