Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Terlena Keyakinan Penurunan Suku Bunga The Fed

Pelaku pasar optimistis akan ada penurunan bunga The Fed. Negara berkembang masih akan terancam.

3 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunga.

  • Ekonomi negara berkembang seperti Indonesia mulai terpukul.

  • Arus modal keluar dari negara berkembang tetap deras.

THE Federal Reserve, bank sentral Amerika Serikat, akan lebih cepat menurunkan suku bunga. Itulah keyakinan yang sekarang tengah melanda pasar finansial. Sentimen positif pun merebak di mana-mana. Banyak analis kini yakin, ekonomi Amerika tidak akan jatuh terempas ke dalam resesi, melainkan mendingin dan melambat pelan-pelan. Angka inflasi akan menurun. Cukup alasan bagi The Fed untuk mulai menurunkan bunga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sentimen ini langsung membalik arah pergerakan nilai dolar Amerika Serikat. Tahun lalu, ketika The Fed mulai menaikkan suku bunga, nilai dolar langsung melesat tinggi. Kenaikan bunga The Fed memang tidak main-main. Puncaknya, 5,25-5,5 persen, pada Juli lalu. Inilah rekor tertinggi bunga The Fed dalam 22 tahun terakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bunga setinggi itu ternyata tidak mampu mengerem ekonomi Amerika Serikat yang tetap tumbuh kencang. Inflasi tak mereda. Padahal, menurut pandangan The Fed, bunga setinggi itu semestinya sudah restriktif. Dosis ini cukup kuat untuk menurunkan angka inflasi. Sayangnya, itu tak terjadi. Akibatnya, pada Juli hingga akhir Oktober lalu, Indeks Dolar, ukuran yang mencerminkan pergerakan dolar Amerika terhadap enam mata uang utama dunia, naik sebesar 7 persen.

Negara-negara berkembang, seperti Indonesia, turut terpukul karena nilai mata uangnya juga merosot terhadap dolar. Pemerintah ataupun korporasi swasta yang punya utang dalam dolar harus menyiapkan dana lebih besar untuk membayar cicilan utang ataupun bunganya. Harga barang-barang impor naik. Industri lokal, yang membuat berbagai produk untuk pasar dalam negeri dan bergantung pada bahan baku impor, harus menanggung rugi atau menaikkan harga jual produknya.

Situasi mulai berbalik pada pekan kedua November lalu, setelah terbitnya data inflasi Amerika Serikat per akhir Oktober. Angka inflasi turun hingga 3,2 persen, di bawah ekspektasi pasar. Investor pun mulai yakin bunga tinggi tak akan bertahan terlalu lama. Optimisme pasar makin tinggi ketika data tenaga kerja Amerika yang terbit pertengahan November lalu menunjukkan gelagat adanya perlambatan ekonomi.

Kurs dolar pun mulai merosot lagi. Nilai dolar di pasar spot turun sebesar 1,56 persen dalam sebulan terakhir. Harga saham melonjak di berbagai bursa, termasuk di Bursa Efek Indonesia. Di pasar berjangka, suku bunga jangka juga panjang mulai turun. Pasar mulai bertaruh bahwa The Fed mulai memangkas bunga pada Mei 2024. Bahkan sudah muncul perkiraan bunga The Fed akan terus turun hingga menjadi sekitar 4 persen saja pada akhir tahun depan.

Masalahnya, apakah optimisme itu membuat pasar terlena sehingga melupakan berbagai risiko yang mungkin muncul? Pekan depan, mungkin ada sedikit petunjuk ketika Federal Open Market Committee bersidang untuk terakhir kalinya pada 2023. Investor perlu menyimak baik-baik sinyal apa yang akan muncul dari pertemuan itu.

Betul, berbagai data ekonomi menunjukkan ada perlambatan ekonomi dan mengempisnya inflasi. Namun sejauh ini para pejabat The Fed masih belum bersedia memberi isyarat tegas bahwa bunga memang akan segera turun. Satu kondisi penting untuk menurunkan bunga, angka inflasi tahunan rata-rata sebesar 2 persen, memang belum pasti bisa tercapai.

Sementara itu, investor juga perlu memperhatikan perkembangan mutakhir di belahan dunia lain. Ekonomi terbesar kedua di dunia, Cina, berkutat untuk pulih. Dalam dua bulan terakhir, aktivitas industri manufaktur di Cina masih mengalami kontraksi. Ini menunjukkan melemahnya permintaan dari konsumen di seluruh dunia. Rentetannya, permintaan akan berbagai komoditas bisa ikut melemah, harganya akan makin merosot.

Bagi negara pengekspor komoditas seperti Indonesia, ini kabar buruk. Gejolak suku bunga di pasar global sudah memicu pelarian modal keluar amat deras. Neraca pembayaran Bank Indonesia menunjukkan, sepanjang kuartal II dan III tahun ini, ada dana investasi portofolio senilai US$ 5,76 miliar yang kabur ke luar negeri. Jika kemudian terjadi pula penurunan penerimaan ekspor yang signifikan, ekonomi Indonesia bisa menghadapi tantangan serius di tahun depan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Terlena Keyakinan Penurunan Bunga"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus