Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kesehatan

Alasan Indonesia Tak Pernah Melegalkan Ganja untuk Pengobatan

Tak seperti beberapa negara yang sudah membolehkan ganja untuk pengobatan, Indonesia tetap melarang tanaman memabukkan ini.

1 Agustus 2019 | 10.32 WIB

Ilustrasi Ganja. Getty Images
Perbesar
Ilustrasi Ganja. Getty Images

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa negara sudah melegalkan ganja untuk pengobatan, tapi tidak di negeri ini. Indonesia tidak pernah menggunakan ganja sebagai bahan obat jenis apapun. Begitu menurut Kepala Pusat Laboratorium Narkotika Badan Narkotika Nasional (BNN), Brigjen Polisi Mufti Djusnir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

"Karena kita sudah memasukkan ganja ke dalam narkotika golongan I dalam UU No.35 tahun 2009. Kalau golongan I, kami tidak sepakat digunakan untuk keperluan medis," kata Mufti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mufti menegaskan tidak pernah ada peraturan yang melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan medis apapun bahkan sebelum pengesahan UU Narkotika pada 2009. Penggunaan ganja di Tanah Air, sesuai UU No.35/2019, hanya untuk keperluan penelitian lembaga yang berwenang. Narkotika golongan itu mempunyai dampak ketergantungan yang sangat tinggi.

"Penyelewengannya jauh lebih buruk ketimbang manfaatnya. Banyak yang menggunakan ganja untuk tujuan penyalahgunaan ketimbang medis," ujarnya.

Ilustrasi Ganja. Getty Images

Sementara, ahli medis dari University of Pennsylvania Perelman School of Medicine Marcel BonnMiller di Amerika Serikat, seperti dilansir laman WebMD, mengungkapkan peneliti bahkan harus memiliki izin khusus bila ingin meneliti ganja. Penggunaan ganja untuk pengobatan di beberapa negara kawasan Eropa dan Amerika Serikat menurut Bonn-Miller biasanya terbatas pada ganja dalam bentuk tanaman atau zat kimia di dalamnya, yakni Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD).

Sejumlah masalah kesehatan yang biasanya ditangani dengan ganja medis antara lain penyakit Alzheimer, kanker, anoreksia, glukoma, gangguan kejiwaan seperti skizofrenia dan PTSD, multiple sclerosis (MS), dan nyeri.

"Tetapi, belum ada bukti ganja bisa membantu kondisi-kondisi tersebut," tutur Bonn-Miller.

Badan pengawas pangan dan obat-obatan Amerika (FDA) menyetujui penggunaan dua jenis obat cannabinoid yakni dronabinol dan nabilone untuk mengatasi efek muntah kemoterapi. Selain itu, cannabinoids, zat aktif dalam ganja medis, menurut studi bisa mengurangi kecemasan, peradangan, membunuh sel kanker, hingga mengendurkan ketegangan otot pada penderita MS. Namun, Mufti menambahkan pemerintah di negara-negara yang melegalkan ganja mulai meninjau ulang keputusan penggunaan ganja, salah satunya untuk pengobatan.

"Ada informasi baru di negara Eropa seperti Belanda, Amerika Serikat, yang awalnya melegalkan, sekarang bermasalah. Sulit mengatasi permasalahan sosial masyarakatnya. Mereka akan meninjau ulang (penggunaan ganja untuk pengobatan)," kata Mufti.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus