Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik meluncurkan buku mengenai analisis data perkawinan usia anak di Indonesia yang berjudul "Kemajuan Yang Tertunda". Data dalam buku ini menunjukkan bahwa prevalensi perkawinan anak usia dini di Indonesia masih tinggi dan penurunannya cenderung stagnan.
“Walaupun transformasi itu telah terjadi tetapi usia perkawinan usia anak masih tetap tinggi. Ada kemajuan di suatu kelompok masyarakat kita, tetapi ada semacam resistensi dan ini merupakan tantang terbesar kita,” ucap Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik M. Sairi Hasbullah di peluncuran buku "Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia" pada Rabu, 20 Juli 2016 di San Pacific Hotel Jakarta.
Sairi menuturkan bahwa penyebab terjadinya perkawinan anak usia dini bukan hanya sekadar sulitnya akses pendidikan atau kemiskinan. Namun adanya pola budaya resistensi yang sulit berubah di beberapa wilayah di Indonesia.
Menurutnya perlu ada kajian mendalam mengenai pola resistensi ini untuk melihat pengaruhnya kepada upaya pemerintah dalam menurunkan tingkat prevalensi perkawinan anak usia dini di tahun 2030.
Menurut hasil analisis data buku tersebut, prevalensi perkawinan usia anak di Indonesia mencapai 23 persen pada tahun 2015. Prevalensi tertinggi terjadi di Sulawesi Barat sebesar 34 persen, kemudian diikuti oleh Kalimantan Selatan sebesar 33,68 persen, Kalimantan Tengah 33,56 persen, Kalimantan Barat 32,21 persen dan Sulawesi Tengah 31,91 persen.
ATIKA NUSYAUTERI | HANI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini