Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Rasio Gini Sulit Ditekan, Indef: Akibat Kesenjangan Struktural

Ekonom Indef menyebutkan rasio gini atau ketimpangan ekonomi sulit ditekan karena sudah terjadi secara struktural.

19 Desember 2017 | 16.49 WIB

Ilustrasi kemiskinan Jakarta. Getty Images
Perbesar
Ilustrasi kemiskinan Jakarta. Getty Images

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan kesenjangan dan ketimpangan ekonomi di Indonesia, yang salah satunya diukur dari indeks rasio gini, memang sulit ditekan. Menurut Bhima, kesulitan tersebut disebabkan ketimpangan atau kesenjangan ekonomi terjadi secara struktural.

Belum lagi, kata Bhima, akibat adanya sasaran pembangunan yang kurang tepat. “Memang, kalau kita lihat, ada pembangunan infrastruktur yang kencang selama tiga tahun ini. Tapi siapa pemakai paling banyak pemakai infrastruktur? Ya, kelas menengah,” katanya ketika dihubungi Tempo, Selasa, 19 Desember 2017.

Baca: Bappenas: Sangat Tak Mudah Menekan Rasio Gini 0,01

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menargetkan angka ketimpangan pendapatan penduduk Indonesia bisa terus ditekan pada 2018. Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan target rasio gini, indikator ketimpangan pendapat, bisa ditekan ke level 0,38 dari angka terakhir 0,393. Menurut Bambang, untuk menekan rasio gini 0,01 pun tidak mudah.

Lebih jauh, Bhima mengatakan sekitar 87 persen program pembangunan infrastruktur selama ini masih dikuasai kontraktor skala besar. Karena itu, tak heran jika kontraktor kecil di daerah belum terkena dampak positif kebijakan ini. “Makanya kan penyerapan tenaga kerja di sektor konstruksi pada 2016 itu turun menjadi 230 ribu orang,” ujarnya.

Selain itu, Bhima menilai masalah rasio gini atau ketimpangan dan kesenjangan ekonomi di Indonesia terjadi karena penguasaan faktor produksi dan lapangan kerja yang masih kurang. Meskipun telah ada program pemerintah, seperti reforma agraria yang ditujukan untuk memotong kesenjangan dan ketimpangan sosial, menurut Bhima, program tersebut belum maksimal.

Selama ini, program pembagian sertifikat tanah sebagai bagian dari reforma agraria untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani, yang dilakukan Presiden Joko Widodo, justru tidak mampu menambah daya beli petani. “Makanya nilai tukar petani dalam tiga tahun terakhir mengalami penurunan,” ucapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus