Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Ekonomi

Berita Tempo Plus

Apa Saja Tantangan Berat Industri Padat Karya Tahun Ini

Tantangan industri padat karya masih besar pada tahun ini. Di antaranya biaya operasional yang tinggi dan pasar.

2 Januari 2025 | 12.00 WIB

Proses produksi di pabrik alas kaki Dorks, Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, 13 Desember 2024. ANTARA/Sulthony Hasanuddin
Perbesar
Proses produksi di pabrik alas kaki Dorks, Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, 13 Desember 2024. ANTARA/Sulthony Hasanuddin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Pengusaha menilai ongkos produksi industri padat karya menjadi tantangan besar tahun ini.

  • Pelaku usaha meminta perlindungan dari barang impor murah.

  • Pemerintah masih optimistis industri padat karya bisa tumbuh positif.

ASOSIASI Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan tantangan industri padat karya masih berat pada tahun ini. Namun peluang untuk tumbuh tetap terbuka asalkan pemerintah berhasil menangani akar masalahnya.

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, sejak awal tahun hingga Desember 2024, setidaknya ada 80 ribu kasus pemutusan hubungan kerja di Indonesia. Sektor manufaktur menjadi penyumbang terbesar angka PHK dengan lebih dari 24 ribu orang. Adapun dalam dua tahun terakhir sekitar 60 pabrik tekstil tutup, baik yang beroperasi di sektor hulu, seperti pabrik bahan baku, maupun hilir, seperti pabrik kain jadi. Pabrik-pabrik itu banyak tersebar di daerah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten. 

Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengatakan salah satu tantangan industri padat karya pada tahun ini adalah biaya operasional yang tinggi. "Salah satunya karena ongkos logistik yang mencapai 23,5 persen dari pertumbuhan domestik bruto," ujarnya kepada Tempo, Selasa, 31 Desember 2024. Para pelaku usaha harus menghadapi kenaikan biaya produksi seiring dengan perubahan pajak pertambahan nilai, kenaikan suku bunga, serta upah minimum provinsi yang ditetapkan naik 6,5 persen. 

Kebijakan pemerintah ikut memperkeruh iklim usaha di industri padat karya. Shinta mencontohkan keputusan soal pengupahan 2025 yang menambah biaya tenaga kerja dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Indonesia tak lagi menjadi pasar yang menarik untuk investor domestik dan asing. Hal itu berbanding terbalik dengan Vietnam dan Bangladesh yang menawarkan biaya tenaga kerja lebih rendah serta memberikan kepastian hukum.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Vindry Florentin

Lulus dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran tahun 2015 dan bergabung dengan Tempo di tahun yang sama. Kini meliput isu seputar ekonomi dan bisnis. Salah satu host siniar Jelasin Dong! di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus