Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Instagram Memicu Kecemasan dan Pencitraan Tubuh.

Instagram mendapat nilai terburuk karena memicu kecemasan dan pencitraan tubuh.

30 September 2017 | 13.17 WIB

Cara Delevingne adalah seorang penggila media sosial. Ia rajin memposting di Twitter dan Instagram setiap hari. Ia tak takut untuk berbagi dengan penggemarnya hal-hal yang sedang ia lakukan. Instagram
Perbesar
Cara Delevingne adalah seorang penggila media sosial. Ia rajin memposting di Twitter dan Instagram setiap hari. Ia tak takut untuk berbagi dengan penggemarnya hal-hal yang sedang ia lakukan. Instagram

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Fobia Fear of Missing Out alias FOMO belakangan menjadi masalah kesehatan mental yang banyak menjangkiti para pencandu media sosial. FOMO adalah orang-orang yang takut ketinggalan berita terbaru. Istilah kerennya ‘takut nggak update’. FOMO dianggap salah satu penyakit para penggila jejaring sosial.

FOMO menyebabkan seseorang selalu gelisah karena takut ketinggalan berita terbaru di medsos. Penderita FOMO takut ketinggalan tren, merasa dikucilkan, gelisah bila tidak terhubung dan mengikuti tren di jagat maya.

Aplikasi Instagram saat ini tidak hanya berfungsi sebagai media berbagi foto. Platform yang satu ini kini dilengkapi fitur Instagram Story untuk berbagi aktivitas sehari-hari dalam format video. Canggihnya Instagram membuat para pengguna makin mudah terjangkit FOMO. “Melihat teman-teman pergi berlibur atau menikmati malam hari di luar membuat anak-anak muda merasa mereka seperti terkucilkan sementara orang lain menikmati hidup. Perasaan ini bisa memunculkan perilaku membandingkan lalu membuat mereka putus asa,” kata tim peneliti Royal Society of Public Health (RSPH), sebuah lembaga independen untuk kesehatan masyarakat di Britania Raya. Baca: Seracen Guncang Media Sosial, Picu Stres Pasca Trauma

Fakta lain, medsos memicu anak muda menaruh ekspektasi yang tidak realistis sehingga menciptakan perasaan kekurangan dan rendah diri. Hal ini, menurut para pakar, menjelaskan mengapa Instagram –tempat di mana foto pribadi menjadi pusat perhatian— menerima nilai terburuk sebagai pemicu kecemasan dan pencitraan tubuh. “Instagram bisa dengan mudah membuat para wanita merasa tubuh mereka tidak cukup bagus saat dibandingkan dengan orang lain. Mereka akan menambah filter dan menyunting foto agar terlihat sempurna,” tulis salah seorang responden survei.

Untuk mengurangi efek merugikan dari medsos terhadap anak-anak dan remaja, RSPH menyerukan agar perusahaan media membuat peringatan “penggunaan berat” di aplikasi medsos. Tujuannya, untuk mengingatkan para pengguna tentang batas penggunaan medsos. Baca: Di Dunia Maya, Generasi Millenial Lebih Memilih Main Media Sosial 

Saran itu didukung oleh 71 persen responden. Selain itu, perusahaan media sosial pun diminta untuk mengidentifikasi dan memberi tanda untuk foto-foto yang dimanipulasi secara digital. Harapannya tindakan itu dapat menolong para pengguna media sosial yang menderita gangguan kesehatan mental akibat cemas akan citra diri mereka. “Media sosial tidak akan menghilang dalam waktu dekat dan memang tidak seharusnya menghilang. Namun, kita harus siap mendidik pengguna dan memelihara inovasi yang akan memegang masa depan ini,” kata pihak RSPH.

TABLOID BINTANG

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mitra Tarigan

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro serta John Doherty Asia Pacific Journalism Internships Program di Melbourne, Australia, pada 2019. Saat ini fokus menulis isu kesehatan dan gaya hidup serta humaniora

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus