Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
JAKARTA - Pandemi Covid-19 membuat penggunaan layanan berbasis digital dan Internet berkembang pesat. Hal itu turut mendorong bisnis pusat data tumbuh kencang. Berdasarkan penghitungan Institute for Essential Services Reform (IESR), bisnis penyediaan pusat data tumbuh 13-14 persen per tahun.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan perusahaan pusat data membutuhkan pasokan listrik sebesar 250 megawatt (MW) hingga tahun depan dan akan terus naik pada tahun-tahun berikutnya. Adapun tren sumber energinya bakal bergeser dari energi fosil ke energi baru terbarukan, seperti tenaga surya. “Perusahaan data center butuh listrik yang besar sekali dan konsisten karena selama 24 jam tidak boleh kedip,” tuturnya.
Kebutuhan pasokan listrik yang besar itu dirasakan pula oleh perusahaan penyedia komputasi awan, Amazon Web Services. Pada Selasa lalu, anak usaha raksasa e-commerce, Amazon, itu membuat kesepakatan dengan PT PLN untuk pengembangan empat pembangkit listrik tenaga surya (PTLS) dengan kapasitas 210 MW.
Melalui kesepakatan itu, nantinya Amazon akan membeli energi listrik hijau dari PLN guna memenuhi kebutuhan operasional perusahaan data mereka di Indonesia. Langkah ini diambil Amazon untuk menuju 100 persen penggunaan energi terbarukan dalam perusahaannya.
Menurut Fabby, langkah Amazon ini akan menular ke perusahaan lainnya, khususnya di bidang pusat data. “Seperti Amazon yang punya target 100 persen energi terbarukan pada 2025, saya kira perusahaan lain akan ke arah sana,” tuturnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo