Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Gas dan asap rokok yang terhirup memicu pembengkakan lambung. Saat lambung mengembung, risiko terkena penyakit Gastroesophageal Reflux Disease alias Gerd meninggi.
Baca: Asap Rokok yang Terhirup ke Lambung, Bisa Akibatkan Gerd
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dokter ahli penyakit dalam Ari Fahrial Syam dari Yayasan Gastroenterologi Indonesia menjelaskan saat Gerd menyerang, pasien merasa lambungnya seperti terbakar, mulut terasa pahit, dan nyeri hebat di dada. "Kalau sudah begini, pasien dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), menerima suntikan obat antiasam lalu kondisinya membaik. Mereka dilarikan ke IGD karena menduga nyeri di dada itu serangan jantung,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Penyakit Gerd, menurut Ari, berhubungan dengan pola makan dan gaya hidup. Masyarakat zaman sekarang suka mengonsumsi makanan cepat saji, daging, cokelat, keju, lemak, kurang doyan sayur dan buah.
Kondisi ini diperburuk dengan kebiasaan merokok dan sesekali menenggak alkohol. Makin memprihatinkan, karena pengetahuan masyarakat tentang Gerd masih terbatas.
Baca: Mitos atau Fakta, Fast Food dan Rokok Memicu Penyakit Gerd?
Informasi dan definisi soal Gerd baru dikembangkan pada 10 tahun terakhir. Pada 2007-2008, barulah terdefinisi apa sebenarnya Gerd. Pada era 1990-an, Indonesia belum kenal Gerd. Saat ini, masih banyak orang belum bisa membedakan maag dan Gerd. Disebut mag, jika asam lambung masih berada di lambung. Menurut Aari, suatu nyeri di lambung akan dinyatakan Gerd, bila asam lambung naik ke area lain. "Lebih berbahaya mana? Gerd, karena asam lambung sebenarnya tidak boleh keluar dari lambung," katanya.
TABLOID BINTANG