Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Untuk pertama kalinya sejak menggelar penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO) pada pekan lalu, saham perusahaan minyak dan gas Saudi Aramco terpantau melemah. Pelemahan ini terjadi sebelum terdaftarnya saham raksasa minyak milik pemerintah Arab Saudi ini ke dalam MSCI Emerging Markets Index.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Saham Aramco ditutup melemah 0,7 persen pada level 37,75 riyals per lembar saham pada penutupan perdagangan Selasa 17 Desember 2019. Meskipun melemah, saham Saudi Aramco terhitung masih naik 18 persen dibanding harga penawaran umum perdana yang di posisi 32 riyal per saham.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
MSCI Inc. akan menggunakan harga penutupan hari Selasa dalam perhitungannya untuk dimasukkannya saham ke dalam indeks. Untuk mengakomodasi permintaan terkait dengan penambahan saham ke dalam indeks MSCI itu, bursa saham Saudi memperpanjang lelang penutupan pada hari Selasa .
Tak hanya itu, saham Saudi Aramco juga akan melalui proses dipercepat dalam indeks indeks FTSE Russell dan S&P Dow Jones bulan ini. "Aliran MSCI seringkali telah diprediksi sebelumnya dan kami melihat kinerja datar atau bahkan negatif selama atau segera setelah periode akumulasi," kata Zachary Cefaratti, chief executive officer Dalma Capital Management Ltd, seperti dikutip Bloomberg.
Dengan penurunan saham pada hari Selasa tersebut, Saudi Aramco masih memiliki valuasi saham di atas US$2 triliun. Ini adalah nilai target valuasi yang ditetapkan oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
IPO Saudi Aramco merupakan bagian dari rencana kerajaan di Timur Tengah itu untuk mendiversifikasi pendapatannya, yang selama ini bergantung pada minyak. Adapun rencana kerja sama Aramco dengan PT Pertamina (Persero) juga tak kunjung terealisasi.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan pembahasan kerja sama perseroan dengan Saudi Aramco mundur lagi hingga kuartal pertama tahun depan. Namun, ia memastikan kerja sama dengan Saudi Aramco pada Kilang Cilacap tetap berjalan meski ada perubahan skema. "Targetnya di kuartal pertama tahun depan ini sudah harus selesai," ujar Nicke di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis, 12 Desember 2019.