Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Pengusaha Konveksi Dorong Satgas Impor Usut Tuntas Tekstil Impor Ilegal

Pelaku usaha konveksi meyakini masih banyak celah produk tekstil impor ilegal

7 Agustus 2024 | 22.15 WIB

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kiri) bersama Kabareskrim Polri Komjen Polisi Wahyu Widada (kanan) saat meninjau barang elektronik ilegal di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea dan Cukai, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa 6 Agustus 2024. Satgas importasi ilegal mengamankan 4927 balpres pakaian bekas, kain gulungan 20.000 rol, 695 produk jadi, 332 pack tekstil, 43 kosmetik, 371 alas kaki, 6.578 elektronik dan 5.896 barang garment senilai Rp 46.188.205.400. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kiri) bersama Kabareskrim Polri Komjen Polisi Wahyu Widada (kanan) saat meninjau barang elektronik ilegal di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea dan Cukai, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa 6 Agustus 2024. Satgas importasi ilegal mengamankan 4927 balpres pakaian bekas, kain gulungan 20.000 rol, 695 produk jadi, 332 pack tekstil, 43 kosmetik, 371 alas kaki, 6.578 elektronik dan 5.896 barang garment senilai Rp 46.188.205.400. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Nandi Herdiaman mengharapkan pembentukan Satuan Tugas Pemberantasan Impor Ilegal bisa mengerek penjualan tekstil dan produk tekstil. Dia mengatakan keresahan pelaku usaha tekstil selama ini terbukti dengan terbongkarnya tekstil impor ilegal senilai Rp 46 miliar pada beberapa waktu lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Nandi meyakini masih ada celah masuknya tekstil ilegal yang belum terbongkar. Dia mendesak pemerintah untuk menyelesaikan masalah impor Ilegal sampai tuntas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saya berharap pembentukan Satgas oleh Kementerian Perdagangan dapat menolong dan mendorong roda perekonomian produk TPT dalam negeri untuk bangkit kembali sehingga menjadi raja di negeri sendiri,” kata Nandi melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Rabu, 7 Agustus 2024.

Menurut dia, lesunya industri tekstil tidak hanya terjadi belakangan. Dia mengatakan selama ini Indonesia merupakan pasar empuk barang impor. “Industri tekstil di Indonesia ini ibarat ayam yang mati di lumbung padi,” katanya.

Nandi mengatakan permintaan akan produk tekstil selalu melihatkan tren peningkatan. Pertumbuhan penjualan barang di aplikasi belanja online juga cukup pesat. Namun Nandi melihat hal itu tidak terlalu dirasakan produsen lokal. "Khusus untuk produk tekstil jika dilihat dari besaran transaksi aplikasi marketplace tidak pernah bergeser dari urutan teratas dalam penyerapan pasar di Indonesia" katanya.

Namun kondisi tersebut, kata dia, bertolak belakang dengan industri tekstil yang tertatih-tatih. “Market pakaian dalam negeri sangat bagus namun kenyataannya yang beredar di pasaran 90 persen dikuasai oleh produk impor,” katanya. Padahal logikanya, menurut Nandi, jika penyerapan pasar bagus, tentu akan berdampak positif terhadap perkembangan pelaku usaha  TPT dalam negeri. "Namun yang terjadi justru sebaliknya dan ini sungguh ironis,” tutur dia.

Nandito Putra

Lulus dari jurusan Hukum Tata Negara UIN Imam Bonjol Padang pada 2022. Bergabung dengan Tempo sejak pertengahan 2024. Kini menulis untuk desk hukum dan kriminal. Anggota Aliansi Jurnalis Independen.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus