Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Siapa Penguasa Pasar E-commerce Indonesia Sekarang

Peleburan bisnis Tokopedia dan TikTok Shop mengubah persaingan bisnis e-commerce. Hasil kongsi bersaing dengan Shopee.

23 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Perusahaan e-commerce bersaing pada aspek harga, teknologi, dan inovasi layanan.

  • Shopee sampai saat ini menguasai pangsa pasar e-commerce Indonesia.

  • Peleburan Tokopedia dengan TikTok Shop menciptakan pesaing baru untuk Shopee.

KIAN tipisnya kerugian PT Global Digital Niaga Tbk atau Blibli membuat Kusumo Martanto yakin akan strategi yang ia pilih. Chief Executive Officer Blibli, perusahaan e-commerce di bawah Grup Djarum, itu menyebutkan salah satu resepnya adalah mengoptimalkan omnichannel atau penjualan melalui gerai online dan offline atau toko konvensional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tahun lalu, Blibli berekspansi dengan menggandeng gerai retail dan sejumlah pemegang merek global. “Strategi usaha dan kebijakan strategis ditekankan pada perluasan pilihan produk, penguatan layanan, pengembangan teknologi, omnichannel, serta sinergi dalam ekosistem Blibli Tiket,” katanya dalam rapat umum pemegang saham tahunan Blibli pada Kamis, 13 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya bergerak dalam bisnis e-commerce, Blibli juga meraup pendapatan dari pemesanan tiket dan akomodasi perjalanan melalui anak usahanya, Tiket.com. Strategi omnichannel juga berjalan melalui penjualan produk segar dan kebutuhan sehari-hari oleh PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC), perusahaan yang mengelola sejumlah supermarket seperti Ranch Market dan Farmers Market. 

Adapun strategi Blibli untuk memperbaiki keuangan adalah menghemat berbagai biaya. Salah satunya dengan otomasi berbagai proses lewat pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan. Dengan cara tersebut, Blibli memperkecil beban operasional hingga 4 persen menjadi Rp 6 triliun pada tahun lalu. Perseroan pun bisa menekan rugi bersih dari Rp 5,5 triliun pada 2022 menjadi Rp 3,7 triliun tahun lalu. 

Gerai Blibli di festival belanja online to offline yang diselenggarakan oleh Asosiasi E--Commerce Indonesia (ldEA), di Jakarta Convention Center, Agustus 2019. Tempo/Tony Hartawan

Di lain kesempatan, Kusumo mengungkapkan, perluasan titik kontak dengan pelanggan menjadi pilihan dalam menghadapi lesunya belanja pada kuartal pertama tahun ini. Pada tiga bulan pertama 2024, Blibli menambah enam toko elektronik sehingga secara total perusahaan ini mengoperasikan 172 toko elektronik dan 63 gerai supermarket per akhir Maret 2024. Pada periode tersebut, pendapatan perusahaan naik 2,44 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 3,92 triliun. Kendati demikian, Blibli masih mencatatkan rugi bersih Rp 691,29 miliar. 

Bukan hanya Blibli, Allofresh, e-commerce hasil kongsi PT Trans Retail Indonesia dan PT Bukalapak.com Tbk, juga menjalankan konsep omnichannel. Ketika meluncurkan Allofresh pada 2022, Direktur Utama Bukalapak Willix Halim mengatakan kemitraan dengan perusahaan di bawah naungan konglomerat Chairul Tanjung itu bakal meningkatkan pangsa pasar di segmen online-to-offline (O2O). 

O2O adalah strategi bisnis untuk menarik calon pembeli dari kanal online untuk melakukan transaksi di toko fisik. Inisiatif tersebut dianggap akan memperlebar jangkauan Bukalapak ke ekosistem retail. Pada kuartal I 2024, pendapatan Bukalapak dari segmen O2O mencapai Rp 638,46 miliar atau tumbuh 31,79 persen secara tahunan. Angka itu lebih besar ketimbang pendapatan dari segmen marketplace yang mencapai Rp 530,32 miliar. 

Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan e-commerce harus mampu menjalankan efisiensi dan inovasi karena pasarnya mulai memasuki titik jenuh. “Produk yang dijual relatif sama, sedangkan konsumsi rumah tangga sedang melambat,” ucapnya. “Ruang pertumbuhan bagi e-commerce makin terbatas, masih didominasi pemain besar.”

•••

PERSAINGAN e-commerce di Indonesia diperkirakan kian didominasi dua perusahaan raksasa: Shopee dan Tokopedia. Tokopedia kian kuat setelah dicaplok perusahaan teknologi asal Cina, ByteDance, yang juga mengoperasikan media sosial TikTok. Setelah aksi korporasi tersebut, bisnis Tokopedia melebur dengan platform e-commerce milik TikTok, TikTok Shop, yang kini berganti nama menjadi Shop Tokopedia. “Tokopedia bakal makin besar pascamerger dan berpotensi melampaui Shopee yang saat ini memimpin pasar,” ujar peneliti Institute for Development of Economics and Finance, Izzudin Al Farras, pada Selasa, 18 Juni 2024.

Mengutip data dari Momentum Works, perusahaan konsultan teknologi asal Singapura, Shopee menguasai 36 persen pangsa pasar e-commerce Indonesia pada 2022. Tokopedia adalah pesaing terdekat Shopee dengan penguasaan pasar 35 persen. Di posisi berikutnya ada Lazada dan Bukalapak yang masing-masing menguasai 10 persen, TikTok Shop 5 persen, dan Blibli 4 persen. Melihat data tersebut, kata Izzudin, Tokopedia dan TikTok Shop bisa melampaui Shopee dengan perkiraan pangsa pasar 40 persen dari total gross merchandise value atau penjualan e-commerce nasional. 

Menurut Izzudin, kenaikan pangsa pasar berpotensi terjadi karena Tokopedia dan TikTok Shop menyasar segmen pengguna yang berbeda. Tokopedia menyasar para pengguna yang sudah berniat berbelanja, sementara TikTok Shop menargetkan pengguna yang sedang berselancar di media sosial TikTok. Peleburan bisnis dua perusahaan ini makin mengukuhkan persaingan antara Shopee dan Tokopedia. “Untuk perusahaan lain posisinya terlalu jauh untuk bisa mengalahkan keduanya,” ujar Izzudin. 

Meski demikian, proyeksi Izzudin tersebut masih belum terlihat dalam angka kunjungan ke situs e-commerce, seperti yang dicatat Similarweb, situs web yang menyediakan data digital. Data di situs tersebut menunjukkan Shopee masih menjadi e-commerce dengan angka kunjungan terbanyak, yaitu 277,5 juta pengguna sepanjang Mei 2024. Angka ini dua kali lipat jumlah kunjungan Tokopedia yang sebanyak 124,6 juta. Angka kunjungan ke Lazada dan Blibli masing-masing masih di kisaran 30 juta atau seperempat dari Tokopedia. 

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia atau IdEA, Bima Laga, menyatakan saat ini perusahaan e-commerce besar sudah mengalihkan fokus dari semula menggaet pembeli dan penjual menjadi berupaya membangun loyalitas. Ini terjadi karena penetrasi digital ke masyarakat sudah melampaui 50 persen.

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) Bima Laga, di Jakarta, Oktober 2023. Antara/Livia Kristianti

Namun, Bima menambahkan, potensi perusahaan e-commerce untuk bertumbuh masih ada lantaran pasarnya masih terus membesar, seiring dengan meningkatnya populasi kelas menengah. Karena itu, ruang bagi perusahaan-perusahaan e-commerce untuk menggaet pelapak dan pembeli masih terbuka. 

Bima memberi contoh data Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia memperkirakan saat ini ada 25 juta pelaku usaha yang masuk ke lapak e-commerce. “Jika kita melihat ke daerah-daerah, masih ada jutaan pelaku usaha yang belum on-boarding,” ucapnya pada Rabu, 19 Juni 2024. 

Dari sisi konsumen, data Hari Belanja Online Nasional atau Harbolnas menunjukkan nilai transaksi dari tahun ke tahun masih terus meningkat. IdEA mencatat nilai transaksi Harbolnas pada 2023 mencapai Rp 25,7 triliun, meningkat 13 persen ketimbang tahun sebelumnya. Tahun ini, nilai transaksi dari hajatan belanja online itu diperkirakan masih bisa naik lebih tinggi.

Menurut Bima, Harbolnas selama ini masih banyak diikuti konsumen kelas menengah ke atas. Adapun pengguna di segmen kelas ekonomi menengah ke bawah masih belum sepenuhnya terjangkau. “Ruang pertumbuhan ekonomi digital masih ada,” katanya. Sementara persaingan e-commerce raksasa masih diwarnai pemain dengan kemampuan finansial kuat, potensi pertumbuhan bisnis e-commerce masih bisa dimanfaatkan terutama oleh perusahaan dengan kelas valuasi yang lebih kecil dan lebih tersegmentasi. 

Masalahnya, menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce Sonny Harsono, laju pertumbuhan bisnis e-commerce tahun ini bakal sedikit terganjal lantaran adanya aturan pemerintah yang memperketat ketentuan bisnis social commerce dan perdagangan e-commerce lintas batas negara. “Ini bukan berita baik bagi perusahaan logistik, terutama yang selama ini melayani pengiriman lintas batas,” tuturnya. Tanpa adanya keringanan atau terobosan kebijakan, Sonny memperkirakan lalu lintas logistik dari e-commerce masih akan stagnan. Itu pun didominasi transaksi Shopee dan Tokopedia-TikTok Shop.

Pada akhirnya, kata Izzudin Al Farras, perebutan ruang pertumbuhan di industri e-commerce tetap akan dinikmati perusahaan yang bisa memberi harga paling menguntungkan bagi konsumen. Persaingan juga terjadi pada keamanan layanan, kenyamanan bertransaksi, dan ragam fitur yang disediakan. “Ruang pertumbuhan yang harus direbut pelaku e-commerce adalah memastikan produk dari pabrik bisa langsung dibeli konsumen sehingga harganya adalah harga yang langsung keluar dari produsen,” ucapnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dominasi Dua Raksasa"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus