Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Meski berkesan seperti labirin yang sempit dan gelap, Gang Kalimati, Glodok, Jakarta, adalah surga kuliner. Apalagi bagi penggemar masakan khas Tionghoa. Di gang ini pula anda akan menemukan kue kuo tieh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Di sepanjang Gang Kalimati —jalan setapak yang menghubungkan bagian demi bagian Pasar Petak Sembilan— sekumpulan orang keturunan Tionghoa membuka lapaknya. Aroma bebauan beragam rempah, kecap asin, dan lada, yang menjadi ciri khas masakan Cina, mengepul di jalanan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dua di antaranya merupakan wewangian yang berasal dari makanan tradisional Tionghoa, yakni locupan dan kuo tieh.
- Kuo Tieh Akin
Penampakan kuo tieh di warung Koh Akin, Glodok, Jakarta. Tempo/Francisca Christy Rosana
Kuo tieh populer sebagai camilan tradisional Cina. Orang-orang negeri bambu biasanya menyemil kuo tieh untuk teman minum teh kala pagi atau sore hari.
Penganan yang terbuat dari tepung terigu berisi daging babi atau ayam itu hampir selalu ditemui di sentra kuliner atau street food Shanghai. Sedangkan di Indonesia, kuo tieh banyak dijumpai di kampung-kampung pecinan. Termasuk di gang senggol, Kalimati, Glodok.
Koh Akin ialah salah satu penjualnya. Ia membuka warung kuo tieh enam tahun lalu di sebuah rumah toko di mulut Gang Kalimati. Namun, hanya tersedia kuo tieh berdaging babi di sana.
Di depan ruko sederhana, yang berjarak tak genap lima jengkal dari badang gang senggol itu, ia meracik kuo tieh secara langsung. Pemandangan warung seperti ini menyita atensi orang-orang yang lewat. Sebab, mirip restoran berkonsep open kitchen.
Kuo tieh Koh Akin termasuk salah satu yang ramai dikunjungi menjelang Imlek. “Kalau biasanya satu hari cuma menjual seratus kotak, sekarang bisa 200 kotak,” katanya saat ditemui di Glodok, Senin, 5 Februari 2017. Satu kotak kuo tieh dijual seharga Rp 30 ribu dan berisi 10 potong.
2. Locupan Anggit
Anggit hijrah dari Mangga Besar ke Glodok delapan tahun lalu. Ia, yang dulu adalah pegawai restoran, kini membuka warung sendiri di Gang Kalimati. Menu andalan yang dijual perempuan keturunan Tionghoa itu adalah locupan.
Locupan berbentuk seperti mi. Namun diameternya lebih besar. Panjangnya pun hanya 5 sentimeter. Artinya, jauh lebih pendek dari mi. Locupan terbuat dari tepung beras dicampur pati jagung. Teksturnya mirip mi sagu, yakni kenyal dan agak alot.
Anggit memasak locupan dengan bumbu yang sama seperti ia ketika memasak bakmi. “Bumbunya cuma lada dan kecap asin,” katanya pada Senin, 5 Februari 2018. Hal yang membedakan locupan dan bakmi adalah komponen isinya. “Kalau locupan ada tambahan topping udang dan tauge,” ucapnya.
Locupan Anggit bisa menjadi salah satu pilihan bagi Anda yang lapar seusai blusukan di Pasar Petak Sembilan. Semangkuk locupan dijual Rp 40 ribu. Ada pula menu bakmi ayam yang dihargai Rp 22 ribu per mangkuk.
Berita lain: Kawasan Wisata Kuliner Kota Solo Berwajah Baru