Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kesehatan

3 Faktor Demam Berdarah Jadi Penyakit Endemik di Wilayah ASEAN

WHO dan ASEAN konsolidasi untuk menangani penyakit demam berdarah yang selalu marak di Asia Tenggara.

17 Juni 2024 | 10.01 WIB

Dunia tanpa Nyamuk (Keseharian):Dua pria tua bersongkok putih menutup hidung pada saat dilakukan pengasapan untuk mencegah berkembangnya nyamuk demam berdarah di daerah Duren Sawit, Jakarta, 10 Mei 2008. Serangan wabah penyakit mematikan itu sering muncul di Indonesia saat peralihan musim. Fotografer ingin memperlihatkan salah satu suasana khas Indonesia: pengasapan yang rutin. Ketidakacuhan tecermin dalam sikap kedua orang tua itu.(Juara 1: ACHMAD IBRAHIM/AP)
Perbesar
Dunia tanpa Nyamuk (Keseharian):Dua pria tua bersongkok putih menutup hidung pada saat dilakukan pengasapan untuk mencegah berkembangnya nyamuk demam berdarah di daerah Duren Sawit, Jakarta, 10 Mei 2008. Serangan wabah penyakit mematikan itu sering muncul di Indonesia saat peralihan musim. Fotografer ingin memperlihatkan salah satu suasana khas Indonesia: pengasapan yang rutin. Ketidakacuhan tecermin dalam sikap kedua orang tua itu.(Juara 1: ACHMAD IBRAHIM/AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota yang terhimpun dalam ASEAN bekerja sama dengan organisasi kesehatan dunia (WHO) untuk aksi konsolidasi guna tindakan pencegahan demam berdarah. Aksi konsolidasi tersebut berupa penguatan kerja sama antarsektor sekaligus 15 Juni 2011 menjadi tahun pertama diperingatinya DBD sebagai penyakit endemik di wilayah Asia Tenggara. Berikut 3 hal yang mendasari DBD jadi penyakit endemik ASEAN.

1. Iklim Tropis dan Pengaruh El Nino jadi Faktor Sebaran Nyamuk Aedes aegypti di ASEAN

Negara-negara seperti Indonesia, Myanmar, Thailand, Malaysia, Singapura yang berada di kawasan Asia Tenggara umumnya memiliki iklim yang serupa yaitu tropis dengan pengaruh El Nino yang saling berembus. Dikutip dari World Health Organization, dari 3,5 miliyar orang penderita DBD, penderita yang tinggal di kawasan Asia Tenggara menyumbang sebanyak 1,3 miliyar kasus DBD. Dan kasus DBD di Indonesia meningkat saat musim kemarau tiba sebagai akibat fenomena El Nino. Nyamuk akan semakin ganas saat suhu di suatu wilayah semakin meningkat.

2. Asia Tenggara Memiliki Curah Hujan Tinggi

Dilansir dari Britannica di Asia Tenggara banyak dilalui daerah pegunungan yang membuat perbedaan radiasi matahari, iklim, hingga intensitas curah hujan. Indonesia sebagai negara yang dilalui khatulistiwa memiliki curah hujan 80 inchi hingga 120 inchi. Curah hujan yang tinggi ini mempengaruhi keberadaan nyamuk Aedes aegypti karena banyaknya genangan air di sejumlah wilayah yang jadi tempat perkembangbiakannya. Inilah yang membuat negara-negara Asia Tenggara jadi negara endemik penyakit DBD.

3. Pengaruh Penyintas DBD

Sejak tahun 2011 lonjakan kasus DBD di Asia Tenggara tidak ada habisnya, bahkan pada tahun 2022 lalu Filipina dan Vietnam masuk kategori top 5 penyumbang kasus DBD terbesar di dunia. Sedangkan Indonesia pada 2024 ini alami lonjakan kasus hingga 88 ribu lebih kasus, di sebuah penelitian disebutkan bahwasannya seorang yang pernah terinfeksi kasus DBD memiliki kecenderungan untuk 'kambuh' hingga 4 kali dan berisiko tinggi terinfeksi.

MELINDA KUSUMA NINGRUM | PUSPITA AMANDA SARI

Pilihan Editor: Tak Hanya Jambu Biji, Ini 5 Obat Alami untuk Tangani Demam Berdarah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus