Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tak Gampang Menggaet Penumpang

Hingga 2010 bakal dibangun 15 koridor busway di Jakarta. Faktor kenyamanan sebatas mimpi.

11 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASIH tiga setengah bulan lagi tahun berganti. Tapi Rochyati, 52, sudah punya rencana. Mulai awal tahun depan, dosen perguruan tinggi negeri di Rawamangun, Jakarta Timur, itu berniat beralih ang­kut­an: dari mobil pribadi ke busway. ”Biar lebih irit,” katanya.

Namun, ia tentu boleh berharap. Selain harus nyaman, angkutan publik itu sebaiknyalah punya jadwal pasti, meng­antar cepat sampai tujuan, memiliki pen­dingin ruangan yang oke punya, dan tak perlu bersempit-sesak di dalamnya.

Rochyati hanya satu di antara 8,7 juta pen­duduk Jakarta yang bermimpi pu­nya angkutan umum nyaman. Maklum, da­ri sekitar 150 unit bus di tiga koridor bus­­way yang sudah beroperasi, faktor ke­­nya­manan masih jauh panggang dari api.

Darmaningtyas, pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi­, punya catatan lain. Proyek busway yang sudah berjalan lebih dari dua tahun itu melenggang sendiri, tanpa diintegrasikan dengan moda angkutan lain di Ibu Kota. Langkanya angkutan penghubung (feeder) busway membuat penumpang lumayan repot.

Ini berbeda dengan Bogota, Kolombia­, yang menjadi acuan busway di Jakarta. Di sana, di setiap titik keramaian, angkutan penghubung siap melayani­ pe­numpang. Karena itu, kata dia, ”Manajemen angkutan penghubung dengan manajemen busway harus terintegrasi.”

Bambang Susantono, Ketua Umum Ma­syarakat Transportasi Indonesia, se­tuju usul Darmaningtyas. Pengelolaan transportasi Jakarta harus dipadukan dengan daerah di sekitarnya. Terutama kawasan Bekasi, Tangerang, dan Bogor.

Busway sebetulnya bukan cerita baru. Gubernur Sutiyoso sudah merintisnya sejak 2001. Tengok sana-sini, ide itu ba­ru terwujud awal 2004. Kini empat koridor baru pun sedang dibangun. Itu se­babnya, sejak awal Agustus lalu, sebagian besar jalan di Jakarta macet.

Melalui jalan-jalan utama di Jakarta,­ proyek baru ini menelan dana sekitar Rp 618 miliar. Jika ditotal sejak 2002, pro­yek busway sudah menelan dana lebih­ dari Rp 1 triliun. Menurut Pristo­no, Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, empat koridor baru itu akan bertemu di beberapa titik, seperti di Matraman, Senen, Halimun, dan Dukuh Atas. ”Di titik itu nanti dibangun SWPA,” kata Pristono kepada Tempo, pekan lalu.

SWPA—maksudnya sky walk paid area—merupakan area jembatan penghubung antarkoridor. Penumpang yang akan pindah koridor bisa lewat jembatan ini tanpa dipungut biaya. Syaratnya, telah memiliki tiket seharga Rp 3.500. ”Inilah salah satu hal yang nanti membuat nyaman penumpang,” Pristono menjanjikan.

Jumlah armada bus juga akan ditam­bah. Dari kebutuhan sekitar 400 bus untuk tujuh koridor, saat ini baru tersedia 150 bus. Separuh sisanya akan dipenuhi hingga pengoperasian busway tahun ba­ru besok. Dengan penambahan bus, diharapkan tidak terjadi lagi penumpuk­an penumpang.

Gubernur Sutiyoso malah punya ambi­si. Sebelum jabatannya berakhir, Oktober 2007, sudah ada 10 koridor busway di Jakarta, yang pada 2010 menjadi 15 koridor. Lantas, siapa yang diincar se­bagai pengguna busway? Orang seperti Rochyati­ itulah yang diinginkan: pemilik mobil pribadi yang mengidamkan kenyamanan di jalan.

Untuk dua tahun ter­akhir, memang belum ada da­ta resmi berapa sesung­guhnya jumlah pe­milik mobil pribadi di Ibu Kota. Tapi Badan Pu­sat Sta­tistik Jakarta men­ca­tat, hing­ga 2004 setidak­nya mencapai 1,4 juta—se­per­tiga dari total 4,5 juta kendaraan di Jakarta.

Jika mengacu pada hasil penelitian Japan International Corporation Agency (JICA) bahwa per­tumbuhan kendaraan di Jakarta per tahun menca­pai 11 persen, ber­arti jumlah kendaraan saat ini sekitar 5,5 juta, de­ngan mobil pribadi se­kitar 1,7 juta.

Meski begitu, tentu tak mudah ”menggiring” pa­ra pengguna mobil pri­­badi beralih ke busway. Me­nurut data Institut Studi Transportasi, untuk 2004 perpindahan orang dari mobil pribadi ke busway cuma sekitar 7,6 per­sen, dan meningkat hampir dua kali lipat pada tahun ini. Penelitian JICA pun menyebutkan, cuma sekitar 14 per­sen pe­numpang busway yang berasal dari para pengendara mobil pribadi.

Angka penumpang busway memang meningkat dari tahun ke tahun. Lihat­lah data Dinas Perhubungan. Sejak awal koridor satu beroperasi pada 2004, pe­numpang busway meningkat dari 56 ribu per hari menjadi 80 ribu di tahun berikutnya. Setelah ditambah dua koridor baru, jumlahnya pun bertambah menjadi 126 ribu penumpang per hari.

Danto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus