Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Proyek Geotermal Gunung Talang Diprotes, ESDM Jelaskan Manfaatnya

ESDM menjelaskan bahwa proyek geotermal atau panas bumi di kaki Gunung Talang, Sumatera Barat, merupakan salah satu proyek strategis nasional.

26 November 2018 | 09.20 WIB

Pemandangan tiga danau saat matahari terbit dilihat dari Gunung Talang, yaitu (searah jarum jam) Danau Diatas, Danau Talang, dan Danau Dibawah, Solok, Sumatera Barat, 2 Oktober 2016. Ketiga danau eksotis ini terbentuk lewat pergerakan bumi dan letusan Gunung Talang jutaan tahun lalu. TEMPO/Gunawan Wicaksono
Perbesar
Pemandangan tiga danau saat matahari terbit dilihat dari Gunung Talang, yaitu (searah jarum jam) Danau Diatas, Danau Talang, dan Danau Dibawah, Solok, Sumatera Barat, 2 Oktober 2016. Ketiga danau eksotis ini terbentuk lewat pergerakan bumi dan letusan Gunung Talang jutaan tahun lalu. TEMPO/Gunawan Wicaksono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan bahwa proyek geotermal atau panas bumi di kaki Gunung Talang, Sumatera Barat, merupakan salah satu proyek strategis nasional. Proyek dibangun untuk mencapai target pemenuhan bauran energi dari sumber daya panas bumi sebesar 7.200 MegaWatt (MW) pada 2025.

Baca juga: Klarifikasi ESDM Soal Protes Warga Sumbar di Proyek Geotermal Gunung Talang

"Dengan adanya proyek pengembangan panas bumi tersebut, secara tidak langsung akan menumbuhkan perekonomian lokal,"
kata Direktur Panas Bumi, Kementerian ESDM, Ida Nuryatin Finahari, saat dihubungi, Minggu, 25 November 2018.

Sebab, Kabupaten Solok dan Kota Solok, lokasi tempat proyek ini berada, akan mendapatkan keuntungan dari proyek garapan konsorsium PT Hitay Daya Energy, perusahaan asal Turki, ini. Kedua daerah akan meraup bonus produksi sebesar 0,5 persen dari pendapatan kotor Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi atau PLTP jika sudah beroperasi.

Dari catatan ESDM, Hitay juga bakal menjual listrik panas bumi mereka seharga US$ 12,75 sen per kilowatt-jam (kWh). Harga ini lebih murah dari pesaing mereka saat proses lelang yaitu PT Pertamina (persero) yang mematok harga US$ 13,6 sen per kWh. Lalu, proyek ini akan menghasilkan energi 20 MW untuk pembangkit listrik, dari total potensi yang ada sebanyak 65 MW.

Sejak tahun lalu, proyek geotermal yang berjarak sekitar 50 kilometer dari ibukota provinsi Sumatera Barat, Padang, ini menuai protes dari warga sekitar. Puncaknya pada November 2017 saat terjadi peristiwa pembakaran mobil milik Hitay. Akibat insiden ini, polisi menangkap tiga orang yang diduga menjadi pelaku pembakaran tersebut.

Rizal, 40 tahun, warga Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, menyatakan bahwa sekelompok masyarakat sekitar tetap menolak keberadaan proyek ini. Masyarakat, kata Rizal, sebenarnya menolak proyek ini karena di sanalah lahan pertanian dan perkebunan yang menjadi sumber mata pencarian mereka. Masyarakat sekitar menggantungkan hidup dengan menanam padi, kentang, cabe, hingga bawang merah. “Dengan hasil itu, kami menyekolahkan anak-anak,” ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Sumatera Barat, Chaus Uslaini, membenarkan bahwa Rizal merupakan warga di salah satu lokasi proyek PT Hitay Daya Energy. Walhi bersama organisasi masyarakat sipil lainnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang dan Nurani Perempuan, ikut mendampingi Rizal dan warga Lembang Jaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masyarakat Lembang Jaya, kata Chaus, ingin mengetahui bagaimana upaya mitigasi yang dilakukan perusahaan dan pemerintah jika terjadi kegagalan teknologi atau human error dalam proyek ini. Kabar terbaru yang diterima Chaus, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar bakal bertemu para ahli di Sumatera Barat pada Jumat, 30 November 2018. "Kami akan sampaikan poin yang menjadi keberatan masyarakat," ujarnya, Senin, 26 November 2018.

Konsorsium Hitay Daya Energy menang dalam proses lelang di Kementerian ESDM pada Oktober 2016. Dengan adanya penolakan ini, maka dua tahun sejak proses lelang berakhir, proyek geotermal atau panas bumi di kaki Gunung Talang belum bisa digarap secara maksimal.

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus