Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Pegiat Lingkungan Tolak Konsep Wisata Super Premium di TN Komodo Labuan Bajo

Pegiat Lingkungan dan Pelaku Pariwisata Flores, NTT menyampaikan aspirasi kepada Presiden Jokowi soal pembangunan pariwisata di Labuan Bajo.

14 Oktober 2021 | 21.05 WIB

Wisatawan melihat komodo di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, 2 Juli 2021. Pandemi COVID-19 yang menghantam sektor pariwisata, membuat pemerintah terus melakukan penataan di kawasan Labuan Bajo dengan harapan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan pariwisata yang menurun saat ini. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Perbesar
Wisatawan melihat komodo di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, 2 Juli 2021. Pandemi COVID-19 yang menghantam sektor pariwisata, membuat pemerintah terus melakukan penataan di kawasan Labuan Bajo dengan harapan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan pariwisata yang menurun saat ini. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pegiat Lingkungan dan Pelaku Pariwisata Flores, NTT menyampaikan aspirasi kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait dengan pembangunan pariwisata di Labuan Bajo, Flores, NTT. Aspirasi itu disampaikan melalui surat yang diberikan melalui Kapten Aditia dari Sekretariat Kepresidenan di Labuan Bajo pada Kamis, 14 Oktober 2021.

“Mulanya, pegiat lingkungan dan pariwisata sangat berharap dapat memberikan surat itu secara langsung kepada Presiden Joko Widodo yang di saat bersamaan mengunjungi Labuan Bajo untuk meresmikan beberapa fasilitas penunjang Pariwisata Super Premium-Labuan Bajo,” dikutip Tempo dari pernyataan tertulis masyarakat sipil pegiat lingkungan dan pelaku pariwisata di Flores NTT pada Kamis, 14 Oktober 2021

Namun, hal tersebut tidak dapat dilakukan karena protokoler yang sangat ketat. Kemudian, mereka menyampaikan kembali sikap kritis sambil mengapresiasi program pemerintah untuk menyiapkan infrastruktur dasar bagi pelayanan publik dan pengembangan pariwisata di NTT.

Berikut poin-poin yang disampaikan dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo :

1. Penggiat Lingkungan dan Pelaku Pariwisata Flores mengkritisi model pengembangan pariwisata super premium di dalam Taman Nasional atau TN Komodo yang mengabaikan keberadaan kawasan itu sebagai tempat perlindungan alami bagi satwa, terutama Komodo, dan ruang hidup warga setempat. Secara khusus mereka menentang keras pemberian konsesi bisnis wisata kepada sejumlah perusahaan seperti PT Sagara Komodo Lestari seluas 22,1 Ha di Pulau Rinca, PT Komodo Wildlife Ecotourism 274,13 Ha di Pulau Padar. “Dan 151,94 di Pulau Komodo dan Pt Synergindo Niagatama di 17 Ha di Pulau Tatawa,” kata Adit.

2. Penggiat Lingkungan dan Pelaku Pariwisata Flores mendesak perhatian serius Presiden untuk menindaklanjuti peringatan dari UNESCO pada Juli 2021 terkait dengan pembangunan bisnis pariwisata di Taman Nasional Komodo yang mengancam nilai universal luar biasa (Outstanding Universal Values) dari kawasan Taman Nasional Komodo sebagai Situs Warisan Dunia (World Heritage Site) dan Cagar Alam dan Budaya (Men and Biosphere Reserve).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

3. Selain itu, Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) juga sudah meningkatnya ancaman kepunahan Komodo yang disebabkan oleh perubahan iklim dan aktivitas manusia. Sejalan dengan itu, mereka meminta kepada Bapak Presiden untuk mengevaluasi total keseluruhan pembangunan pariwisata super premium di dalam kawasan Taman Nasional Komodo dan melakukan daya upaya konservasi yang lebih jelas dan sistematis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

4. Penggiat Lingkungan dan Pelaku Pariwisata Flores mengkritisi keputusan Bapak Presiden melalui Kepres 32/2018 yang yang mengalih fungsi lahan seluas 400 hektar Hutan Bowosie di Puncak Labuan Bajo-Flores menjadi kawasan bisnis wisata. Hutan itu memiliki fungsi ekologis penting bagi kota dan kampung-kampung di sekitarnya. Alih fungsi hutan ini akan membuat wilayah ini semakin rentan terhadap bencana.

5. Kemudian, terdapat juga konflik agraria dengan masyarakat setempat.  Atas dasar itu kami mendesak Bapak Presiden untuk (1) Segera menghentikan alih fungsi dan pembabatan hutan Bowosie; (2) Segera mencabut Perpres 32/2018 terutama pasal 2 dan 25, serta kebijakan turunannya; (c) Segera menyelesaikan secara berkeadilan konflik agraria dengan warga setempat.

Penggiat lingkungan akan terus bekerja dengan semua pihak untuk menjamin pembangunan berkeadilan dan selaras alam di Flores. “Kami meyakini bahwa pariwisata di Flores harus dibangun dengan prinsip kehati-hatian dengan mengedepankan aspek konservasi dan keadilan sosial,” tulis pengiat lingkungan.

Baca Juga: Pengembangan Pariwisata di Hutan Bowosie Labuan Bajo, akan Ada 4 Zona Wisata

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus