Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Apa Itu Kuah Beulangong, Tradisi Akhir Ramadan di Aceh

Dinamakan kuah beulangong karena poses memasaknya berlangsung dalam belanga atau kuali besar.


13 Juli 2015 | 14.48 WIB

Gulai Kambing
Perbesar
Gulai Kambing

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Banda Aceh - Menjelang siang, para pemuda Desa Meunasah Krueng, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, berkumpul di meunasah (musala). Sebagian sibuk menyiapkan tungku, sebagian lagi memotong daging sapi yang telah telah disembelih.

Bumbu-bumbu telah disiapkan dari pagi. Delapan tungku dihidupkan bersamaan dengan belanga bergaris tengah satu meter lebih. Lalu mereka memasak kuah beulangong untuk menjaga tradisi yang telah berlangsung lama di Aceh.

“Ini tradisi kami. Saban Ramadan kami memasak kuah beulangong untuk dimakan bersama warga dan menjamu tamu di meunasah,” kata Marzuki, ketua pemuda setempat, Sabtu, 11 Juli 2015.

Tradisi itu, menurut dia, punya makna kebersamaan yang dirayakan di akhir Ramadan. “Sebagai simbol menamatkan Al-Quran dalam tadarus yang berlangsung selama Ramadan.”

Bang Agam, juru masak Desa Meunasah Krueng, bertugas menjaga cita rasa kuah beulangong. Dia menyebut kuah beulangong memiliki cita rasa tinggi. Dinamakan kuah beulangong karena poses memasaknya berlangsung dalam belanga atau kuali besar.

Bahan utamanya adalah daging sapi atau kambing yang dipotong kecil-kecil, kemudian nangka muda atau pisang kapok dipotong sesuai selera. Bumbunya lumayan banyak: kelapa gongseng, kelapa giling, cabai merah, cabai kering, cabai rawit, bawang putih, jahe, kunyit, ketumbar gongseng, kemiri, dan lengkuas. Semuanya digiling.

Jika bumbu sudah ada, memasaknya tak sukar. Daging dimasukkan dalam kuali, kemudian diaduk bersama bumbu dan garam hingga merata. Lalu air ditambahkan secukupnya sampai setengah matang. Selanjutnya potongan nangka muda dimasukkan dan air kembali ditambahkan sampai benar-benar masak. “Pengadukannya harus dijaga agar masaknya merata,” kata Agam.

Menjelang salat Asar, kuah beulangong masak. Ratusan warga membawa wadah ke meunasah untuk mengambil kuah itu guna berbuka puasa di rumah. Sisanya akan dimakan bersama di meunasah pada waktu berbuka. Mereka ikut mengundang pemuka desa tetangga.

Marzuki mengatakan pelaksanaan tradisi kenduri itu teratur dan terjadwal agar antar desa yang berdekatan tidak bersamaan. “Saat satu desa melakukannya, maka pemuka desa sekitar akan diundang untuk makan bersama.”

Tradisi memasak kuah beulangong di Aceh diyakini telah berlangsung sejak masa kerajaan dulunya. Tak mesti di pengujung Ramadan, kuah beulangong kerap dilakukan pada saat peringatan hari-hari besar agama. “Untuk menjaga persatuan dan jalinan silaturahmi antar masyarakat,” katanya.

ADI WARSIDI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Zed abidien

Zed abidien

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus