Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Masih banyak orang tua Indonesia yang enggan mendukung anaknya yang ingin menjadi seniman. Beberapa dari mereka berpikir menjadi seorang seniman tidak akan mendapatkan uang yang banyak. Beberapa pun berpikir meniti karier menjadi seorang seniman pasti akan sulit diterima masyarakat. Hal itu pula dialami oleh pelukis, Naufal Abshar. "Sampai sekarang orang berpikir, kalau orang masuk seni ini, ngapain? Orang tua saya saja sempat takut," katanya di acara peluncuran Krowd, sebuah platform kolaborasi Online untuk Anak Muda Kreatif Indonesia Rabu 10 Januari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Naufal mengatakan, selain sang orang tua, keluarga besarnya pun sempat tidak mendukung keputusannya untuk bersekolah di bidang seni. "Saat itu keluarga besar dan teman-teman tidak mengerti. Mereka bilang 'Nanti kamu mau jadi apa? Tukang gambar?'," katanya meniru pandangan orang- orang dekatnya. Baca: Pasangan Suka Bohong atau Selingkuh? Ini kata Psikolog
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Konotasi tukang gambar, masih dianggap orang buruk. Namun Naufal termotivasi saat belajar di luar negeri. Ia mendapat penjelasan seniman itu tidak sejelek yang orang-orang pikirkan. "Saat ini, orang bisa hidup dengan bermodalkan seni," kata Naufal yang serius dengan kariernya itu.
Naufal ingin mengubah stereotip orang yang masih berpikir bahwa menjadi seniman adalah keputusan yang buruk. "Apapun pekerjaannya, kalau punya kemauan yang gigih, tahu bagaimana cara melakukannya, pasti akan berhasil," kata Naufal.
Ia mengatakan teknologi di era modern ini bisa mempermudah pekerjaan seni dan pekerjaan bermodal kreativitas lain. Ia mengatakan orang-orang bisa mulai belajar hanya bermodalkan You Tube. "Makanya ayok berkarya dari sisi seni. Saat ini justru era dengan industri kreatif," katanya. Baca: Kiat Cantik Ayu Laksmi, dari Makan Bunga sampai Yoga
Naufal mengatakan sebagai seorang pelukis, karyanya saat ini tidak hanya bisa dinikmati di kanvas saja. Karyanya bisa diabadikan dalam dinding dalam bentuk mural. Bisa juga diabadikan di baju dan kain dalam dunia fashion. "Kunci utamanya itu kolaborasi," kata Naufal.
Hal itu sudah dilakukan Naufal. Ia sempat berkolaborasi dengan desainer baju untuk mencetak karyanya di baju-baju mereka. Pintu itu terbuka sangat luas. Ia mengatakan brand busana besar seperti Uniqlo, dan Adidas atau Nike, biasanya akan mencari para seniman terbaik untuk berkolaborasi mencari desain produk-produk terbaru mereka. "Dampaknya itu besar sekali," kata Naufal.
Produk seni lukis pun bisa berkolaborasi dengan dunia pendidikan. Ia mengatakan orang Indonesia itu masih banyak yang tidak suka membaca. Mereka lebih suka menikmati gambar. Nah agar masyarakat Indonesia, khususnya pelajar mengerti dengan mudah informasi yang dibacanya di buku para seniman perlu turun tangan untuk memvisualisasikan informasi di buku itu. Baca: Ramai Media Sosial, Psikolog ini Kasihan dengan Anak Zaman Now
Saat ini, Naufal sedang berkolaborasi dengan salah satu penyanyi di Indonesia untuk membuat desain sampul album terbarunya. Ia juga sedang mempersiapkan beberapa pamerannya yang akan diselenggarakan di Amerika, Singapura, serta pameran tunggal di Indonesia yang akan berlangsung pada April mendatang.