Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

YLKI Setuju Integrasi Pembayaran Antar Moda Transport Asalkan..

YLKI setuju dengan rencana BI, yang akan mengintegrasikan alat pembayaran transportasi antarmoda, dengan sejumlah syarat.

29 Oktober 2017 | 15.23 WIB

Petugas KRL saat mencoba kartu Sistem Parkir Elektronik (e-parking) di Stasiun Bogor, 1, Oktober 2014. Kartu-kartu yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi parkir elektronik, yakni Flazz dari BCA, Brizzi (BRI), Tapcash (BNI), dan e-money (Bank Mandiri). TEMPO/Lazyra Amadea Hidayat
Perbesar
Petugas KRL saat mencoba kartu Sistem Parkir Elektronik (e-parking) di Stasiun Bogor, 1, Oktober 2014. Kartu-kartu yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi parkir elektronik, yakni Flazz dari BCA, Brizzi (BRI), Tapcash (BNI), dan e-money (Bank Mandiri). TEMPO/Lazyra Amadea Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai rencana Bank Indonesia (BI), yang akan mengintegrasikan pembayaran transportasi antarmoda, merupakan suatu langkah tepat. "Kebijakan yang bagus. Namun satu tiket harus untuk semua moda," kata Ketua YLKI Tulus Abadi kepada Tempo, Ahad, 29 Oktober 2017.

Pemerintah akan memulai integrasi itu untuk pembayaran kereta ringan, kereta komuter, mass rapid transit, bus Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD), hingga bus Damri. Proyek itu merupakan bagian dari Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) yang dicanangkan pada Agustus 2014. Saat ini, BI tengah menggenjot 100 persen transaksi nontunai di jalan tol.

Baca: YLKI: Jangan Paksakan Pengenaan Biaya Isi Ulang Uang Elektronik

Selain itu, Tulus menegaskan program pembayaran nontunai tersebut mesti terintegrasi dan masing-masing moda trasportasi tidak mempunyai tiket sendiri-sendiri. Tulus menambahkan, pemerintah juga harus memastikan tidak ada biaya tambahan untuk top up pembelian saldo isi ulang uang elektronik (e-money). "Untuk top up, harus free of charge. Jangan ada tambahan biaya lagi," ucapnya.

Lebih lanjut, Tulus mengatakan pemerintah harus bisa memastikan isi ulang uang elektronik tersebut bisa di mana saja. Isi ulang diminta tidak dilakukan di loket pembayaran agar tidak menimbulkan antrean. "Namun sebenarnya penerapan e-toll (kartu elektronik untuk pembayaran tol) tidak efektif untuk mengatasi kemacetan," ujarnya.

Hingga 25 Oktober 2017, pencapaian transaksi nontunai di seluruh Indonesia telah mencapai 91 persen. Adapun di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi 94 persen. Selain itu, ada beberapa ruas yang telah menerapkan e-toll 100 persen, yaitu di Denpasar dan Bogor Ring Road.

Untuk menggenjot target 100 persen transaksi elektronik jalan tol pada 31 Oktober, perbankan akan menyediakan 1,5 juta kartu uang elektronik tambahan. Jumlah tersebut akan dibagi rata antara Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, dan Bank Central Asia.

Peralihan ke e-toll ini dilakukan berdasarkan regulasi dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Transaksi Tol Nontunai di Jalan Tol. Kebijakan tersebut telah dirilis pada 12 September 2017. Peraturan itu bertujuan meningkatkan kelancaran di jalan tol serta menekan biaya cash handling dan peredaran uang palsu. Sebelumnya, YLKI juga menentang soal pembebanan biaya isi ulang e-money kepada konsumen, melainkan ke perusahaan atau merchant terkait.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Imam Hamdi

Imam Hamdi

Bergabung dengan Tempo sejak 2017, setelah dua tahun sebelumnya menjadi kontributor Tempo di Depok, Jawa Barat. Lulusan UPN Veteran Jakarta ini lama ditugaskan di Balai Kota DKI Jakarta dan mendalami isu-isu human interest.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus