Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menolak Revisi Peraturan Pemerintah 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Salah satu ketentuan dalam beleid ini yaitu menambah komposisi gambar peringatan kesehatan dalam bungkus rokok, dari saat ini 40 persen menjadi 90 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini tentu akan melanggar hak konsumen untuk memilih produk,” kata Ketua GAPPRI Henry Najoan dalam diskusi pembatasan merek yang digelar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Oktober 2019. Selain di GAPPRI, Henry menjabat Chief Personnel PT Wismilak Inti Makmur Tbk, produsen dari rokok merek Wismilak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sampai saat ini, proses revisi PP ini memang tengah berlangsung di pemerintahan. Saat dikonfirmasi, Kepala Biro Humas Kemenkes Widyawati Rokom belum memberikan penjelasan lengkap soal revisi ini. “Masih pembahasan antar kementerian,” kata Widyawati saat dihubungi di hari yang sama.
Lebih lanjut, Henry menilai beleid yang diusulkan oleh Kemenkes tersebut tidak memiliki alasan yang jelas. Ia meyakini, kenaikan komposisi gambar peringatan menjadi 90 persen ini tidak akan membuat jumlah perokok berkurang. Malahan, kata dia, aturan ini justru membuat peredaran rokok ilegal semakin marak lantaran perbedaan masing-masing merek berkurang.
Sehingga, GAPPRI pun telah resmi mengajukan surat penolakan dan masukan kepada tiga kementerian sekaligus, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan.
Di sisi lain, Henry menyesalkan sikap Kemenkes yang tidak pernah mengajak pengusaha rokok untuk duduk mendiskusikan revisi peraturan ini. “Kami gak pernah di ajak ngomong ketemu kami ini udah kayak ketemu orang berpenyakit menular,” kata dia.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung kenaikan komposisi peringatan bahaya rokok menjadi 90 persen dalam revisi peraturan ini. Sehingga, KPAI dan sejumlah Jaringan Kelompok Anti Tembakau tengah bekerja sama menyusun naskah akademik mengenai PP 109 Tahun 2012, sebagai masukan bagi pemerintah.
“Kami dukung upaya pemerintah untuk melakukan pengendalian produk tembakau,” kata Komisioner KPAI Jasra Putra.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim membenarkan bahwa revisi ini akan mengarah pada pengaturan yang lebih ketat, dibandingkan PP 109 Tahun 2012. Kondisi ini, kata dia, akan berdampak terhadap Industri Hasil Tembakau (IHT) di tengah kenaikan tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok pada tahun depan.
Untuk itu, kata dia, Kementerian Perindustrian meminta agar revisi peraturan ini dibahas terlebih dahulu dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas). “Sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2017,” kata dia. Inpres ini mengatur soal pengambilan, pengawasan, dan pengendalian pelaksanaan kebijakan di tingkat kementerian negara dan lembaga pemerintahan.