Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kerugian Kimia Farma Akibat Vaksin Kedaluwarsa

Kimia Farma dan holding BUMN farmasi terbebani vaksin yang nyaris basi. Ada potensi kerugian negara.

15 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kimia Farma menanggung beban akibat vaksin yang tak terjual.

  • Realisasi program Vaksinasi Gotong Royong jauh dari target.

  • Holding BUMN farmasi akan merugi karena vaksin kedaluwarsa.

PT Kimia Farma Tbk tengah menikmati capaian positif. Pada semester I 2023, perusahaan farmasi pelat merah ini mencetak laba operasional Rp 236,29 miliar. Raihan ini berkebalikan dengan kondisi pada semester I tahun lalu, saat Kimia Farma menderita rugi operasional Rp 15,67 miliar. Walhasil, kata Presiden Direktur Kimia Farma David Utama, perseroan bisa membukukan laba bersih Rp 19,47 miliar pada pertengahan tahun ini. “Periode yang sama tahun lalu terjadi rugi bersih Rp 206,30 miliar," ujarnya dalam keterangannya pada akhir Juli lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

David pun optimistis pendapatan pada akhir tahun bisa mencapai Rp 11 triliun dan ada laba bersih Rp 130 miliar. Tapi laporan kinerja tersebut belum menghitung potensi kerugian yang ada di depan mata. Sampai saat ini, Kimia Farma masih menanggung beban dari produk-produk pada masa penanganan pandemi Covid-19 yang tidak terjual. Di antaranya vaksin untuk program Vaksinasi Gotong Royong senilai Rp 339 miliar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kondisi tersebut membebani PT Bio Farma (Persero) yang menjadi holding atau induk badan usaha milik negara sektor farmasi yang membawahkan Kimia Farma. Dalam laporan ringkas kinerja keuangan Bio Farma Group per Juli 2023, terungkap adanya beban dari stok yang kedaluwarsa, khususnya produk Covid-19, dengan nilai Rp 700 miliar.

Holding Bio Farma Group juga mengungkap masalah kondisi arus kas yang merah. Laporan keuangan Bio Farma menyebutkan arus kas operasi per akhir Juli minus Rp 672 miliar. Secara keseluruhan, terjadi penurunan saldo yang signifikan selama 2021-2023 sebesar Rp 900 miliar. Hal ini terjadi karena beban yang tidak berimbang dengan pendapatan. Produk yang kedaluwarsa menghambat perputaran modal kerja, yang ujung-ujungnya menjadi kerugian.  

Persoalan tersebut sudah dilaporkan kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara dan Dewan Perwakilan Rakyat. Anggota Komisi BUMN DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron, mengatakan masalah itu sudah dibahas dalam rapat dengar pendapat beberapa waktu lalu. “Memang menjadi potensi kerugian,” tuturnya pada Kamis, 12 Oktober lalu. 

Bio Farma memiliki sejumlah opsi, antara lain membersihkan beban kerugian dalam satu periode keuangan yang akan menyebabkan penurunan pendapatan dan membebankan kerugian secara bertahap dalam beberapa periode buku. Dengan opsi kedua, Bio Farma berharap produk yang kini bertumpuk di gudang bisa terserap pasar.

•••

DUA tahun lalu, Kimia Farma dan Bio Farma berbelanja vaksin Covid-19 buatan Sinopharm untuk program Vaksinasi Gotong Royong, vaksinasi yang dilakukan perusahaan atau lembaga untuk karyawannya. Vaksin itu dibeli dari China National Biotec Group Limited. Kerja sama itu ditindaklanjuti dengan perjanjian antara PT Kimia Farma Diagnostika—anak perusahaan Kimia Farma—dan Bio Farma pada 18 Mei 2021. Kimia Farma Diagnostika menjadi penyedia fasilitas pelayanan kesehatan untuk Vaksinasi Gotong Royong dengan imbalan jasa Rp 117.910 atas setiap dosis suntikan. 

Kimia Farma Diagnostika juga meneken kerja sama distribusi vaksin dengan Bio Farma pada 31 Maret 2021. Kimia Farma Diagnostika telah menerima imbalan jasa laboratorium medis dan klinik atas program Vaksinasi Gotong Royong senilai Rp 139,13 miliar. Perusahaan ini juga mendapat fee dari pendistribusian vaksin sebesar Rp 53,92 miliar. 

Tapi masalah besar ada pada penjualan vaksin. Berdasarkan laporan tahunan Kimia Farma periode 2022, penjualan vaksin nol alias tidak ada sama sekali. Padahal pada tahun sebelumnya Kimia Farma bisa meraup Rp 1,38 triliun dari penjualan vaksin. 

Vaksinasi Gotong Royong mulai berjalan pada 18 Mei 2021. Dalam keterangannya saat itu, manajemen Bio Farma menyatakan 18 perusahaan di Kawasan Industri Jababeka di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mendaftar sebagai peserta. Berbeda dengan program vaksinasi pemerintah yang menggunakan vaksin buatan Sinovac dan AstraZeneca, Vaksinasi Gotong Royong memakai vaksin bikinan Sinopharm. Pemerintah menyepakati kontrak pengadaan vaksin Sinopharm sebanyak 7,5 juta dosis dan pada pekan ketiga Juni 2021 sudah tersedia 2,8 juta dosis.

Gagasan penyelenggaraan Vaksinasi Gotong Royong muncul dalam diskusi pada Januari 2021 antara Presiden Joko Widodo dan pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia, yang saat itu dipimpin Rosan Perkasa Roeslani. Program ini bertujuan membantu pemerintah mempercepat vaksinasi dan membentuk kekebalan komunitas. Ketika itu Rosan optimistis ada 22 ribu perusahaan yang akan mendaftar dengan jumlah peserta 10 juta orang.

Presiden Joko Widodo meninjau pelaksanaan perdana program Vaksinasi Covid-19 Gotong Royong di pabrik PT Unilever Indonesia, Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 18 Mei 2021. presidenri.go.id

Salah satu perusahaan yang melaksanakan Vaksinasi Gotong Royong adalah PT Unilever Indonesia Tbk. Jokowi meninjau penyuntikan vaksin karyawan Unilever di Kawasan Industri Jababeka pada 18 Mei 2021. Pada tahap awal, vaksinasi mencakup 320 pekerja dan setelah itu bertambah menjadi 10 ribu karyawan dan anggota keluarga masing-masing.

Perusahaan lain adalah Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia. Direktur Public Affairs Communications and Sustainability CCEP Indonesia Lucia Karina mengatakan ada 8.500 karyawan dan keluarga serta warga sekitar pabrik yang menjadi peserta. CCEP Indonesia memakai 17 ribu dosis vaksin. “Rata-rata dua kali suntik setiap orang," ucapnya pada Jumat, 13 Oktober lalu. Menurut Karina, ada pula karyawan yang mendapat suntikan vaksin ketiga. 

Toh, pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong tidak berlangsung lama. Perusahaan yang mendaftar tak sebanyak yang digembar-gemborkan. Akibat pandemi Covid-19, perekonomian porak-poranda dan banyak perusahaan yang kolaps.

Soal ini, Rosan Roeslani, yang kini menjabat Wakil Menteri BUMN II, tak merespons permintaan konfirmasi Tempo. Begitu juga Wakil Menteri BUMN I Kartika Wirjoatmodjo, yang menangani industri farmasi. Adapun Direktur Utama Bio Farma Shadiq Akasya dan Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno Putro berjanji memberi penjelasan. Namun, hingga tulisan ini terbit, keduanya belum memberikan keterangan. 

Menurut anggota Komisi BUMN DPR dari Fraksi Gerindra, Andre Rosiade, sebanyak 3,2 juta dosis vaksin dalam program Vaksinasi Gotong Royong yang bernilai lebih dari Rp 300 miliar akan kedaluwarsa pada akhir tahun ini. Dia mengingatkan holding BUMN farmasi dan Kementerian BUMN bahwa jutaan dosis vaksin ini bisa menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan karena merugikan keuangan negara.

Anggota Komisi BUMN dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Amin Akram, menyarankan BUMN farmasi segera memilah produk yang harus dimusnahkan dan yang masih bisa digunakan. “Pilihan terbaik memusnahkan produk yang hampir atau sudah kedaluwarsa,” ujarnya. Tujuannya adalah mencegah dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan sekaligus tidak membebani biaya dan manajemen stok.

Amin juga membeberkan beban lain yang harus ditanggung BUMN farmasi, yaitu produk yang berdampak munculnya sunk cost atau biaya yang telanjur dikeluarkan untuk sebuah proyek. Apabila proyek semacam ini diteruskan, perusahaan akan merugi. Dia memberi contoh proyek untuk memproduksi vaksin IndoVac yang menelan biaya Rp 500 miliar dari riset hingga produksi. “Alat produksi mungkin bisa dimodifikasi untuk memproduksi vaksin lain yang bermanfaat,” tuturnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Berat Beban Vaksin Kedaluwarsa"

Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus