Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) menolak rekomendasi Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk mengevaluasi harga elpiji 12 kilogram setiap dua bulan sekali.
"Kami tidak setuju soal itu karena, ketika kita mengevaluasi harga per bulan, justru menimbulkan gejolak harga di masyarakat dan jalur distribusi," ujar Vice President Corporate Communication PT Pertamina Wianda Pusponegoro, dalam konferensi pers yang digelar di JCC, Jumat, 21 Agustus 2015.
Dia mencontohkan, saat elpiji harga turun, masyarakat kurang merasakan dampaknya. Jalur distribusi juga mengalami kerugian lantaran harga elpiji yang sudah dijual tinggi harus dijual dengan harga rendah. Sedangkan saat harga naik, sektor usaha yang terkait dengan elpiji serta konsumen rumah tangga paling merasakan dampaknya, yang akhirnya mendorong inflasi cukup tinggi.
Wianda menjelaskan, pola konsumsi elpiji 12 kilogram berbeda dengan barang lainnya. Berdasarkan riset lembaga independen, penggunaan elpiji 12 kilogram dikonsumsi lebih dari 1 bulan per tabung. Selaim itu, rantai distribusi yang melibatkan sub-agen dan warung tidak sesuai apabila penyesuaian harga dilakukan dalam periode yang lebih pendek.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Wianda, pasca-penyesuaian harga elpiji 12 kilogram per 1 April 2015, Pertamina berusaha menjaga kestabilan harga agar tidak memberi kontribusi inflasi tambahan. "Upaya ini dilakukan sembari mengevaluasi pergerakan harga minyak dan gas yang belum stabil dan penguatan kurs dolar Amerika terhadap rupiah yang semakin meningkat."
Wianda mengatakan, penyesuaian harga yang telah mencapai keekonomian sebenarnya justru dapat menjadi daya tarik bagi hadirnya kompetitor. "Ini dapat menciptakan bisnis elpiji yang lebih sehat di masa mendatang," ucapnya.
DIAH HARNI SAPUTRI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini