Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Doktor buat si murah hati

Setelah 19 tahun mengadakan penelitian, dr. iskandar wahidayat dari rscm, membahas penyakit talesemia ke dalam bentuk disertasi. berhasil mempertahankannya di fk-ui, hingga berhak menyandang gelar doktor. (ksh)

17 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYAKIT darah talassemia major tak pernah memberi kesempatan korbannya tumbuh menjadi dewasa. Sampai sekarang belum ada obat yang bisa menyembuhkannya. Penyakit keturunan dengan kerusakan hemoglobin (pembawa oksigen) ini hanya bisa diatasi dengan tranfusi darah secara terus-menerus. Keadaan yang menyedihkan dan menyerang anak-anak itu ternyata mendapat perhatian yang besar dari dr Iskandar Wahidayat, 47 tahun, ahli penyakit anak-anak dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. "Saya ingin memberikan sekedar sumbangan untuk ilmu pengetahuan agar penderitaan masyarakat bisa diringankan," katanya. Sejak ia bertugas di Bagian Ilmu Kesehatan Anak, RSCM tahun 1960 ia mulai menekuni thalassemia. Hasil-hasil penelitiannya selama 19 tahun itu telah memberikan bekal untuk menyusun sebuah disertasi mengenai thalassemia di Jakarta. Pekan kemarin Iskandar Wahidayat berhasil mempertahankan disertasi tadi di depan seregu penyanggah di FKUI, Jakarta dan berhak menyandang gelar Doktor. Thalassemia, sebagaimana kata dasarnya Thalassa berasal dari bahasa Yunani yang berarti laut. Semula penyakit ini memang hanya dikenal dinegara-negara Laut Tengah. Tapi kemudian ternyata juga berjangkit di negara-negara sepanjang khatulistiwa, juga Amerika Serikat, Eropa dan Australia. Indonesia sendiri baru mengenal penyakit ini ketika Neeb menemukannya pada 1950. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang menderita thalassemia yang kurang menunjukkan gejala-gejala, yang disebutkan juga thalassemia minor. Dari perkawinan antara dua pembawa sifat thalassemia tadi secara teoritis akan lahir 25% anak yang normal, 50% mengandung thalassemia minor (tanpa keluhan penyakit) sedangkan yang 25% menderita thalassemia major. Penderita thalassemia major terkadang sudah meninggal begitu dilahirkan. Anak-anak penderita yang terus-menerus diganti darahnya, wajahnya tampak pucat kehitaman. Warna kehitaman ini diakibatkan oleh zat besi yang menumpuk karena penggantian darah tadi. Sekalipun tumpukan zat besi ini bisa dikeluarkan dengan pengobatan, namun kerusakan pada organ lain tak terhindarkan, seperti membengkaknya limpa. Dalam penelitian yang dilakukan Iskandar Wahidayat usia penderita hanya antara 6 - 7 tahun. Meskipun ada di antaranya yang bisa bertahan sampai 19. Sekalipun ada yang bisa bertahan sampai belasan tahun penderita mengalami kemunduran pertumbuhan fisik, dan terkadang ditemukan juga gangguan mental. "Karena penyakit thalassemia ini merupakan penyakit yang diturunkan kepada anak-anak dari kedua orangtuanya, sebenarnya penyakit tersebut dapat dicegah dengan menghindarkan perkawinan antara 2 pembawa sifat penyakit thalassemia," demikian Iskandar Wahidayat dalam disertasinya yang mulai disusun sejak 1971, meliputi 22 penderita dan keluarganya. Untuk mencegah penyakit ini dokter ahli penyakit anak kelahiran Serang, Jawa Barat itu menganjurkan pemeriksaan darah untuk mereka yang akan kawin. Ia sendiri sekarang ini sangat tergoda untuk mempelajari teknik yang sedang dikembangkan di Amerika Serikat dan Inggeris. Para ahli di negara tersebut mencegah lahirnya penderita thalassemia dengan mengambil contoh darah dari janin yang berusia 16 minggu. Kalau pemeriksaan darah ternyata menunjukkan calon bayi itu menderita thalassemia, maka si ibu dibujuk untuk menggugurkan kandungannya. Kalau Tak Mampu Penyelidikan yang dilakukan Iskandar hanya menyangkut penderita yang masuk ke RSCM yang saban tahun mencapai 20 penderita. Padahal dari berbagai daerah laporan tentang gejala thalassemia ini banyak terdengar. Ia menganjurkan agar diadakan penelitian mengenai frekuensi penyakit tersebut di Indonesia. Penelitian semacam itu penting apalagi kalau diingat perjalanan klinis penderita thalassemia di sini jauh lebih berat dibandingkan dengan Amerika, Eropa dan Australia. Ia selalu terdiam menahan air matanya kalau-kalau para orang tua anak-anak penderita menangis di depannya karena tak tahan menanggung penderitaan. "Hati saya lebih menangis kalau yang menderita itu dari keluarga tak mampu," katanya. Untuk menolong anak-anak seperti ini, Iskandar dan beberapa dokter anak di bagian hematologi (penyakit darah) anak-anak RSCM seperti Markum, Muslichan dan Maria Abdulsalam, saban bulan menyumbangkan seluruh gaji dan honorarium mereka untuk membantu pasien tak mampu. "Saban bulan ia menyumbang Rp 180.000," kata seorang perawat dibagian anak-anak RSCM. "Ia adalah seorang yang saleh dan murah hati. Memberikan banyak bantuan untuk orang lain, tanpa banyak bicara," komentar dr Masri Rustam, direktur Lembaga Tranfusi Darah Pusat. "Hatinya halus. Andai banyak dokter seperti dia sungguh banyak orang yang akan tertolong, "ujar Ny. Dewi Abidin, ketua Yayasan Hematologi, sebuah yayasan yang berniat membantu para penderita yang tak mampu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus