Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

3 Pilihan Rasa Kopi Merapi, dari Madu sampai Luwak

Tak sekedar menanam, memanen, dan mengolahnya menjadi kopi siap seduh, para petani kopi Merapi menyediakan beragam pilihan rasa.

28 September 2018 | 06.59 WIB

 Pegawai koperasi sedang menjemur biji kopi di Koperasi Merapi, Jalan Kaliurang KM 20, Sleman, Yogyakarta. Tempo/Francisca Christy Rosana
Perbesar
Pegawai koperasi sedang menjemur biji kopi di Koperasi Merapi, Jalan Kaliurang KM 20, Sleman, Yogyakarta. Tempo/Francisca Christy Rosana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Sleman - Tak sekedar menanam, memanen, dan mengolahnya menjadi kopi siap seduh. Para petani kopi Merapi di lereng Gunung Merapi, Sleman, DI Yogyakarta, juga mencoba meraciknya dengan berbagai varian rasa dan cara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kopi Merapi kini dapat dinikmati dengan tiga pilihan: kopi honey, kopi luwak, hingga kopi wine. “Semuanya dari jenis robusta dan arabika,” kata Supardi, anggota Kelompok Petani Kopi Tunas Harapan dari Dusun Pentingsari, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman saat ditemui di Festival Kopi Merapi 2018 di Pentingsari, Sleman, Rabu, 26 September 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kopi honey atau kopi madu memiliki rasa manis dan ini menjadi cirri khas kopi Merapi. Sebab rasa manis itu diperoleh justru setelah biji kopi yang merah diolah tanpa ada perlakuan tambahan apa pun. Artinya, pengolahan biji kopi mulai dari dipetik, dijemur, disangrai, digiling dilakukan tanpa mendapat tambahan materi atau teknik apapun. “Jadi manual. Ciri khasnya ada manisnya,” kata Supardi.

Kemudian kopi Luwak yang diolah lewat proses pencernaan binatang tersebut. Biji kopi yang diambil dan diolah petani adalah biji kopi yang keluar bersama kotoran Luwak karena telah bercampur dengan enzim pencernaan dalam perut hewan omnivora itu.

Ini jenis kopi yang produksinya amat sedikit karena tiga ekor luwak yang dipelihara tak mamakan semua biji kopi yang disediakan. Dalam sebulan mereka hanya menghasilkan tiga ons kopi.“Padahal saya pilihkan biji kopi terbaik, yang merah. Tapi terbaik menurut saya kan belum tentu sesuai selera Luwak,” kata Supardi.Kemasan kopi Merapi di Koperasi Merapi, Jalan Kaliurang KM 20, Sleman, Yogyakarta. Tempo/Francisca Christy Rosana

Supardi pun memperlihatkan setoples biji kopi yang dicerna Luwak. Warna biji kopinya kecokelatan dan menggerombol karena lengket.

Untuk menjaga cita rasa kopi tidak terkontaminasi dengan rasa makanan lain yang dikonsumsi luwak, binatang itu dibiarkan puasa sehari sebelum diberi biji kopi. Jenis biji kopi yang diberikan juga terpisah antara arabica dan robusta.

Harga kopi Luwak Merapi pun tergolong mahal. Satu kilo bisa mencapai Rp 1 juta dan siap seduh Rp 100–200 ribu per gelas. “Untuk membedakan kopi Luwak asli atau palsu itu sulit,” kata Supardi.

Ada pun kopi wine diperoleh melalui proses fermentasi. Kopi itu langsung dijemur setelah dipetik, lalu diperam selama sebulan hingga memunculkan jamur dan bau asam seperti tape atau singkong busuk. Kemudian dijemur 20-30 hari untuk mengeringkan biji yang lembab.

Direktur Program Pengembangan Bisnis Rumah Kreatif jogja, Febriyo Hadikesuma mengimbau petani-petani kopi mencari referensi pembanding dengan kopi lain--baik pembanding proses penanaman maupun penyeduhannya. Tujuannya untuk mengembangkan cita rasa kopinya. Dia menilai tingkat kemakmuran petani kopi rendah karena tak ada edukasi mencari pembanding dari pemerintah setempat.

Namun bagaimana pun, beragam jenis kopi merapi itu kini mulai memperkaya jagad perkopian di tanah air.

PITO AGUSTIN RUDIANA (Sleman)

Pito Agustin Rudiana

Koresponden Tempo di Yogyakarta

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus