Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Anak Anda Ikut Bermacam-macam Les? Simak Penjelasan Pakar Ini  

Orang tua sering menyuruh anaknya aktif ikut les ini-itu agar anak punya lebih dari satu kecerdasan, tapi si anak menjadi kehilangan privasi.

8 Mei 2017 | 06.26 WIB

Ilustrasi anak belajar berhitung. shutterstock.com
Perbesar
Ilustrasi anak belajar berhitung. shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Si kecil kini mengenakan seragam merah putih. Ia duduk di bangku sekolah dasar. Sebagai orang tua, Anda berinisiatif membekalinya dengan berbagai kemampuan. Misalnya, selain sekolah, Anda memasukkan buah hati ke tempat kursus atau les privat.

Namun terlalu banyak ikut kursus ada konsekuensinya. Seperti berpotensi membuat si kecil gelagapan dan kehilangan privasi. Psikolog Rose Mini berbagi pandangan soal ini. Rose mengingatkan kecerdasan tidak selalu berbentuk pintar matematika. Bunda Romi, sapaan Rose, mengutip teori multiple intelligences dari Howard Gardner.

Baca: Aspek yang Mempengaruhi Fokus Anak untuk Belajar

Intinya, manusia tak hanya punya kecerdasan logika (matematika). Setiap orang dianugerahi kecerdasan dalam bentuk lain, seperti linguistik (bahasa), intrapersonal (kecerdasan dalam memahami diri sendiri), kecerdasan interpersonal (berhubungan dengan orang lain), dan kecerdasan musikal.

Kecerdasan itu mesti dirangsang dan dilatih agar kian tajam. Tugas orang tua adalah mengetahui kecerdasan buah hati mereka, lalu merangsangnya. Tujuannya, memahami kecerdasan apa yang dominan dalam diri putra-putri mereka. Kursus atau les hanyalah alat untuk mempertajam.

Baca: Emosi Tak Stabil, Remaja Rentan Meniru Blue Whale Challenge

Kalau bisa dirangsang orang tua, sebenarnya anak tidak butuh kursus. “Yang keliru, orang tua cenderung tidak mau repot, lalu mengambil jalan pintas dengan menggiring anak mereka ikut kursus. Atau orang tua punya waktu senggang, tapi bingung bagaimana mengenali anak sendiri. Lalu orang tua berpikir, 'Daripada anak menganggur enggak ada kegiatan, lebih baik dikursusin.' Prinsip daripada anak menganggur ini tidak tepat,” ujar Rose.

Jangan menyamakan anak dengan adonan kue bolu, yang agar mengembang, dimasukkan ke oven, didiamkan sekian menit, lalu dikeluarkan seraya berharap adonan telah mengembang sempurna. Terlalu banyak kursus membuat anak kehilangan privasi dan waktu mengenali diri sendiri.

Baca: Empat Informasi Ini Paling Banyak Dicari di Google Saat Ramadan

“Misalnya, ibu memergoki anak bengong melihat semut berjalan di tembok. Ibunya berpikir, 'Buat apa, sih, bengong. Kayak enggak ada pekerjaan lain?' Bu, jangan dilihat bengongnya. Pikirkan apa yang membuat si kecil tertarik melihat semut. Berikan rangsangan. Mulailah dengan penjelasan sederhana soal organisme bernama semut itu,” ucapnya.

TABLOIDBINTANG.COM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hadriani Pudjiarti

Hadriani Pudjiarti

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus