Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Pengamat: Penyesuaian Harga BBM dan Penyaluran Bansos Perlu Beriringan

Pemerintah bisa mengambil opsi untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi.

1 September 2022 | 19.22 WIB

Sejumlah pengendara sepeda motor antre mengisi BBM jenis pertalite di SPBU Krapyak, Kudus, Jawa Tengah, Rabu 31 Agustus 2022. Antrean BBM di sejumlah SBPU di Kudus tersebut terkait rencana pemerintah menaikkan harga BBM jenis pertalite dan solar mulai 1 September 2022. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Perbesar
Sejumlah pengendara sepeda motor antre mengisi BBM jenis pertalite di SPBU Krapyak, Kudus, Jawa Tengah, Rabu 31 Agustus 2022. Antrean BBM di sejumlah SBPU di Kudus tersebut terkait rencana pemerintah menaikkan harga BBM jenis pertalite dan solar mulai 1 September 2022. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Subsidi bahan bakar minyak atau BBM yang dianggarkan pemerintah saat ini sudah mencapai Rp 502 triliun. Angka ini melonjak drastis dari yang semula hanya sekitar Rp 170 triliun.

Diplomat sekaligus pengamat isu strategis, Imron Cotan, menilai besarnya dana subsidi tersebut membuat beban anggaran pendapatan pendapatan belanja negara atau APBN semakin berat dan cenderung tidak stabil. Padahal, stabilitas perekonomian nasional diperlukan agar program-program pemerintah dapat terus berjalan.

Dari segi konsumsi, Imron menyebut konsumsi BBM beberapa waktu ini melonjak tinggi. Pasalnya, roda perekonomian Indonesia perlahan berjalan kembali. Hanya saja, meningkatnya konsumsi BBM oleh masyarakat justru tidak diimbangi ketersediaan minyak lantaran situasi geopolitik dunia masih tegang.

Salah satunya, konflik Rusia dan Ukraina yang menyebabkan suplai minyak terganggu.

Oleh karena itu, menurutnya pemerintah mesti bijaksana merespons situasi ini. “Pemerintah harus menyiapkan stockage (persediaan) dan itu memang penting sekali,” kata Imron, dalam keterangannya, Kamis 1 September 2022. “Dari segi supply, Indonesia masih aman namun dari segi harga akan berat sekali mengganggu APBN,” ujarnya.

Imron menilai APBN merupakan instrumen yang sangat penting dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Karenanya, APBN tidak semestinya hanya difokuskan untuk subsidi. Terlebih, fakta di lapangan justru menunjukkan bahwa sekitar 70 hingga 80 persen subsidi BBM tidak tepat sasaran.

“Dan ini bertentangan dengan rasa keadilan,” ucapnya.

Untuk menyelesaikan permasalahan ini, lanjut Imron, pemerintah bisa mengambil opsi menyesuaikan harga BBM bersubsidi. Namun, di sisi lain pemerintah mesti memberikan bantalan sosial kepada masyarakat rentan.

“Ada dua track yang harus berjalan beriringan yakni mencoba menyesuaikan harga BBM bersubsidi dan pada sisi lain bantalan sosial juga dijalankan, sehingga akan menciptakan stabilitas,” kata Dubes Indonesia untuk Tiongkok periode 2010-2013 itu.

Ihwal bantalan sosial tersebut, pemerintah telah menganggarkan bantalan sosial sebagai pengalihan subsidi BBM sebesar Rp 24,17 triliun. Bantuan tersebut disalurkan dalam tiga bentuk, yaitu bantuan langsung tunai (BLT), bantuan pekerja, serta subsidi transportasi.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan alokasi dana untuk BLT yakni sebesar Rp 12,4 triliun.  Bantuan tersebut akan disalurkan sebesar Rp 600 ribu dalam empat tahap penyaluran. Sedangkan bantuan untuk pekerja dianggarkan sebesar Rp 9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan. Adapun bantuan subsidi transportasi akan diberikan kepada angkutan umum, ojek dan nelayan.

Baca Juga: Penjualan Pertalite di Jawa Tengah Sempat Naik, Pertamina: Pasokan BBM Aman

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
 

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus