Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

UU Bea Meterai Baru Berlaku, Simak 8 Aturan Barunya

Direktur Peraturan Perpajakan 1, Ditjen Pajak Kemenkeu, Arif Yanuar, menjelaskan 8 aturan pokok dalam UU Bea Meterai yang baru.

1 Oktober 2020 | 06.58 WIB

Wajib pajak melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan ( SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi (OP) di KPP Pratama Jakarta Pulogadung, 29 Maret 2018. Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan mencatat hingga 28 Maret 2018 telah menerima 8,7 juta surat pemberitahuan (SPT). Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Wajib pajak melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan ( SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi (OP) di KPP Pratama Jakarta Pulogadung, 29 Maret 2018. Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan mencatat hingga 28 Maret 2018 telah menerima 8,7 juta surat pemberitahuan (SPT). Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Peraturan Perpajakan 1, Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Arif Yanuar, memberikan penjelasan soal 8 aturan dalam UU Bea Meterai yang baru. UU ini baru disahkan di DPR pada Selasa kemarin, 29 September 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Berikut 8 ketentuan baru tersebut:

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

1. Objek

UU Bea Meterai dikenakan atas dokumen elektronik, tidak hanya kertas. Pengaturan ini muncul karena saat ini sudah banyak terjadi peralihan dari kertas ke elektronik.

"Untuk saat ini belum terjangkau oleh UU yang lama (UU Nomor 13 Tahun 1985)," kata Arif dalam konferensi pers di Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu, 30 September 2020.

2. Tarif dan Batas Nilai Nominal

Dalam poin ini ada tiga ketentuan utama. Pertama, Tarif yang ditetapkan adalah tarif tunggal Rp 10.000, lebih mahal dari tarif yang berlaku sejak tahun 2000 sampai saat ini, yaitu Rp 3.000 hingga Rp 6.000.

Kedua, Batas nominal yang dikenai tarif meterai Rp 10.000 hanya untuk dokumen yang bernilai uang di atas Rp 5 juta. Di bawah itu, tidak kena bea meterai.

Batasan ini lebih longgar dari UU yang lama. Pada UU Nomor 13 Tahun 1985, yang tidak kena tarif hanya dokumen dengan nilai transaksi di bawah Rp250 ribu.

Untuk dokumen senilai Rp 250 ribu sampai Rp 1 juta, kena tarif bea meterai Rp 3.000. Lalu di atas Rp 1 juta, kena tarif Rp 6.000.

Ketiga, UU baru mengatur tarif tetap yang berbeda. Arif menyebut kebijakan ini bertujuan untuk melaksanakan program pemerintah dan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter dan sektor keuangan.

Arif belum merinci tarif tetap yang berbeda ini. Menurut dia, ketentuan detail akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). "Yang dalam penyusunannya akan berkonsultasi dengan DPR," kata dia.

3. Saat Terutang

UU baru mengatur soal dokumen elektronik. Sehingga, bakal ada ketentuan rinci mengenai penerapan bea meterai di setiap jenis dokumennya.

Untuk posisi saat terutang, ada beberapa pengaturan mengenai dokumen pernyataan, dokumen transaksi surat berharga, dokumen yang akan diajukan ke pengadilan, hingga dokumen di luar negeri yang akan digunakan di wilayah teritori Indonesia. "wajib diberi meterai," kata dia.

4. Pihak yang Terutang

Setelah dokumen, maka pihak yang terutang juga akan diatur. Ini tak jauh beda dengan poin ketiga. Pihak di sini mulai dari orang yang menerbitkan dokumen sepihak, dua pihak, surat berharga, alat bukti pengadilan.

5. Pemungutan Bea Meterai

Ada tiga kewajiban pemungut, yaitu memungut bea dari pihak yang terutang, menyetorkan ke kas negara, dan melaporkan kegiatan pemungutan ini. Nantinya, akan ada pengaturan soal mekanismenya. "Di UU lama ini belum ada," kata Arif.

6. Cara Pembayaran

Ada beberapa jenis cara pembayaran. Untuk meterai tempel saat ini, masih berlaku seperti biasa. Hal baru adalah menyangkut meterai elektronik dan meterai bentuk lain seperti di perbankan.

Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi Ditjen Pajak Iwan Djuniardi mengatakan akan ada sistem khusus untuk pembayaran bea meterai di dokumen elektronik. Sistem inilah yang akan terhubung langsung dengan sistem tempat dokumen elektronik itu dibuat. "Seperti pulsa nanti," kata dia.

Nantinya, sistem ini akan dijalankan lewat saluran atau channeling. Lalu dibentuk pula semacam dompet elektronik atau e-wallet yang berisi total nilai meterai yang sudah dibayarkan.

Satu lagi yaitu Surat Setoran Pajak (SSP). Arif menyebut ketentuan ini bertujuan untuk menyederhanakan pihak yang akan mengajukan alat bukti di pengadilan.

Biasanya, dokumen alat bukti bisa sampai 100 lembar lebih. Sehingga, akan merepotkan jika harus ditempeli meterai satu per satu. UU baru akan membuat sederhana dengan cara pembayaran meterai secara gelondongan.

7. Sanksi

Lalu, UU baru akan mengatur soal sanksi administrasi bagi yang terlambat menempel meterai sebesar 100 persen. Sanksi pidana pun juga ada untuk tindakan seperti pembuatan, pengedaran, penjualan, dan pemakaian meterai palsu atau bekas pakai.

8. Fasilitas

Terakhir yaitu pembebasan bea meterai untuk dokumen yang digunakan di empat kegiatan. Keempatnya yaitu penanganan bencana alam, bersifat keagamaan dan sosial, mendorong program pemerintah, dan pelaksanaan perjanjian internasional.

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus