Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Tugas Waspada (SWI) telah mengusulkan supaya keberadaan pinjaman online atau pinjol ilegal bisa langsung dipidana tanpa harus menunggu munculnya korban terlebih dahulu. Usulan ini dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing mengatakan, usulan ini didorong masuk ke dalam pasal khusus dalam RUU yang tengah di bahas di DPR itu. Pasalnya selama ini kasus yang muncul akibat keberadaan pinjol ilegal hanya bisa menggunakan delik materil. Sehingga pidana dilakukan setelah adanya akibat dari tindak pidana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi pinjol ilegal saat ini merupakan delik materil, di mana keberadaan pinjol ini bukan pidana saat ini. Bukan seperti bank gelap, yang menghimpun dana tanpa izin, pasal 46, Undang-undang Perbankan," kata Tongam saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Jumat, 16 September 2022.
Oleh sebab itu, dengan adanya pembahasan RUU P2SK, Satgas Waspada Investasi maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengusulkan kepada para legislator supaya Omnibus Law Sektor Keuangan juga mencantumkan hukum pidana terhadap keberadaan pinjol ilegal.
"Kita harap di sana ada yang mengatur bahwa pelaksana pinjol tanpa izin pidana. Sehingga tanpa ada korban pun kita bisa melakukan penyidikkan. Itu yang kita harapkan di sana, kita sudah mengusulkan, dari ojk juga mengusulkan, mudah-mudahan bisa masuk di sana," kata Tongam.
Menuru Tongam, ini penting diupayakan karena keberadaan pinjol ilegal saat ini sudah sangat marak. Sebab, sejak 2018 hingga saat ini, sudah ada 4.160 pinjol ilegal yang diblokir tapi tetap saja bermunculan. Sementara itu pinjol resmi yang berizin jumlahnya hanya sebanyak 102 entitas.
"Dan itu tadi kerugian immaretial berupa penagihan-penagihan tidak beretika, mengalami teror, intimidasi, yang memang sangat merugikan masyarakat kita. Jadi kerugian immateril ini sangat berat tentunya bagi masyarakat kita," ujar Tongam.
Sebagai informas, pada pertengahan bulan lalu, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menerima masukan dari Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA) dan Perhimpunan Bank Nasional (PERBANAS) sebagai bagian dari harmonisasi RUU P2SK.
Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas, mengatakan, secara garis besar, RUU P2SK ini bukan hanya berkaitan dengan industrinya, melainkan juga mengatur koordinasi antara lembaga jasa keuangan, yakni pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan sebagai otoritas fiskal, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, pengawas perbankan pada OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Selain itu, aspek lain yang juga turut dibahas dalam RUU P2SK adalah persoalan penguatan kelembagaan keuangan, perlindungan data pribadi konsumen yang juga dibahas dalam satu bab khusus menyangkut soal inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK), sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang lebih berpihak pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) hingga pengaturan tentang industri kripto.
"Industri keuangan itu bukan hanya terkait dengan perbankan, tapi juga asuransi, lembaga keuangan non-bank, semuanya, dan itu semua terkait dengan soal penjaminan tadi kita sudah dengar ya menyangkut soal-soal itu, itu semua yang akan kita urus, termasuk salah satu tadinya koperasi simpan pinjam," kata Agtas melalui keterangan tertulis.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini