Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Konsorsium kontraktor proyek pembangunan kilang gas alam cair darat Train 3 Tangguh menghentikan pekerjaan sementara akibat penyebaran virus corona. Perusahaan menetapkan keadaan kahar atau force majeure.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi Dwi Soetjipto membenarkan penetapan status keadaan kahar tersebut. Namun dia menyatakan pemulangan pekerja bukan berarti penghentian pekerjaan konstruksi.
"Tapi membatasi ruang gerak atau mobilisasi personel karena keterbatasan sarana di lapangan kalau misalnya terjadi virus outbreak di lapangan," katanya kepada Tempo, Selasa 18 Maret 2020.
Konsorsium yang terdiri dari PT Chiyoda International Indonesia, PT Saipem Indonesia, Triparta Eongineering and Construction, serta PT Suluh Ardhi Engineering itu mengeluarkan keputusan pada 14 Maret 2020. Dalam surat yang diterima Tempo, konsorsium menjelaskan penetapan keadaan kahar mengacu kepada keputusan World Health Organization yang menyebut virus Covid-19 sebagai pandemik. Indonesia juga telah terjangkit dengan adanya 69 kasus hingga 13 Maret 2020.
Konsorsium pun memerintahkan sebagian pekerja dari kontraktor dan subkontraktor di lokasi proyek untuk pulang dan melanjutkan aktivitas kembali setelah ada instruksi dari kontraktor proyek. Kebijakan tersebut mulai berlaku sejak 15 Maret 2020.
Dwi menuturkan pembatasan tersebut hanya berlaku untuk personel yang memiliki tugas esensial. Sementara pekerja yang bersifat penunjang akan dikurangi secara bertahap.
Dengan penetapan force majeure, Dwi mengatakan kemajuan pengerjaan proyek Train 3 Tangguh akan terdampak. "Namun diharapkan tidak ada dampak terhadap biaya karena sifatnya hanya penundaan kegiatan," ujar dia. Setelah situasi memungkin, proyek dipastikan kembali berjalan.
Pembangunan Train 3 Tangguh ditargetkan beroperasi pada kuartal III 2021. Target tersebut molor selama satu tahun. Salah satunya disebabkan keterlambatan pengiriman material proyek dari Sulawesi yang diguncang gempa serta dari Jawa juga terhambat akibat erupsi anak Gunung Krakatau. Selain itu, proyek ini sempat kekurangan pekerja. Faktor lainnya dipengaruhi kondisi alam yang tak menentu seperti sedimentasi laut yang terjadi lebih cepat dari perkiraan.
Mundurnya target operasi sempat membuat kenaikan biaya. Konsorsium kontraktor Engineering, Procurement, and Construction kilang gas alam ini meminta kenaikan biaya dari US$ 2,4 miliar menjadi US$ 3,1 miliar.
Menurut sumber Tempo yang mengetahui proyek Tangguh, penundaan pekerjaan akibat virus corona pun berpotensi menimbulkan biaya tambahan. "Ada biaya yang tetap harus ditanggun selama pekerjaan berhenti seperti biaya alat berat, logistik, akomodasi, gaji karyawan, hingga biaya subkontraktor," ujarnya. Menurut dia, dengan adanya penetapan keadaan kahar BP Indonesia harus menanggung biaya tersebut.
Head of Country BP Indonesia, Moektianto Soeryowibowo, tak menjawab ketika dikonfirmasi mengenai biaya tersebut. Dia mengatakan akan memastikan pengerjaan proyek Train 3 Tangguh terus berjalan. "Kami akan terus berkoordinasi dengan para kontraktor untuk mengutamakan keselamatan dan kesehatan para pekerja dalam mengantisipasi potensi penyebaran virus," ujarnya. Perusahaan juga berkoordinasi untuk meminimalisir dampak gangguan terhadap pengerjaan proyek.