Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tidak ada SIUPP baru

Serah terima jabatan dirjen ppg, dari dr.janner si naga kepada drs.subrata. dirjen baru, diharapkan meningkatkan profesionalisme & keterampilan pelaksana media pers,yakni wartawan. tidak ada siupp baru.

12 Mei 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK lama setelah serah terima antara Dr. Janner Sinaga dan Drs. Subrata -- untuk jabatan Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika -- maka terbetik selentingan di kalangan media cetak. Tidak terlalu santer memang, tapi cukup menarik minat orang-orang pers, yang dalam beberapa bulan terakhir diharu-biru oleh cerita tentang jenis -jenis media terbitan baru. Tapi, bagi Menteri Penerangan Harmoko, yang penting adalah "terobosan-terobosan baru". Hal ini diungkapkannya dalam acara serah terima tersebut, yang berlangsung Jumat dua pekan lalu. Dr. Edward Janner Sinaga, salah seorang dari pejabat eselon I yang dilepasnya pagi itu, dikenal cukup dekat dengan kalangan pers. Demikian pula penggantinya, Drs. H. Subrata, yang boleh dikata orang "lama". Pria asal Cirebon ini memulai kariernya sebagai reporter TVRI pada 1966, sebelum mengemban berbagai tugas penting, termasuk sebagai Direktur Televisi dan Direktur Jenderal Radio Televisi dan Film. Nah, di samping bicara soal terobosan, Harmoko tak lupa menegaskan uraian tugas Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika yang baru. Tugas itu, menurut Menpen, adalah "Meningkatkan profesionalisme dan keterampilan pelaksana media pers, yakni wartawan." Menteri memang melihat ke depan, khususnya Repelita VI yang akan datang. "Total oplah harian dan majalah kita bisa mencapai 10 juta sampai 15 juta per hari. Dan mungkin saja Dewan Pers memutuskan akan ada penambahan halaman," katanya lagi. "Masalahnya tidak bisa kita lepaskan dari pengadaan tenaga-tenaga terampil," ujar Harmoko lebih lanjut. "Oleh karena itu, perlu ada proyeksi, prediksi, dan antisipasi. Dewan Pers telah memberi isyarat: perlu pendidikan jurnalistik yang siap pakai." Lalu, apa komentar Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika? "Sementara ini, saya masih reinventarisasi. Tut Wuri Handayani," kata Drs. H. Subrata, 49 tahun, menghindar sambil tertawa. Lain lagi Dr. Janner Sinaga. Ia tampaknya tidak terlalu risau menghadapi masa-masa pasca-dinas. Padahal, dulu ia cukup sibuk. "Selama 3 tahun ada sekitar 15 koran dan majalah yang mendapat teguran," katanya. Lantas apa cita-citanya sekarang? "Ah, saya mau jadi petani saja," ucap Janner, yang menjuluki dirinya, "Polisi Lalu Lintas" UU Pers itu. Ia tentu saja bergurau. Siapa yang menduga, orang banyak bakat ini -- bekas anggota tim renang Sumatera Utara pada PON dan pemenang Sayembara Pencipta Lagu Sumpah Pemuda tahun 1982 -- siap untuk ongkang-ongkang kaki. "Masih luas terbentang kesempatan di negara kita ini," demikian pengakuan Janner, 60 tahun, kepada TEMPO. "Sekarang saya istirahat dulu. Tapi, kalau ada kesempatan, saya ingin menyumbangkan tenaga saya sesuai dengan pengalaman dan kemampuan saya." Bagi bekas wartawan koran Warta Berita (Medan) dan wartawan Angkatan Bersenjata ini, pengalaman dan kemampuan itu di mana lagi kalau bukan di media? Lagi pula, terbetik berita bahwa ayah 4 anak ini memang sedang siap-siap mengisi posisi penting pada sebuah harian baru, seperti yang disebut pada awal laporan ini. Selentingan itu diperkuat oleh pernyataan seorang tokoh wartawan yang kebetulan diajak urun pendapat. "Beberapa waktu yang lalu saya ditawari jabatan di media yang direncanakan itu," tuturnya. "Yang menawarkan Eric Samola dari Grup TEMPO. Tapi di sini ia cuma bertindak sebagai konsultan suatu kelompok Kristen intelektual," ujarnya lebih rinci. Kabarnya lagi, harian itu nanti khusus meliput soal ekonomi. Media dengan pemberitaan khusus seperti ini diperkirakan akan sulit menembus pasar. Entah nanti dalam lima tahun lagi. Terlebih kalau harus bersaing dengan segelintir harian ekonomi yang sudah lebih dulu berkibar di sini. Karena itu, "Harus siap rugi untuk lima tahun pertama," kata sang pendekar berita, yang nadanya pesimistis. Toh tidak berarti tidak ada yang tertarik. Seorang menteri bahkan disebut-sebut sebagai calon investor. Jadi, tunggu apa lagi? "Oh, itu baru ide," jawab Eric Samola, Pimpinan Umum Majalah TEMPO. "Surat Izin Usaha Penerbitan Pers saja belum dapat. Masih dicari," katanya meyakinkan. Mana yang benar? Menteri Harmoko, dalam keterangannya pada TEMPO, juga menegaskan bahwa memang tidak ada SIUPP baru. "Yang ada sekarang untuk majalah dan koran sudah berjumlah 263," katanya. "Itu bukan main banyaknya. Bahkan cukup banyak bila saya bandingkan dengan Cina dan Jepang." Tapi, kalaupun ada SIUPP baru, maka itu dikeluarkan untuk penerbitan yang bersifat khusus. "Misalnya perunggasan, peternakan, dan pertanian," demikian Harmoko. Maka, masih tanda tanya apakah harian ekonomi itu bisa dikategorikan "khusus". Yang jelas koran ini tidak akan membicarakan soal harga bebek di pasar Chicago kepada penghuni Pulau Watubela, Irian Jaya. "Bentuknya seperti International Herald Tribune," kata Eric Samola. Keterangan ini setidaknya menunjukkan bahwa rencana menerbitkan koran ekonomi itu sudah cukup matang. Yudhi Suryoatmodjo, Max Wangkar, dan Tommy Tamtomo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus