Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pedagang kosmetik Pasar Asemka, Jakarta Barat, bernama Anton, menceritakan omzet penjualannya jeblok hingga 70 persen sejak 2021. Pria berusia 41 tahun ini menduga penurunan omzet lantaran konsumen lebih banyak memilih membeli produk melalui niaga elektronik atau e-commerce.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mungkin karena TikTok Shop. Omzet 2022 kirain bakal naik tapi malah turun. Tahun 2023 makin anjlok 70 persen," kata Anton saat ditemui di kiosnya, Jumat, 29 September 2023. Salah satunya karena pembeli di Pasar Asemka semakin berkurang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Imbasnya, kata dia, pendapatan yang diraup Anton kian menipis. Sementara ia punya kewajiban untuk memenuhi kebutuhan operasional yang cukup besar, mulai dari menggaji karyawan, membayar biaya listrik serta sewa kios.
Anton mengaku tak berminat ikut berjualan lewat platform e-commerce. Pasalnya, meskipun harga produk komestik yang dijual lewat e-commerce sudah lebih murah ketimbang di Pasar Asemka, masih kalah saing dengan harga jual produk serupa di TikTok Shop.
Sebagai gambaran, harga jual kosmetik di TikTok Shop sangat murah, bahkan bisa sampai separuh dari harga grosir di Pasar Asemka. Di Pasar Asemka, misalnya, suatu produk dibanderol Rp 23.000, tetapi di TikTok Shop harganya hanya Rp 15.000.
Produk kosmetik yang dimaksud dengan harga tersebut pun bervariasi mereknya. Untuk produk bedak wajah buatan dalam negeri dari berbagai merek, seperti Viva, Sariayu, hingga Marcs.
Anton menyebutkan, promosi gratis ongkos kirim dari pihak platform e-commerce juga yang membuat konsumen semakin tertarik belanja online. "Harganya kan jadi jatuh banget. Jadi yang offline kalah total," kata dia.
Oleh sebab itu, Anton sangat setuju dengan langkah pemerintah mengatur social commerce seperti TikTok Shop. Dia berharap adanya kebijakan tersebut dapat membuat konsumen kembali memilih berbelanja di pasar tradisional.
Adapun larangan media sosial menyediakan fitur penjualan atau social commerce, seperti TikTok Shop, diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
Dalam aturan tersebut, pemerintah juga menerapkan larangan impor dengan batas minimal US$ 100 per unit melalui marketplace. Tujuannya agar produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal tidak kalah dari produk impor yang dijual langsung oleh e-commerce.