Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Angin segar datang dari ruang kerja Menteri-Sekretaris Negara Dipo Alam di kompleks Sekretariat Negara. Kamis pekan lalu, Dipo memanggil serikat pekerja Bank BTN yang dipimpin ketuanya, Satya Wijayantara.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama 30 menit itu, hadir juga Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Mahmuddin Yasin. Sebagai tuan rumah dan pemimpin rapat, Dipo didampingi empat anggota stafnya.
Menurut Satya, mereka meminta Dipo turun tangan menyelesaikan kisruh yang timbul akibat rencana akuisisi BTN oleh Bank Mandiri yang disokong Kementerian Negara BUMN. "Kami minta rencana itu dibatalkan," katanya Jumat pekan lalu.
Dalam rapat itu, Satya meminta jaminan penundaan dengan menghapus agenda akuisisi dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa BTN yang digelar 21 Mei nanti. Namun permintaan itu belum dijawab secara lugas oleh Yasin. "Beliau hanya melemparkan senyum dan meminta waktu membawa permintaan tersebut ke rapat internal Kementerian BUMN," ujarnya.
Seusai pertemuan, Dipo langsung memberikan pernyataan tentang rencana akuisisi oleh bank pelat merah terbesar di Indonesia itu. Dia meminta aksi korporasi ini ditunda karena menimbulkan keresahan masyarakat dan karyawan. "Selain itu, akuisisi mesti mengikuti aturan pelepasan saham negara," katanya.
Dukungan juga datang dari Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Menurut dia, sikap resmi tentang akuisisi BTN akan disampaikan dalam rapat koordinasi menteri ekonomi yang segera digelar. "Namun, yang pasti, tidak akan ada keputusan gegabah," ujarnya. "Apalagi arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang disampaikan melalui Sekretaris Kabinet cukup jelas."
Menurut Hatta, Presiden meminta di akhir jabatannya semua kebijakan strategis dikaji hati-hati dan memenuhi prosedur yang berlaku. Terutama jika kebijakan tersebut mempengaruhi fiskal, penerimaan negara, dan ketenagakerjaan serta berdampak luas. "Kalau tidak mendesak dan dapat menimbulkan pengaruh pada pemerintahan baru, tak usah dilakukan," kata Hatta.
Namun berbagai sokongan ini belum membuat Satya Wijayantara lega. Menurut dia, pernyataan dua pejabat itu baru sebatas imbauan. "Sampai saat ini belum ada kepastian," ujarnya.
Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan membantah kabar bahwa rencana akuisisi ini diputuskan tanpa kajian mendalam. Menurut dia, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk pembelian saham BTN oleh Mandiri. "Kajiannya sudah sangat mendalam, dan kesimpulannya itu (akuisisi)," katanya.
Wacana penggabungan bank dengan fokus bisnis kredit perumahan ini dengan bank umum milik negara bukanlah hal baru. Rencana akuisisi sempat mengemuka pada 2005, yang akan dilakukan PT BNI Tbk.
Belum sempat terealisasi, rencana itu keburu terganjal demonstrasi para karyawan. Akhirnya, penolakan datang dari pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. "Padahal sudah hampir disetujui. Persis kondisinya seperti saat ini," ujar Sigit Pramono, yang saat itu menjabat Direktur Utama BNI.
Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Nasional (Perbanas) ini menjelaskan, gagasan menyatukan BTN ke Bank Mandiri membawa banyak keuntungan. Misalnya, BTN akan mendapat suntikan modal tanpa mengandalkan anggaran pemerintah. Sebaliknya, Bank Mandiri bisa menjadi bank yang lebih kompetitif menyambut Masyarakat Ekonomi Asia 2015.
Sebagai bank dengan fokus kredit pemilikan rumah (KPR), BTN terhambat oleh modal dan sumber pendanaan yang terbatas. Hal ini tecermin dari tingginya tingkat loan-to-deposit ratio atau rasio penyaluran kredit, dengan penerimaan simpanan yang mencapai 104,4 persen. Artinya, kemampuan likuiditas bank cukup rendah.
Apalagi, berdasarkan catatan selama 2013, dari total dana pihak ketiga BTN sebesar Rp 96,2 triliun, mayoritas (54,9 persen) merupakan dana mahal yang menyebabkan bunga kredit menjadi tinggi.
Kondisi ini, menurut Sigit, bisa ditutupi Bank Mandiri, yang memiliki kekuatan modal dan sumber dana pihak ketiga yang besar. Pada 2013, total dana pihak ketiga Mandiri mencapai Rp 556,3 triliun, dan sekitar Rp 359,9 triliun merupakan dana murah. "Dengan begitu, bunga KPR bisa lebih kompetitif," ujarnya.
Menteri Dahlan menilai akuisisi itu nantinya akan menutupi kelemahan BTN, yang masih kurang dalam hal pembiayaan perumahan rakyat. Sensus perumahan 2010 menunjukkan kekurangan rumah tahun ini diprediksi mencapai 15 juta unit, dan kebutuhan akan rumah baru sebanyak 800 ribu unit per tahun. Anggaran yang diperlukan mencapai Rp 120 triliun. "Artinya, untuk mengatasi ini, diperlukan upaya menggenjot kemampuan BTN menyalurkan kredit," katanya.
Menurut dia, akuisisi ini akan berdampak positif bagi Mandiri. Sebab, kendati terlihat besar, di tingkat Asia, Bank Mandiri hanya berada di peringkat ketujuh. Kinerjanya masih kalah dibandingkan dengan bank asal Singapura, Malaysia, dan Thailand. "Apabila akuisisi ini berhasil, aset BTN sebanyak Rp 73 triliun akan langsung terkonsolidasi ke Mandiri," ujar Dahlan.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Bidang Perbankan Rosan P. Roeslani menyebutkan akuisisi itu bisa melahirkan bank yang besar dan menguatkan peran bank negara. "BTN akan memiliki ruang untuk berkembang dan memaksimalkan potensi pasar," katanya. "Mandiri juga bisa semakin kuat di dalam negeri."
Satya ragu terhadap hitung-hitungan tersebut. Dia yakin perihal "sesuatu" di balik rencana ini, sama seperti ketika BNI hendak mengakuisisi BTN. Alasan yang dipaparkan juga serupa seperti saat ini. "Tapi belakangan ketahuan bahwa akuisisi dilakukan untuk menutup pembiayaan APBN sebanyak Rp 3,5 triliun," ujarnya.
Dia mencurigai ada campur tangan Mandiri di balik aksi korporasi itu. Apalagi bank tersebut memiliki obligasi rekap senilai Rp 70 triliun yang belum terserap pasar, dan sebanyak Rp 10 triliun nanti akan digunakan untuk membiayai akuisisi ini.
Dia juga menuding alasan lain, yakni program Tabungan Perumahan Rakyat yang kemungkinan besar dikelola BTN. Dana yang disediakan dalam program tersebut bisa mencapai Rp 800 triliun. "Ini kan tambang emas," katanya.
Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin menampik tudingan tersebut. "Konsep konsolidasi bukan gagasan Mandiri. Ini sudah lama ada," ujarnya. Mengenai kelanjutan rencana tersebut, perseroan akan menghormati keputusan pemerintah sebagai pemegang saham.
Dalam dokumen yang dirilis Kementerian BUMN, disebutkan ada tiga faktor yang mengindikasikan bahwa konsolidasi bank pemerintah perlu dilakukan. Ketiga faktor itu adalah kemampuan penghimpunan dana, penyaluran kredit, dan permodalan. Dilihat dari tiga faktor itu, jelas bahwa BTN memang yang paling kecil.
Selain itu, rencana konsolidasi ini terkait dengan aturan kepemilikan tunggal yang dikeluarkan Bank Indonesia dan untuk menghadapi konsolidasi keuangan ASEAN pada 2020. Dokumen itu dengan jelas menunjukkan betapa perbankan Indonesia sangat tertinggal dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Mantan Sekretaris Menteri Negara Perumahan Rakyat Iskandar Saleh menilai program konsolidasi ini akan memberi dampak positif jika benar-benar dijalankan sesuai dengan yang dijanjikan. "Masalahnya kenapa bisa ribut dan menimbulkan gejolak. Hal ini karena belum ada penjelasan yang terbuka soal rencana tersebut."
Gustidha Budiartie, Faiz Nashrillah, Rachma Tri Widuri
Kinerja Mandiri dan BTN (Rp Triliun)*
Bank Mandiri | BTN | |
Dana pihak ketiga | 556,3 | 96,21 |
Dana murah | 359,96 | 43,39 |
Persentase | 64,7% | 45,1% |
Kredit | 472,4 | 100,46 |
Aset | 733,1 | 131,17 |
Modal | 73,35 | 10,84 |
Laba bersih | 18,2 | 1,56 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo