Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DEBAT pro & kontra TV berwarna sudah selesai. Pemerintah tetap
jalan terus. Toh kontrak jutaan dollar sudah diteken? Bahkan
mulai Pebruari lalu, IDI telah menawarkan kredit TV berwarna
merek Grundig pada dokter-dokter anggotanya. Produsennya adalah
PT Asia Electronics. Tapi sebenarnya, sudah seberapa jauhkah
persiapan pabrik TV di dalam negeri unluk merakit alat tontonan
orang berduit itu? Dan sudah seberapa jauhkan persiapan TV-RI
untuk memancarkan campuran warna merah-hijau-biru itu?
Dari 17 perusahaan perakitan (assembling) TV hitam-putih di
Indonesia, baru 5 perusahaan yang mendapat izin merakit TV
berwarna. Ke-5 perusahaan itu adalah Gemini Electrical Works
yang akan merakit merek Hitachi, Roxy Electric yang akan merakit
Crown, Asia Electronics yang akan memprodusir TV berwarna merek
Grundig (Jerman), Yasonta yang akan memprodusir TV Sharp, serta
produsen TV merek Telesonic. Di luar kelompok itu adalah anak
perusahaan Pertamina, PT Elektronika Nusantara (Elnusa). PT yang
baru saja mendapat izin merakit TV berwarna itu sejak tahun lalu
sudah menawarkan inden TV berwarna.
Lebih Mahal
PT Asia Electronics tampaknya yang paling siap. PT itu memang
telah menlapat izin khusus Dirjen Industri Logam & Mesin ir
Suhartoyo. Menurut surat izin 12 September yang lalu itu, pabrik
itu akan punya kapasitas produksi 3600 TV berwarna setahun.
Namun sekarang ini pabrik yang berada di jalan Keadilan itu baru
dalam taraf produksi percobaan sebanyak 2 - 3 TV berwarna saja
sehari. Mau tahu harganya? Sebuah TV berwarna portebel ukuran 15
inci harganya Rp 440 ribu, yang 22 inci Rp 600 ribu sampai Rp
700 ribu, sedang yang 26 inci Rp 750 sampai 900 ribu. Pembelian
tunai mendapat korting 5-10%. Sedang pembelian secara kredit
dapat diangsur selama 6 bulan dengan uang muka 40%. Itu lebih
mahal dibandingkan dengan Singapura misalnya di sana TV berwarna
merek Telefunle (Jerman) misalnya, dijual seharga S$ 2.012 (Rp
334 ribu) untuk yang 22 inci sampai $S 2.483 (Rp 412) untuk yang
26 inci. Sedang TV berwarna buatan Jepang merek Sharp ukuran 20
inci harganya rata-rata S$ 1600 (Rp 265 ribu). Mengapa di
Indonesia begitu mahal? Menurut seorang produsen TV yang masih
segan mengurus izin merakit TV berwarna, "mahalnya itu karena
peralatannya berbeda dengan pesawat hitam-putih". TV berwarna
tidak dapat dirakit dengan peralatan yang sudah ada untuk
merakit TV hitam-putih. Ia memerlukan alat pengatur warna dan
alat testing tersendiri, yang jauh lebih mahal harganya dari
pada peralatan TV hitam-putih. Makanya untuk merakit TV
berwarna, selain perlu pabrik baru, juga perlu tambahan modal.
Untuk menghasilkan 50 - 100 set sehari saja perlu suntikan dana
sekitar Rp 100 juta. Begitulah alasan pengusaha. Namun menurut
seorang ahli pada Lembaga Penelitian TV-RI: "keuntungan produsen
TV di Indonesia luar biasa besarnya".
Sementara Bea Cukai pun belum mengeluarkan ketentuan tentang
pemasukan TV berwarna secara CKD completely knocked-down),
pemancar TV-RI sendiri pun masih di awan-awan. Memang betul,
kontrak sudah ditandatangani antara Dirjen RTF drs Sumadi dengan
maskapai Jerman Siemens bulan Agustus tahun silam. Isi kontrak
itu bukan hanya suplai dan pembangunan pemancar TV berwarna
untuk siaran metropolitan (Jakarta), tapi juga beberapa proyek
lain seperti Puspenmas, yang seluruhnya mencapai US$ 23 juta.
Ada pun pemancar TV sendiri, berharga DM 27 juta alias US$ 10
juta (Rp 4 milyar), yang mencakup suplai dan instalasi 2 studio
TV berwarna, 2 set peralatan untuk opname di lapangan serta
sebuah pemancar berkekuatan 20 Kilo watt.
Menurut rencana, pemancar baru itu harus selesai Oktober
mendatang. Dan bukan cuma pemancar metropolitan Jakarta itu,
tapi juga sejumlah stasiun TV berwarna untuk kota-kota Medan,
Palembang, Yogyakarta, Balikpapan, Ujungpandang dan Menado,
serta stasiun relai TV berwarna di Solo. Peralatan seluruhnya
disuplai oleh sebuah perusahaan Amerika (Ampex International)
seharga US$ 6,235 juta atau sekitar Rp 2,5 milyar. Tapi
kenyataannya, pemancar TV berwarna yang di Jakarta saja baru
terbatas. Deppen merencanakan pemancar baru itu nantinya akan
berdampingan dengan pemancar hitam-putih yang ada sekarang di
Senayan. Di sana sebelumnya berairi kompleks perumahan karyawan
TV-RI, yang setelah digusur penghuninya dipindahkan ke perumahan
TV-RI di Pal Merah. Kabarnya penggusuran itulah yang makan waktu
berbulan-bulan, dan baru saja selesai belakangan ini. "Peralatan
kami telah datang sesuai dengan jadwal, namun gedungnya saja
belum berdiri. Malah tendernya saja belum dilangsungkan", tutur
Schlichtiger, salah seorang direktur PT Siemens Indonesia pada
TEMPO. Pembangunan gedung itu, tergantung pemborong nasional
yang ditunjuk Deppen. Kalau begitu, kapan kira-kira rampungnya
pemancar TV berwarna itu? "Mungkin akhir tahun depan" katanya
sembari mengangkat bahu. Artinya seusai Pemilu 1977.
Kendati pemancar baru itu belum berwujud, Siemens kelihatannya
betul-betul ingin mensukseskan proyek itu. Selesai membangun
pemancar TV berwarna di Singapura, 2 tahun lalu, Siemens telah
menghadiahkan sebuah kamera TV berwarna pada TV-RI. lengkap
dengan mixer-nya. Sudah hampir setahun lamanya kamera hadiah
Siemens itu dipakai untuk siaran warta-berita dan film serial.
Lantas siapa penontonnya? Tak usah khawatir. Di Jakarta telah
dimasukkan 50 set TVB (buatan Siemens) -- dan 44 buah sudah
dibagikan untuk sementara pejabat. Siemens juga telah mengirim
20 orang karyawan TVRI belajar ke markas besarnya di Jerman.
Di samping kamera TV berwarna hadiah Siemens itu, studio TV-RI
Senayan kini telah memjuluki 2 kamera TV berwarna merek. Sony
buatan Jepang. Ketika pertandingan sepakbola Pre-Olimpik
Indonesia-Korea berlangsung di Senayan, kedua kamera itulah yang
mengkover jalannya pertandingan. Dan berkat datangnya kedua
kamera TV berwarna dari Jepang itu, para pemilik pesawat
penerima TV berwarna yang hanya beberapa puluh orang di Jakarta
sejak awal Maret sudah dapat menikmati siaran hidup dalam
tata-warna. Antara lain siaran lawak Kwartet Jaya, Aneka Ria
Jakarta serta kesenian Korea. Dan para pedagang di Glodok pun
diam-diam memajang TVB seharga Rp 700 - 800 ribu di antara radio
dan TV hitam-putihnya. Hanya, barang itu sementara menghilang.
Maklumlah, pemerintah mulai melancarkan razia TV selundupan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo