Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

7 Alasan Orang Suka Pamer Kekayaan seperti Mario Dandy

Ini penyebab seseorang suka pamer, salah satunya termasuk pelaku penganiayaan Mario Dandy Satrio yang suka memamerkan Harley Davidson dan Rubicon.

27 Februari 2023 | 07.30 WIB

Barang bukti 1 unit mobil Rubicon dengan plat palsu yang dikendarai Mario Dandy Satrio saat menganiaya David disita Polres Jakarta Selatan, Jumat, 24 Februari 2023. Shane terbukti bersalah karena telah membiarkan adanya kekerasan dan memprovokasi Mario untuk menganiaya David yang merupakan anak dari petinggi GP Anshor, kini Shane dan Mario mendekam di sel tahanan Polres Metro Jakarta Selatan, sementara David masih menjalani pengobatan. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Perbesar
Barang bukti 1 unit mobil Rubicon dengan plat palsu yang dikendarai Mario Dandy Satrio saat menganiaya David disita Polres Jakarta Selatan, Jumat, 24 Februari 2023. Shane terbukti bersalah karena telah membiarkan adanya kekerasan dan memprovokasi Mario untuk menganiaya David yang merupakan anak dari petinggi GP Anshor, kini Shane dan Mario mendekam di sel tahanan Polres Metro Jakarta Selatan, sementara David masih menjalani pengobatan. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Baru-baru ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan aksi penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio. Tak hanya tindakannya yang merugikan, kehidupan Mario yang masih berusia berusia 20 tahun ini pun juga disorot lantaran sering menampilkan gaya hidup mewah di media sosial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dalam video dan foto yang beredar, Mario tampak menunjukkan dirinya sedang mengendarai Moge Harley Davidson. Di samping itu, ia juga memiliki Rubicon yang kemudian menjadi barang bukti oleh kepolisian dalam kasus penganiayaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melihat perilaku tersebut, netizen pun geram dan melontarkan beragam komentar. Mario dianggap termasuk golongan orang suka pamer atau flexing di media sosial.

"Perilaku Mario pamer harta + aniaya remaja David sampai koma, benar² gambarkan istilah Jawa, "anak polah bapak kepradah." tulis akun @ilhamkhoiri

"Orang Bijak Taat Pajak : Numerasi (anak) Pegawai Pajak Sementara anak pejabat direktorat pajak Mario Dandy Satriyo pamer kendaraan di medsos serta aniaya remaja." tulis akun @iwanalidarmawan
·

Mario hanya satu dari sekian orang yang mungkin terjerat dalam kebiasaan flexing. Menurut Urban Dictionary, sebagaimana dikutip dari Bustle, flexing dapat diartikan pamer atau menyombongkan diri. Sementara arti lain yakni memasang muka palsu, memalsukannya, atau memaksanya. Lantas mengapa orang suka pamer?

 

Alasan Orang Suka Pamer di Media Sosial


Tindakan pamer dapat membuat seseorang terlihat luar biasa di mata orang lain. Meski demikian, tindakan tersebut tidak dapat membantu seseorang untuk mendapatkan teman. Berikut ada beberapa penyebab seseorang suka pamer.

1.    Rendah Diri


Menurut Nurhayat dan Noorizki dalam Jurnal Flourishing, fenomena flexing erat kaitannya dengan penghargaan diri (self esteem) yang rendah. Biasanya para pelaku cenderung lebih sensitif dan terganggu dengan kritikan. Memiliki sikap kehati-hatian, fokus pada diri-sendiri, dan berupaya meminimalisir kesalahan. Dikatakan juga jika mereka jauh dari kebahagiaan hingga rentan menderita penyakit mental, seperti depresi.

2.    Butuh Pengakuan


Hampir setiap manusia membutuhkan validasi dari lingkungan sekitar. Baik itu tentang kecantikan, prestasi, maupun kekayaan. Namun, apabila dilakukan secara berlebihan ternyata berdampak pada kepercayaan diri. Dilansir dari laman 2 Know Myself, orang yang secara gamblang menampilkan kemewahan sesungguhnya hanya mencari pembuktian. Mereka bakal berasumsi bahwa orang lain akan memandang rendah jika tidak menunjukkan bukti nyata harta yang dimiliki.

3.    Pengalaman Traumatik


Peristiwa buruk di masa lalu ternyata juga berpengaruh pada alasan orang suka pamer di media sosial. Di masa kecil, beberapa pelaku flexing kerap dipandang rendah, entah oleh orang tua, teman sebaya, hingga guru di sekolah. Bisa karena sering mengalami kekerasan ataupun perundungan (bullying). Dalam upaya ‘balas dendam’, mereka tak mau jatuh dalam lubang yang sama. Sehingga untuk memulihkan nama baik, selalu unjuk gigi dianggap sebagai cara terbaik.

4.    Mengekspresikan Diri


Dalam Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini karya Daviq Chairilsyah, disebutkan apabila kebiasaan menunjukkan kehebatan (show off) tidak hanya dialami orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Pamer pada anak-anak menjadi wujud mengekspresikan imajinasi, bagian dari perkembangan kemampuan kognitif. Biasanya dilakukan untuk mendapatkan perhatian atau apresiasi dari orang tua.

5.    Tidak Benar-benar Kaya


Masih menurut 2 Know Myself, orang yang sering membicarakan pencapaian dirinya sendiri sebenarnya merasa belum bisa mencapai target. Mungkin, Anda tidak akan pernah menemui super model asli yang mengakui dirinya cantik. Begitu pula dengan orang yang mengklaim masuk dalam kelas atas, berusaha memperlihatkan barang-barang mewah yang sudah dibeli. Sementara orang yang benar-benar tajir melintir lebih memilih untuk hidup sederhana.

6.    Pengaruh Lingkungan


Perilaku hidup berfoya-foya atau hedonisme juga berhubungan dengan alasan orang suka pamer di media sosial. Dalam jurnal bertajuk Wabah Gaya Hidup Hedonisme Mengancam Moral Anak, keterikatan dengan komunitas mendorong seseorang bertindak seperti sesamanya. Misalnya, berada di lingkar pertemanan yang terbiasa bergaya hidup mewah, maka individu juga dipaksa untuk mengikuti. Karena kelompok sosial yang relatif homogen akan bertahan lama di tengah masyarakat.

7.    Perbedaan Budaya


Kondisi geografis juga menciptakan konsekuensi tak sama pada tindakan seseorang. Organisasi Society for Personality and Social Psychology (SPSP) menemukan bahwa persepsi masing-masing individu dari berbagai belahan bumi membentuk cara berpikir yang berbeda.

Bagi sebagian orang, mengendarai Ferrari dianggap mewah di Asia, tetapi mungkin akan biasa saja menurut warga dari Benua Eropa. Budaya Barat cenderung liberal dan lebih menghargai kesetaraan dibandingkan Budaya Timur yang jauh konservatif. Sehingga tidak ada patokan kuat untuk memaknai istilah mewah dan pamer.

Itulah alasan mengapa seseorang suka pamer di media sosial berdasarkan tinjauan ilmu psikologi. Demi memperoleh penghargaan, tak jarang manusia melakukan segala cara, termasuk flexing. Meskipun mungkin tidak merugikan orang lain, menjadi diri-sendiri adalah hal terbaik daripada harus berpura-pura demi sebuah pengakuan. 

 

 

NIA HEPPY | MELYNDA DWI PUSPITA 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus